Minggu, 20 Desember 2009

Ternyata, Panglima Itu Adalah Sebuah Kata

Ternyata, Panglima Itu Adalah Sebuah Kata[i]

Oleh: Wahyudi Abu Syamil Ramadhan[ii]

Pengantar

Saat membaca, mencermati dan merenungkan makna judul diatas. Saya memikirkan dua hal. Pertama fikiran saya terfokus pada panglima memang kenyataannya adalah sebuah kata. Hal ini setara seandainya judulnya saya rubah menjadi “Ternyata, ilmu itu adalah sebuah kata” atau judul lain “Ternyata, filsafat itu adalah sebuah kata” atau “ Ternyata, Matematika adalah sebuah kata” dan seterusnya. Baik kata panglima, ilmu, filsafat atau matematika kenyataannya masing-masing adalah sebuah kata. Fikiran ini menurut saya didasari pada kenyataan bahwa panglima adalah sebuah kata dan jumlah kata panglima hanya satu. Maka panglima adalah sebuah kata.

Fikiran kedua saya. Bahwa yang dimaksud panglima pada judul di atas adalah pemimpin. Sebagaimana panglima dalam system kemiliteran. Pemimpin yang merancang dan mengkoordinasikan strategi, taktik dan teknik. pemimpin yang mengomando bawahannya. Mengambil keputusan dengan cepat bila kondisi genting dan seterusnya. Dan panglima itu adalah sebuah kata atau kumpulan kata. Kenapa saya tambahkan kumpulan kata? jawabnya, karena sebatas pengetahuaanku sebuah kata saja kadang belum memiliki makna sehingga perlu ditambahkan kata-kata yang lain agar memiliki makna yang utuh. Fikiran saya yang kedua inilah yang coba saya eksplorasi lebih jauh.

Panglima adalah sebuah kata

Banyak fakta empiris dan historis bahwa kata-kata telah menjelma menjadi kekuatan yang dahsyat. Mendorong siapapun yang terinsprasi olehnya untuk bergerak sesuai dengan tuntutan kata-kata tersebut. Untuk menguatkan pernyataan saya ini akan saya angkat beberapa bukti yang mendukung.

1. “merdeka atau mati”. Pada era perjuang bangsa Indonesia merebut dan mempertahankan kemerdekaan kata “merdeka atau mati” betul-betul telah menjadi panglima yang mengarahkan dan mengomando bangsa Indonesia untuk merebut kemerdekaan dari tangan penjajah sekaligus mempertahankannya ketika penjajah ingin merebutnya kembali. Kenyataan sejarah membuktikan bahwa akhirnya bangsa Indonesia mampu meraih kemerdekaannya. Walaupun banyak kalangan yang menyatakan ternyata kita baru merdeka secara fisik. Sementara penjajahan non fisik masih berlangsung hingga kini. Seperti penjajahan di bidang pemikiran, budaya, pendidikan, politik, ekonomi dsb. Maka sepertinya kita harus berjuang sekali lagi untuk meraih kemerdekaan yang hakiki. Konsekuensinya kita harus mendaulat panglima baru. Apa dan siapakah panglima itu mari kita fikirkan. Namun yang jelas “Panglima itu adalah sebuah kata”.

2. Di bidang filsafat kekuatan kata-kata juga digunakan. Paling tidak untuk mewakili pemikiran filsafat seorang filsuf. George Berkeley dengan esse is percipi-nya (menjadi adalah dipandang). Plato dengan causa prima-nya (penyebab utama adalah Tuhan). Rene Descartes dengan Cagito Ergo Sum-nya (Saya berfikir, maka saya ada). Soekarno dengan Jas Merahnya (jangan lupakan sejarah). Montesquieu dengan Trias polica-nya (sharing power dalam tiga pembagian yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif). Demokrasi dengan fox populi vox day (berikan hak Tuhan pada gereja dan hak kerajaan pada kaisar). Dan seterusnya. Yang jelas kata-kata ini hari ini benar-benar telah menjadi panglima. Paling tidak bagi para pengikut aliran masing-masing filsuf. Bahkan filsafat trias politica sebagai wujud dari demokrasi yang ditawarkan Montesquieu saat ini seakan telah menjelma menjadi Tuhan baru yang dipuja dibelahan penjuru dunia dan dianggap sebagai sistem yang terbaik. Demokrasi mungkin cocok bagi Barat khususnya AS dan eropa karena mereka memiliki sejarah yang gelap (dark age) karena dominasi gereja. Sementara gereja dengan doktrinya ternyata bertentangn dengan penemuan empirik yang dilakukan para ilmuwan. Akibatnya Barat mengalami kemunduran dan keterbelakangan di segala bidang. Maka untuk menjawab realitas tersebut. Lahirlah filsafat sekulerisme (pemisahan urusan keduniawian dengan urusan agama yaitu kristen). Dari rahim filsafat sekulerisme inilah lahir demokrasi. Dark age yang melanda Barat tidak pernah dialami dunia Islam termasuk Indonesia. Jadi mengadopsi demokrasi adalah sebuah sikap yang prematur. Paling tidak bila kita tinjau dari aspek historis.

3. Sebagai tambahan bukti ijinkan saya menyampaikan satu kalimat inspiratif dari manusia paling berpengaruh di dunia versi Michael H. Hart dalam bukunyanya seratus tokoh paling berpengaruh dalam sejarah. Dia adalah Manusia utama Muhammad saw. Dimasa hidupnya beliau pernah menyatakan: ”Konstantinpel (Eropa Timur) dan Roma (eropa Barat) akan dibebaskan oleh kaum muslimin”. Para sahabat kamudian bertanya: ”manakah yang pertama kali akan dibebaskan?” beliau menjawab: ”Negaranya heraklius yang pertama dibebaskan yaitu konstantinopel”. (HR. Ahmad). Dalam hadist lain beliau bersabda: ”Sungguh, Konstantinopel akan dibebaskan. Maka sebaik-baik panglima adalah yang membebaskannya dan sebaik-baik pasukan adalah yang membebaskannya (HR. Ahmad).

Sungguh luar biasa!!! Kalimat ini telah menjadi inspirasi bagi kaum muslimin untuk berlomba-lomba menjadi pasukan dan panglima terbaik. Tercatat dalam sejarah bahwa Abu Ayyub al-Anshari (44 H) adalah orang yang pertama kali ingin merealisasikan janji tersebut. Namun, karena kondisi fisik beliau beliau belum mampu mewujudkan janji tersebut. Dan seterusnya upaya pembebasan kontantinopel terus dilakukan secara estapet dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Akhirnya janji tersebut terwujud ditangan seorang pemuda yang shalih dan ahli perang. Dialah Muhammad II, pemimpin Khilafah Ustmaniyah. Yaitu pada tanggal 29 Mei 1453 Masehi atau 825 tahun setelah janji manusia utama Muhammad saw diucapakan. Atas kemenangan besar inilah Muhammad II mendapat gelar al Fatih atau sang pembebas.

Demikianlah kekuatan kata-kata telah ”menyihir” siapapun yang terinspirasi olehnya untuk mewujudkan kata-kata tersebut. Tapi yang perlu dicatat untuk peristiwa terakhir bukanlah sembarang kata-kata. Karena kata-kata tersebut diucapkan oleh manusia mulia, manusia utama, manusia yang setiap ucapannya dibimbing oleh wahyu oleh zat yang Maha Mengetahui, Allah SWT.

Daftar Pustaka

1. Ahmad Mansur Suryanegara. Api Sejarah. Salamadani. Bandung. 2009

2. Atang Abdul Hakim & Beni Ahmad Saebani. Filasafat Umum dari Metologi sampi Teofilosofi. Pustaka Setia. Bandung. 2008

3. Felix Siauw. Bisyarah Rasulullah dan Janji Allah. Makalah yang disampaikan dalam Kongres Mahasiswa Islam Indonesia Jakarta 18 Oktober 2009.

4. Michael H. Hart (1978). Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah (terjemahan H. Mahbub Djunaidi). PT. DuniaPustaka. Jakarta. 1982

5. Miriam Budiardjo. Dasar-dasar Ilmu Politik. PT. Gremedia Pustaka Utama. Jakarta. 2009



[i] Tulisan ini merupakan tugas mata kuliah Filsafat Umum yang diampu oleh Bapak Dr. Marsigit

[ii] Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta Jurusan Pendidikan Matematika angkatan 2009

Tidak ada komentar: