Jumat, 24 Juni 2011

Rajab, Surah al Isro, dan Kemusnahan Bangsa Yahudi



Pendahuluan
Di bulan Rajab ini surah yang ‘populer’ tentu adalah surah al Isro, surah ke- 17 di dalam al qur’an. Lebih spesifik lagi pada ayat yang pertama. Allah berfirman:
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آَيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al Isro [17]: 1).
Ayat ini biasa dibaca dalam peringatan isro dan mi’raj Nabi saw. Padahal ayat ini adalah satu-satu ayat yang membahas tentang isro dan mi’raj Nabi saw dalam surah ini. Sebaliknya sesuai dengan nama surah ini yaitu Al Isro atau disebut juga surah Bani Israil, maka di dalam surah ini banyak membicarakan tentang Bani Israil. Salah satu yang dibahas adalah khabar/informasi kerusakan yang dilakukan oleh bangsa Yahudi sekaligus kemusnahannya. Informasi ini bisa kita dapatkan dalam ayat 4-7. Allah berfirman:
وَقَضَيْنَا إِلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ فِي الْكِتَابِ لَتُفْسِدُنَّ فِي الْأَرْضِ مَرَّتَيْنِ وَلَتَعْلُنَّ عُلُوًّا كَبِيرًا (4) فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ أُولَاهُمَا بَعَثْنَا عَلَيْكُمْ عِبَادًا لَنَا أُولِي بَأْسٍ شَدِيدٍ فَجَاسُوا خِلَالَ الدِّيَارِ وَكَانَ وَعْدًا مَفْعُولًا (5) ثُمَّ رَدَدْنَا لَكُمُ الْكَرَّةَ عَلَيْهِمْ وَأَمْدَدْنَاكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَجَعَلْنَاكُمْ أَكْثَرَ نَفِيرًا (6) إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الْآَخِرَةِ لِيَسُوءُوا وُجُوهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَلِيُتَبِّرُوا مَا عَلَوْا تَتْبِيرًا
Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam Kitab itu: "Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar". Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela di kampung-kampung, dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana. Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka kembali dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar. Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai. (QS. Al Isro [17]: 4-7)
Yang dimaksud “Dan telah Kami tetapkan” (QS. Al-Isro:4), yakni Kami tulis dan kabarkan kepada Bani Israil bahwa kalian kelak akan melakukan kerusakan di muka bumi sebanyak dua kali. Namun yang perlu ditegaskan bahwa ketentuan Allah untuk Bani Israil tersebut bukanlah ketentuan yang bersifat memaksa, sebab hal ini merupakan wilayah yang menjadi pilihan manusia dan Allah tidak memaksa siapapun untuk berbuat kekejian. Allah berfirman:
وَإِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً قَالُوا وَجَدْنَا عَلَيْهَا آَبَاءَنَا وَاللَّهُ أَمَرَنَا بِهَا قُلْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ أَتَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata: "Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya." Katakanlah: "Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji." Mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui? (QS. Al A’raaf [7]: 28)
Kerusakan Pertama
Menurut Syaikh Mahir Agha mengutip pendapat Dr. Shalah al Khalidi, kerusakan pertama yang dilakukan orang-orang Yahudi dengan congkak telah terjadi di negeri Hijaz sebelum diutusnya Nabi Muhammad saw. Kabilah Yahudi pergi dari Palestina mendatangi Hijaz, Madinah dan sekitarnya. Mereka lari dari kekejaman Yunani dan Romawi. Orang-orang arab seperti suku Aus dan Khazraj terkagum-kagum dengan ilmu pengetahuan, kebudayaan dan pola hidup orang-orang Yahudi. Kesempatan ini digunakan oleh Yahudi untuk mengekploitasi bangsa arab. Mereka memprovokasi suku aus dan khazraj sehingga keduanya terlibat dalam konflik berkepanjangan (sekitar 120 tahun), selain itu mereka menjeratnya dengan sistem riba yang mencekik.
Surah Al Isro’ merupakan surah makkiyah (turun di mekah) pada tahun kesepuluh kenabian. Penghentian kerusakan pertama dimulai setelah perang Badar yang terjadi pada tahun kedua hijrah. Oleh karena itu, ungkapan dalam ayat ini menggunakan lafadz “idza” (apabila) untuk menggambarkan masa depan.
فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ أُولَاهُمَا
Artinya: maka apabila datang janji pertama dari kedua janji itu (QS. Al – Isro’: 5)
Artinya, penghentian kerusakan itu terjadi setelah turunnya ayat ini, dan bukan peristiwa yang telah terjadi sebelum ayat ini diturunkan.
Janji Allah pasti terwujud, karena Allah tidak akan mengingkari janji-janji-Nya. Ketika Rasul dan sahabat hijrah ke Madinah. Kemudian beliau mengikat suku-suku yang ada dengan mitsaqul madinah (Piagam Madinah). Ternyata entitas Yahudi yang terikat dalam perjanjian mengingkarinya. Maka Rasul menghukum mereka, sebagian besar dari mereka diusir dan sebagiannya dibunuh. Hal ini dipertegas dengan firman Allah:
بَعَثْنَا عَلَيْكُمْ عِبَادًا لَنَا أُولِي بَأْسٍ شَدِيدٍ فَجَاسُوا خِلَالَ الدِّيَارِ وَكَانَ وَعْدًا مَفْعُولًا
Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela di kampung-kampung, dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana (QS. Al Isro’[17]: 5)
Yang dimaksud lafadz ‘ibadan lana adalah para sahabat Nabi. Kata ‘ibadan (hamba-hamba) yang disambung dengan lafadz lana (bagi kami) menegaskan hal tersebut. Tidak seperti anggapan sebagian mufassir yang menyatakan bahwa yang dimaksud hamba-hamba kami adalah Nebukadnezar dan tokoh-tokoh lain dari bangsa Asyur, Yunani, dan Romawi. Al quran secara tegas juga membedakan istilah ‘abid dengan ‘ibad, meski secara harfiah artinya sama, yaitu hamba. Kata ‘abid dalam al quran disebutkan sebanyak lima kali dan semuanya ditujukan untuk orang kafir. Seperti fiman Allah:
وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيدِ
Artinya: Tuhanmu tidak akan menganiaya hamba-hamba (QS.Fushilat [41]: 46)
Sedangkan kata ‘ibad disebutkan dalam al quran sebanyak 95 kali, dan kebanyakan ditujukan bagi orang-orang beriman yang shalih.
Kerusakan Kedua
Pasca runtuhnya khilafah sebagai institusi pelindung kaum muslimin -bahkan runtunya khilafah juga tidak terlepas dari peran yahudi Dunamah bernama Mustafa Kamal- Yahudi kembali berbuat kerusakan di muka bumi. Mereka eksodus secara bergelombang ke Palestina, hingga akhirnya membangun entitas negara Israel pada tahun 1948, kerusakan dunia karena penerapan ideologi sosialisme dan kapitalisme juga tidak terlepas dari campur tangan Yahudi. Karl Marx sebagai ideolog sosialisme adalah seorang Yahudi, Adam Smith sebagai pencetus ekonomi kapitalis juga adalah seorang Yahudi, bahkan ada sebuah buku yang secara tegas menyatakan bahwa Obama adalah 100 % Yahudi. Benarlah firman Allah:
ثُمَّ رَدَدْنَا لَكُمُ الْكَرَّةَ عَلَيْهِمْ وَأَمْدَدْنَاكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَجَعَلْنَاكُمْ أَكْثَرَ نَفِيرًا
Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka kembali dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar (QS. Al Isro’ [17]: 6)
Kata tsumma (kemudian) menjelaskan perihal kerusakan yang kedua. Kata tsumma digunakan untuk menunjukkan urutan peristiwa dengan jangka waktu yang cukup lama, yaitu setelah lebih 13 abad umat Islam berjaya. Namun saat umat Islam telah jauh dari agamanya, tidak memiliki pemahaman yang benar tentang agamanya, hingga diruntuhkannya institusi pelindungnya maka umat Islam kembali menjadi bangsa yang terjajah.
Masa kemenangan umat Islam
Di akhir ayat ketujuh Allah menjanjikan kemenengan umat Islam dan kemusnahan bagi bangsa Yahudi. Allah berfirman:
فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الْآَخِرَةِ لِيَسُوءُوا وُجُوهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَلِيُتَبِّرُوا مَا عَلَوْا تَتْبِيرًا
dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai (QS. Al Isro’[17]: 7).
Istilah “mencoreng/menyuramkan muka” adalah ungkapan atas kemenangan kaum muslimin. Sedang yang dimaksud dengan “muka-muka kalian” yakni wajah-wajah orang Yahudi. Kaum muslimin akan memasuki masjid sebagaimana mereka memasukinya dulu dan membinasakan atau menghancurkan segala apa yang dibangun Yahudi sehancur-hancurnya. Sebagaimana hadist Nabi:
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ فَيَقْتُلَهُمْ الْمُسْلِمُونَ حَتَّى يَخْتَبِئَ الْيَهُودِيُّ وَرَاءَ الْحَجَرِ أَوْ الشَّجَرَةِ فَيَقُولُ الْحَجَرُ أَوْ الشَّجَرُ يَا مُسْلِمُ يَا عَبْدَ اللَّهِ هَذَا يَهُودِيٌّ خَلْفِي فَتَعَالَ فَاقْتُلْهُ إِلَّا الْغَرْقَدَ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرِ الْيَهُودِ
"Tidak akan terjadi hari kiamat sehingga kalian memerangi orang-orang Yahudi, kaum muslimin akan memerangi mereka sehingga ada seorang yahudi bersembunyi di balik batu atau pohon, lalu batu atau pohon tersebut berkata; 'Wahai muslim, wahai hamba Allah, ini ada seorang yahudi bersembunyi di belakangku, kemari dan bunuhlah ia, ' kecuali pohon gharqad, karena ia adalah pohon yahudi." (HR. Ahmad no. 9029)
Sebagai tambahan saya kutipkan prediksi Syaikh Basam al-Jarar yang menyatakan bahwa Yahudi akan hancur di tahun 2022. Untuk mendukung pendapatnya Syaikh al Jarar mengutip cerita dari Syaikh Muhammad Ahmad Rasyid pada saat negara Israel berdiri pada tahun 1948. Seorang wanita Yahudi tua menemuinya sambil menangis dan mengatakan negara ini berdiri hanya untuk menghancurkan orang Yahudi. Wanita tersebut kemudian mengatakan bahwa negara ini hanya akan bertahan selama 76 tahun. Syaikh Jarar mengatakan bahwa penyataan wanita tersebut bukanlah analisa politik, tetapi ramalan para rabi yang berkhutbah tentang negara Isrel dan kehancurannya. 76 tahun yang dimaksud oleh wanita tersebut tentu dalam perhitungan qamariyah. Sebab orang Yahudi biasa menggunakan kalender qamariyah. Jika tahun qomariyah ini dikonversi ke penanggalan syamsiyah maka menjadi 74 tahun karena terdapat selisih satu bulan setiap tiga tahunnya. Maka 1948 + 74 = 2022. Wallahu ‘alam.
Yang menarik adalah NIC (National Inteligent Council) sebuah lembaga intelejen AS yang berpusat di Washington dalam laporannya yang berjudul The Global Future Mapping 2020 salah satunya memperkirakan bakal berdirinya The New Islamic Chaliphate. Maka bisa jadi khilafah yang dipimpin seorang khalifahlah yang akan akan mengomando jihad kaum muslimin untuk meluluhlantakkan entitas Yahudi-Israel. Yang jelas khilafah PASTI AKAN BERDIRI karena khilafah adalah JANJI ALLAH dan KABAR GEMBIRA dari Rasulullah saw. Mari kita perjuangkan!!! Wallahu ‘alam bi shawab
Banjarmasin, 22 Rajab 1432 H/27 Juni 2011
HP 081251188553

Kamis, 16 Juni 2011

Dzikir Selah Shalat fardhu


Berdzikir Setelah Shalat Fardhu dengan Suara Jahar
Boleh menjaharkan suara pada pada saat berdzikir setelah shalat fardhu, namun tidak boleh berlebihan. Diantara dalilnya adalah, Ibnu ‘Abbas menyatakan:
أَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِينَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنْ الْمَكْتُوبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوا بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْتُهُ
bahwa mengeraskan suara dalam berdzikir setelah orang selesai menunaikah shalat fardlu terjadi di zaman Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Ibnu 'Abbas mengatakan, "Aku mengetahui bahwa mereka telah selesai dari shalat itu karena aku mendengarnya." (HR. Bukhari no. 796, Muslim no. 919)

Imam Nawawi saat mengomentari hadist ini menyatakan:”hadist ini dalil yang digunakan oleh sebagian salaf bahwa mengangkat suara dengan takbir dan dzikir setelah shalat fardhu hukumnya sunnah… menurut Imam Asy Syafi’ie boleh Imam dan makmum menjaharkan bacaan dzikir setelah shalat fardhu untuk mengajarkan cara berzikir, jika telah mahir setelah itu dengan dzikir sirr (tidak dengan meninggikan suara)”. (Syarah an Nawawi ‘ala Muslim 2/360)

Pengarang kitab Ihkamu al ahkami syarah umdatul ahkam saat mensyarah hadist ini menyatakan: hadist ini menjadi dalil bolehnya menjaharkan dzikir sesudah shalat, demikian pula takbir (sebagai dzikir khusus). (Ihkamu al ahkami syarah umdatul ahkam 2/16)

Adapun yang dilarang dari meninggikan suara saat berdzikir adalah berlebihan dalam meninggikan suara. Nabi bersabda:
عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فَأَشْرَفْنَا عَلَى وَادٍ فَذَكَرَ مِنْ هَوْلِهِ فَجَعَلَ النَّاسُ يُكَبِّرُونَ وَيُهَلِّلُونَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّهَا النَّاسُ ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ وَرَفَعُوا أَصْوَاتَهُمْ فَقَالَ أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّكُمْ لَا تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا إِنَّهُ مَعَكُمْ
Dari Abu Musa ia berkata; Suatu saat kami bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam sebuah perjalanan, lalu kami melewati suatu lembah -ia kemudian menyebutkan kedahsyatannya- orang-orang pun bertakbir dan bertahlil (dengan suara keras), maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wahai sekalian manusia, pelankanlah suara kalian saat berdo'a dan bertakbir." Namun mereka tetap mengangkat suara mereka, maka beliau pun bersabda: "Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kalian tidaklah berdo'a kepada Tuhan yang tuli, tidak pula ghaib, sesungguhnya Dia bersama kalian." (HR. Ahmad)
Hal lain yang harus diperhatikan adalah jangan sampai dzikir menyebabkan orang yang masih shalat terganggu.
Yogyakarta, 14 Rajab 1432 H/ 16 Juni 2011
Abu Syamil Ramadhan

Berdoa setelah Shalat Fardhu


Beberapa Penjelasan tentang Sunnahnya berdoa sesudah shalat Fardhu

:Dalam kitab Tuhfatul ahwadzi terdapat hadist sbb
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اِنْصَرَفَ مِنْ الصَّلَاةِ يَقُولُ : اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لِي دِينِي
Nabi saw. Jika telah selesai mendirikan shalat, beliau berdoa: Ya Allah perbaikilah bagiku agamaku (Hr. An Nasaai dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban)

Imam Tirmidzi juga mengeluarkan hadist dari Umamah, Rasul saw ditanya:
: أَيُّ الدُّعَاءِ أَسْمَعُ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : جَوْفُ اللَّيْلِ الْأَخِيرِ ، وَدُبُرُ الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوبَاتِ
wahai Rasulullah, doa apakah yang paling di dengar? Beliau berkata: "Doa di tengah malam terakhir, serta setelah shalat-shalat fardhu." (Abu Isa berkata hadist ini hasan)

Menurut pengarang kitab tuhfatul ahwadzi bahwa yang dimaksud dubur ash shalah adalah setelah salam berdasarkan kesepakatan ulama.

Dalam hadist yang diriwayatkan Imam Thabrani, dari Ja’far bin Muhammad ash shadiq ia berkata:
الدُّعَاءُ بَعْدَ الْمَكْتُوبَةِ أَفْضَلُ مِنْ الدُّعَاءِ بَعْدَ النَّافِلَةِ كَفَضْلِ الْمَكْتُوبَةِ عَلَى النَّافِلَةِ
Berdoa setelah shalat wajib lebih utama dari berdoa setelah shalat nafilah seperti lebih utamanya shalat fardhu dari shalat sunnah nafilah.

Ibnu Qudamah dalam al Mughni juga menyatakan: sunnah hukumnya berdzikir dan berdoa sesudah salam (sesudah shalat, penj). Berdasarkan beberapa hadist diantaranya:
Dari Mughirah, ia berkata: Nabi saw berdzikir/berdoa setiap selesai shalat wajib dengan doa berikut::
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ .متفقه عليه
(Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, yang Tunggal dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya segala kerajaan, dan milik-Nya segala pujian. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tidak ada yang dapat menahan dari apa yang Engkau berikan dan dan tidak ada yang dapat memberi dari apa yang Engkau tahan. Dan tidak bermanfaat kekayaan orang yang kaya di hadapan-Mu sedikitpun (Mutafaq ‘alaih)

Tsauban juga berkata, Nabi saw jika telah beralih dari shalat (selesai shalat) beristigfar 3 kali lalu berdoa:

اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
Ya Allah, Engkau adalah Dzat yang memberi keselamatan, dan dari-Mulah segala keselamatan, Maha Besar Engkau wahai Dzat Pemilik kebesaran dan kemuliaan (Hr. Muslim no . 391)

Berdasarkan penjelasan di atas jelaslah bahwa berdoa setelah shalat wajib, hukumnya sunnah dan bukan bid’ah sebagaimana pendapat salafy. Mereka berpendapat demikian karena berpedoman pada mendapat Imam Ibnul Qayyim al Jauziyah yang menurut mereka beliau melarang berdoa setelah sholat secara mutlak. Padahal Imam Ibnul Qayyim tidak melarang secara mutlak. Beliau hanya melarang berdoa setelah shalat wajib jika mushalli (orang yang shalat) berdoa langsung setelah salam. Adapun jika telah memalingkan wajah atau didahului dengan dzikir-dzikir yang syariatkan makan berdoa setelah shalat wajib tidaklah terlarang. Bahkan dalam zaadul ma’ad pada bab:
مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ بَعْدَ اِنْصِرَافِهِ مِنْ الصَّلَاةِ مَا لَفْظُهُ
Imam Ibnul Qayyim banyak mengutip hadist yang menunjukkan sunnahnya berdoa setelah shalat wajib. Diantaranya:
Abu Hatim meriwayatkan dalam kitab shahihnya, bahwa Nabi saw berdoa setelah shalat dengan doa:
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لِي دِينِي الَّذِي جَعَلْته عِصْمَةَ أَمْرِي ، وَأَصْلِحْ لِي دُنْيَايَ الَّتِي جَعَلْت فِيهَا مَعَاشِي ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِرِضَاك مِنْ سَخَطِك ، وَأَعُوذُ بِعَفْوِك مِنْ نِقْمَتِك ، وَأَعُوذُ بِك مِنْك لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْت ، وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْت ، وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْك الْجَدُّ
Ya Allah perbaikilah untukku agamaku yang aku terlindungi dengannya urusanku, dan perbaikilah pula untukku duniaku yang menjadikan aku dengannya penghidupanku, ya Allah sesungguhnya aku berlidung dengan keridhoan-Mu dari kemurkaan-Mu, aku berlindung dengan ampunan-Mu dari kemarahan-Mu, aku berlindung dari-Mu. Ya Allah, tidak ada yang dapat menahan dari apa yang Engkau berikan dan dan tidak ada yang dapat memberi dari apa yang Engkau tahan. Dan tidak bermanfaat kekayaan orang yang kaya di hadapan-Mu sedikitpun

Yogyakarta, 14 Rajab 1432 H/ 16 Juni 2011
Abu Syamil Ramadhan

Hukum Aqiqah Orang yang Telah Meninggal




Ulama berbeda pendapat tentang hukum mengaqiqahi orang yang telah meninggal:
  1. Ibnu Hazm dari madzhab dhohiri berpendapat bahwa aqiqah hukumnya tetap wajib sebagaimana orang yang hidup (al muhalla 6/234)
  2. Pendapat yang shahih dalam mazdhab Syafi’I menyatakan bahwa hukumnya sunnah, ini juga merupakan pendapat ulama Hanabilah (asy syarhul mumti’ 7/540)
  3. Pendapat yang lain dari mazhab Syafi’i menyatakan bahwa orang yang telah meninggal telah gugur tuntutan untuk pelaksanaan aqiqah, ini juga merupakan pendapat ulama madzhab Maliki (al Majmu’ syarhul muhadzdzab li nawawi 8/432)

Sumber: Kitab al Mufashshal fi ahkamil aqiqah oleh DR. Hisamuddin bin Musa ‘ifaanah hal 133
Yogyakarta, 14 Rajab 1432 H/ 16 Juni 2011
Abu Syamil Ramadhan