ZENO
Matematikawan Bengal Pencipta Banyak Paradoks
Tujuan kehidupan adalah hidup selaras dengan alam”
(“The goal of life is living in agreement with nature.”)
Riwayat
Zeno adalah murid dari Parmenides. Dia mempunyai empat argumen untuk kesimpulan bahwa tidak ada gerakan – hal ini adalah sebagai dukungan untuk apa yang dinyatakan gurunya.
Zeno dikenal banyak orang karena namanya tercantum pada halaman pertama buku Parmenides karangan Plato. Diperkirakan bahwa saat itu Zeno berumur 40 tahun, sedang Socrates masih remaja, kisaran usia 20 tahun. Dengan mengetahui bahwa Socrates lahir pada 469 SM, maka diperkirakan Zeno lahir pada tahun 490 SM. Disinyalir bahwa Zeno mempunyai hubungan “khusus” dengan Parmenides. Catatan Plato menyebutkan adanya gosip bahwa mereka saling jatuh cinta saat Zeno masih muda, dan tulisan Zeno tentang paradox digunakan untuk melindungi filsafat Parmenides dari para pengkritiknya. Semua catatan itu tidak pernah ada dan cerita itu dituturkan oleh tangan kedua. Tulisan Aristoteles yang terdapat pada Simplicius - terbit ribuan tahun setelah Zeno – digunakansebagaiacuan.
Zeno dari Elea, lahir pada awal mulainya perang Persia – konflik antara Timur dan Barat. Yunani dapat menaklukkan Persia, tapi semua filsuf Yunani tidak pernah berhasil menaklukkan Zeno. Zeno mengemukakan 6 paradoks, teka-teki yang tidak dapat dipecahkan oleh logika filsuf terkemuka Yunani saat itu. Paradoks yang dilontarkan Zeno membingungkan semua filsuf Yunani, namun tidak seorang pun dapat menemukan kesalahan pada logika Zeno. Paradoks ini menjadi sangat termasyur karena terus “mengganggu” pemikiran para matematikawan; dan baru dapat dipecahkan hampir 2000 tahun kemudian. Dari enam paradoksnya, yang paling terkenal, adalah paradoks lomba lari Achilles dan kura-kura.
Latar belakang
Pemikiran Zeno sangat dipengaruhi oleh gurunya. Parmenides menolak faham pluralisme dan realitas dalam berbagai macam perubahan: baginya segala sesuatu tidak dapat dibagi, realitas tidak berubah, dan hal-hal yang tampak dan berbeda hanyalah ilusi belaka, sehingga dapat dibantah dengan argumen/alasan. Tidak perlu disangsikan lagi, faham ini mendapat banyak kritikan tajam.
Tanggapan terhadap kritik Zeno memicu sesuatu yang lebih nyata, namun mampu memberi dampak mendalam bagi filsafat Yunani bahkan sampai saat ini. Zeno berusaha menunjukkan bahwa suatu kemustahilan diikuti oleh logika dari pandangan Parmenides. Segala sesuatu dapat menjadi sangat kecil atau menjadi sangat besar. Paradoks ini sebagai bukti kontradiksi atau kemustahilan akibat asumsi-asumsi yang (tampak) masuk akal. Apabila dilihat lebih dalam maka paradoks mengarah kepada target spesifik yaitu menyangkut lebih atau kurang: pandangan orang atau aliran pemikiran tertentu. Zeno – lewat paradoks - berusaha menyatakan bahwa alam semesta ini tidak berubah dan tidak bergerak.
Mencoba menyingkap siapa yang menjadi target serangan Zeno relatif lebih mudah daripada mencoba memecahkan paradoksnya. Tahun kelahiran Zeno, menunjuk bahwa dunia remajanya dipenuhi dengan pandangan Pythagoras (580 – 475 SM) dan para pengikutnya (pythagorean). Tampaknya doktrin Pythagorean mau diserang Zeno, meskipun dugaan ini masih terlampau dini untuk disebut karena topik ini masih menjadi ajang perdebatan sampai sekarang.
Paradoks Zeno mengungkapkan problem-problem yang tidak dapat diselesaikan oleh semua teknik matematika yang tersedia pada saat itu. Penyelesaian paradoks Zeno baru dimulai pada abad 18 (atau lebih awal dari itu). Paradoks itu mampu merangsang otak-otak kreatif matematikawan dan memberi warna pada sejarah perkembangan matematika.
Matematikawan “hitam”
Zeno (490 – 435 SM) dari Alea dan Eudoxus (408 – 355 SM) dari Cnidus menghadirkan pertentangan dua kubu pemikiran matematika: penghancuran kritikal dan pengembangan kritikal. Pertentangan kedua pemikiran ini layak disebut dengan ajang pertempuran logika antara matematikawan “hitam” dan matematikawan“putih.”
Duel “aliran” tidak hanya terjadi pada jaman kuno, matematikawan modern juga mengekor atau menjadi pengikut salah satu idola mereka.
Penghancuran kritikal seperti pemikiran Zeno diteruskan oleh Kronecker (1823 – 1891) dan Brouwer (1881 - 1966), sedangkan pemikiran Eudoxus diteruskan oleh Weierstrass (1815 – 1897), Dedekind (1831 – 1916) dan Cantor (1845 – 1918).
Paradoks Zeno
Ada 4 paradoks Zeno yang terkenal, meskipun yang paling terkenal adalah paradoks kedua, perlombaan lari Archilles dan kura-kura.
1. Paradoks Dikotomi
Zeno meyatakan jika ada ruang kosong yang membuat jarak tertentu sesungguhnya jarak itu tidak terbatas. Jarak itu tidak terbatas karena dapat dibagi lagi ke dalam jarak-jarak tertentu yang tidak terbatas jumlahnya karena jarak-jarak tertentu tersebut masih dapat dibagi lagi ke dalam titik-titik yang tidak ada habisnya. Jika memang ada gerak, pelaku gerak yang hendak menempuh suatu jarak terlebih dahulu harus menempuh setengah jarak dari jarak itu hingga ketitik-titik yang tak terbats, sehingga tentu saja si pelaku gerak itu takkan pernah sampai di garis akhir dari jarak yang hendak ditempuhnya. Jika demikian, sesungguhna gerak itu merupakan sesuatu yang absurd.
Lebih detail lagi Zeno menyatakan, karena suatu benda yang bergerak harus lebih dulu bergerak 1/2 jarak yang akan dilaluinya, dan kemudian jarak sisanya, dan seterusnya untuk selamanya. Jika suatu titik bergerak dari posisi 0 ke posisi 1 pada garis bilangan, pertama mencapai posisi 1/2, kemudian posisi 3/4, kemudian posisi 7/8 dan seterusnya. Pada tahap ke n, akan berada pada posisi 1 - . Dari fakta bahwa tidak ada n sedemikian hingga 1 - = 1, hal ini berakibat bahwa pergerakan titik tidak pernah mencapai posisi 1. Hanya saja ini tidak dapat melalui angka-angka tak berhingga dari tahap-tahap yang dirasa perlu. Oleh karena itu tidak ada gerakan, gerakan dari 0 ke 1 menjadi ciri khas tersendiri dari suatu pergerakan apapun.
Dalam ilmu fisika modern, kita sanggah argumen ini dengan menyatakan bahwa sesungguhnya titik tersebut dapat dan sebenarnya melintasi tiap bilangan tak berhingga dari interval-interval dari 1 - e 1 - untuk n = 1,2,3,…tak berhingga. Tidak ada n semacam itu di mana pergerakan titik tidak melewati posisi 1 - . Dimulai dari dugaan bahwa tidak gerakan, para fisikawan modern menyerukan tak berhingga untuk menerangkannya. Seperti halnya Zeno, mereka menganggap bahwa suatu gerakan adalah kontinu, tetapi, lain halnya dengan Zeno, mereka mau menyatakan bahwa suatu benda yang bergerak melewati sejumlah tak berhingga banyak titik. Zeno menolak adanya tak berhingga, dan sehingga dia menolak gerakan juga. Para fisikawan modern menerima gerakan, dan sehingga mereka juga menerima tak berhingga juga.
2. Paradok Perlombaan lari Achilles dan kura-kura
Achilles - kesatria pada perang Troya, mitologi Yunani, berlomba lari dengan kura-kura, tetapi Achilles tidak dapat mengalahkan kura-kura yang berjalan lebih dahulu. Untuk memudahkan penjelasan, maka diberikan ilustrasi dengan menggunakan angka pada paradox ini.
Bayangkan: Achilles berlari dengan kecepatan 1 meter per detik, sedangkan kura-kura selalu berjalan dengan kecepatan setengahnya, ½ meter per detik, namun kura-kura mengawali perlombaan dari ½ jarak yang akan ditempuh (misal: jarak tempuh perlombaan 2 km, maka titik awal/start kura-kura berada pada posisi 1 km, sedang Archilles pada titik 0 km). Kura-kura berjalan begitu Achilles mencapai tempatnya. Begitu Achilles mencapai posisi 1 km, kura-kura berada pada posisi 1,5 km; Achilles mencapai posisi 1,5 km, kura-kura mencapai posisi 1,75; Achilles mencapai posisi 1,75 km, kura-kura mencapai posisi 1,875 km. Pertanyaannya adalah kapan Achilles dapat menyusul kura-kura?.
Pada argumen yang ke dua ini, Zeno berasumsi lagi, seperti kita lakukan, bahwa ruang dan waktu adalah kontinu, dan bahwa, jika ada gerakan, ada gerakan seragam. Zeno juga beranggapan, lain halnya dengan kita, bahwa Achilles dan si kura-kura tidak akan dapat ‘melewati’ tak berhingga tahapan di mana Zeno menganalisa gerakan mereka.
Bagi fisikawan modern, tepatnya, gerakan pada khususnya terdiri dari kedudukan dari tak berhingga banyak lokasi yang berbeda pada saat berbeda yang tak berhingga banyak -- semuanya dalam suatu interval waktu yang berhingga. Karena kita menerima tak berhingga, kita tidak menemui kesulitan argumen Zeno. Bagaimanapun juga, jika seseorang menolak tak berhingga, dia sebenarnya harus menolak kemungkinan gerakan kontinuitas.
3. Paradok Anak panah
Anak panah bergerak (karena dilepaskan dari busur) pada waktu tertentu, diam maupun tidak diam. Apabila waktu tidak dapat dibagi, panah tidak akan bergerak. Apabila waktu kemudian dibagi. Tetapi waktu juga tersusun dari setiap (satuan) saat. Jadi panah tidak dapat bergerak pada suatu saat tertentu, tidak dapat bergerak pula pada waktu. Oleh karena itu anak panah selalu diam.
Pada setiap saat, sebuah anak panah yang melayang adalah secara tepat menuju pada satu tempat tertentu. Oleh sebab itu, sebenarnya dia tidak benar-benar bergerak.
Terhadap argumen ini, kita akan membalas bahwa kenyataan bahwa anak panah tersebut menempuh jarak 0 dalam sekejap tidaklah berakibat bahwa dia menempuh jarak 0 dalam suatu interval yang terdiri dari sejumlah tak berhingga saat. Seperti setiap kalkulus yang dipelajari siswa, ada beberapa kasus yang mana 0 x ∞ = 1
4. Paradok Stadion
Paradoks tentang gerakan urutan orang duduk di dalam stadion. Urutan [AAAA] yang diam diperbandingkan dengan urutan bergerak pada tempat duduk stadion dari dua arah yang berlawanan, [BBBB]: urutan orang yang bergerak ke kiri dan [CCCC]: urutan orang duduk yang bergerak ke kanan.
Paradoks tentang stadion ini dapat digambarkan sbb.:
AAAA : urutan berhenti
BBBB : urutan bergerak ke kiri
CCCC : urutan bergerak ke kanan
Semuanya bergerak dengan kecepatan tetap/sama.
Posisi I Posisi II
A A A A A A A A
B B B B B B B B
C C C C C C C C
Posisi I:
Urutan duduk AAAA, BBBB dan CCC terletak rapi, baris dan kolom sama. Gerakan dimulai, dengan kecepatan sama, urutan BBBB dan urutan CCCC bergerak. Urutan B paling kiri melewati 2 orang: C paling kiri dan A paling kiri. Jarak B paling kiri dengan C paling kiri adalah 2 kali jarak B paling kiri dengan A paling kiri, dengan waktu yang sama.
Zeno mempertanyakan mengapa dengan waktu yang sama dan kecepatan sama ada perbedaan jarak yang ditempuh?
Menanggapi argumen ini, kita dapat melawan asumsi Zeno bahwa ada kecepatan puncak, atau kita dapat minta Teori Relativitas khusus, yang menerangkan bagaimana B dan C dapat sama-sama bergerak dengan kecepatan relatif cahaya menuju A dan belum bergerak lebih cepat daripada kecepatan cahaya relatif terhadap masing-masing yang lain.
Bentuk Umum Argumen Zeno
Pemecahan Modern
Semua orang tahu bahwa dalam dunia nyata, Achilles pasti dapat menyusul kura-kura, namun dari argumen Zeno, Achilles tidak akan pernah dapat menyusul kura-kura. Para filsuf jaman itu pun tidak mampu membuktikan paradoks tersebut, walaupun mereka tahu bahwa kesimpulan akhirnya adalah salah. “Senjata” filsuf hanya logika, dan deduksi tidaklah berguna dalam kasus ini. Semua langkah tampaknya masuk akal, dan jika semua prosedur sudah dijalani, bagaimana kesimpulan yang didapat ternyata salah?
Mereka terperangah dengan problem tersebut, tetapi tidak memahami akar permasalahan: ketakterhingga (infinite). Hal ini sama dapat terjadi apabila anda membagi sebuah mata uang menjadi 1/2, 1/4, 1/8, 1/16, 1/32, 1/64 dan seterusnya sampai tidak terhingga tetapi hasilnya akhirnya jelas, yaitu: tetap 1 mata uang. Matematikawan modern menyebut fenomena ini dengan istilah limit; angka 1/2, 1/4, 1/8, 1/16, 1/32, 1/64, 1/128 dan seterusnya mendekati angka 0 sebagai titik akhir (limit).
Angka berurutan dengan pola tertentu sampai tidak mempunyai batas akhir; mereka makin kecil dan bertambah kecil sampai tidak dapat dibedakan lagi. Orang Yunani tidak mampu menangani ketakterhinggaan. Mereka berpikir keras tentang konsep kosong (void) tetapi menolak (angka) 0 sebagai angka. Hal ini pula yang membuat mereka pernah dapat menemukan kalkulus.
Dua Paradoks Tambahan
Tidak puas dengan empat paradoks yang dilontarkan. Zeno menambahkan dua paradoks lain yang tidak kalah rumitnya.
5. Paradoks tentang tempat
Paradoks ini cukup singkat, sehingga Zeno sulit menjelaskannya. Secara garis besar dapat disederhanakan sbb.: keberadaan segala sesuatu benda (misal: batu) adalah suatu tempat tertentu (misal: meja), sedangkan tempat tertentu itupun (meja) memerlukan suatu tempat (misal: rumah) dan seterusnya sampai ketakterhinggaan.
6. Paradoks tentang bulir gandum
Apabila anda menjatuhkan sebuah karung berisi gandum yang belum dikupas kulitnya akan terdengar suara keras; tetapi suara itu adalah akibat gesekan bulir-bulir gandum dalam karung; akibatnya setiap bagian dari bulir-bulir gandum menimbulkan suara saat jatuh ke tanah. Kemudian pertimbangkanlah menjatuhkan setiap bagian dari bulir gandum itu; kita semua tahu bahwa tidak ada suara yang terdengar.
Zeno boleh mati, tetapi paradok tetap hidup
Karena kecerdikan sendiri, Zeno akhirnya menghadapi problem serius. Sekitar tahun 435 SM, dia bersekongkol untuk mengulingkan tirani Elea saat itu, Nearhus. Zeno membantu menyelundupkan senjata dan mendukung pemberontakan. Sialnya, Nearchus mengetahui skenario itu, dan Zeno akhirnya ditangkap. Berharap dapat mengungkap konspirasi itu, Zeno disiksa. Tidak tahan oleh siksaan, Zeno menyuruh para penyiksanya untuk menghentikan siksaan dan dia berjanji akan menyebutkan nama rekan-rekannya.
Ketika Nearchus mendekat, Zeno meminta agar tiran itu lebih mendekat lagi karena dia akan menyebutkan nama-nama komplotan rahasia itu langsung di telinga Nearchus. Setelah telinga ada dalam jangkauan, tiba-tiba Zeno menggigit telinga Nearchus. Nearchus menjerit-jerit kesakitan, namun Zeno menolak untuk melepaskan gigitannya. Para penyiksanya hanya dapat melepaskan gigitan Zeno dengan jalan menusuk mati Zeno. Ini adalah akhir hayat, pencipta paradoks atau guru ketakterhinggaan.
Sumbangsih
Jasa Zeno paling besar adalah pengaruhnya bagi filsafat. Sasaran ‘tembak’ Zeno adalah pluraliti dan gerak – sesuatu ditanamkan pada opini-opini geometrikal yang lazim dikenal – selain akal sehat, menyerang doktrin-doktrin Pythagorean, ternyata mampu memberi inspirasi para teori relativitas (paradoks keempat) dan fisika quantum. Kenyataannya ruang dan waktu bukanlah struktur matematika utuh (continuum). Alasan bahwa ada cara untuk melestarikan realitas gerak mengingkari bahwa ruang dan waktu terbentuk dari titik-titik.
Paradoks ini sangat terkenal, terutama paradoks Archilles dan kura-kura, kelak dipecahkan oleh Cantor. Hampir seluruh buku matematika mencantumkan nama Zeno pada indeksnya. Paradoks tidak hanya merupakan pertanyaan terhadap matematika abstrak tetapi juga pada realitas fisik. Memperkecil skala seperti halnya paradoks bulir gandum, sampai tidak dapat dibagi memicu orang “membedah” suatu benda sampai tingkat atom.
Wahyudi Abu Syamil Ramadhan
Yogyakarta, 25 Desember 2009
Daftar Pustaka
Abdul Halim Fathani. Ensiklopedi Matematika. Ar-Ruzz Media Group. Yogyakarta. 2008.
Atang Abdul Hakim & Beni Ahmad Saebani. Filasafat Umum dari Metologi sampai Teofilosofi. Pustaka Setia. Bandung. 2008
http://Matematikaku.com. Matematikawan Bengal Pencipta Banyak Paradoks
http://pmatandy.blogspot.com. Sejarah Matematika
Jan Hendrik Raper. Pengantar filsafat. Kanisius. Yogyakarta