Melafazkan
Niat Shalat (Sebelum Takbir) Dan Niat (Bersamaan Dgn Takbir ula)
A. Hukum Dalam Shalat
- Melafazdkan Niat dengan lisan
(Sebelum Takbir= sebelum shalat) adalah sunnah (tidak wajib) menurut madzab
syafei, hambali dan habafi.
Menurut pengikut mazhab Imam Malik
(Malikiyah) bahwa melafalkan niat shalat sebelum takbiratul ihram tidak
disyari’atkan kecuali bagi orang yang terkena penyakit was-was (peragu
terhadap niatnya sendiri).
- Niat (dalam hati bersamaan dengan
takiratul ula) adalah wajib.
B. Tujuan melafadzkan niat
Tujuan dari talafudz binniyah
menurut kitab-kitab fiqh ahlusunnah adalah :
1. Liyusaa’idallisaanul qalbu (“
Agar lidah menolong hati”)
2. Agar menjauhkan dari was-was
3. Keluar dari khilaf orang yang
mewajibkannya
C. Ayat – ayat Al-qur’an Dasar
Talaffudz binniyah (melafadzkan niat sebelum takbir)
- Tidaklah seseorang itu
mengucapkan suatu perkataan melainkan disisinya ada malaikat pencatat amal
kebaikan dan amal kejelekan (Al-qaf : 18).
Dengan demikian melafadzkan niat dgn
lisan akan dicatat oleh malaikat sebagai amal kebaikan.
- Kepada Allah jualah naiknya
kalimat yang baik (Al-fathir : 10).
Malsudnya segala perkataan hamba
Allah yang baik akan diterima oleh Allah (Allah akan menerima dan meridhoi
amalan tersebut) termasuk ucapan lafadz niat melakukan amal shalih (niat
shalat, haji, wudhu, puasa dsb).
D. Hadits-Hadist dasar Dasar
Talaffudz binniyah (melafadzkan niat sebelum takbir)
1. Diriwayatkan dari Abu bakar
Al-Muzani dari Anas Ra. Beliau berkata :
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ الله ُعَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ
اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلّّمَ
يَقُوْلُ لَبَّيْكَ عُمْرَةً وَحَجًّا
“Aku pernah mendengar rasulullah
Saw. Melakukan talbiyah haji dan umrah bersama-sama sambil mengucapkan : “Aku
penuhi panggilan-Mu ya Allah untuk melaksanakan haji dan umrah”.
”. (Hadith riwayat Muslim – Syarah Muslim Juz VIII, hal 216)).
Hadits ini menunjukan bahwa
Rasulullah Saw. Mengucapkan niat atau talafudz binniyah diwaktu beliau
melakukan haji dan umrah.
Imam Ibnu Hajar mengatakan dalam
Tuhfah, bahawa Usolli ini diqiyaskan kepada haji. Qiyas adalah salah satu
sumber hukum agama.
2. Hadits Riwayat Bukhari dari Umar
ra. Bahwa beliau mendengar Rasulullah bersabda ketika tengah berada di wadi
aqiq :”Shalatlah engkau di lembah yang penuh berkah ini dan ucapkanlah “sengaja
aku umrah didalam haji”. (Hadith
Sahih riwayat Imam-Bukhari, Sahih BUkhari I hal. 189 – Fathul Bari Juz IV hal
135)
Semua ini jelas menunjukan lafadz
niat. Dan Hukum sebagaimana dia tetap dengan nash juga bias tetap dengan qiyas.
3. Diriwayatkan dari aisyah ummul
mukminin Rha. Beliau berkata :
“Pada suatu hari Rasulullah Saw.
Berkata kepadaku : “Wahai aisyah, apakah ada sesuatu yang dimakan? Aisyah Rha.
Menjawab : “Wahai Rasulullah, tidak ada pada kami sesuatu pun”. Mendengar itu
rasulullah Saw. Bersabda : “Kalau begitu hari ini aku puasa”. (HR. Muslim).
Hadits ini mununjukan bahwa
Rasulullah Saw. Mengucapkan niat atau talafudz bin niyyah di ketika Beliau
hendak berpuasa sunnat.
4. Diriwayatkan dari Jabir, beliau
berkata :
“Aku pernah shalat idul adha bersama
Rasulullah Saw., maka ketika beliau hendak pulang dibawakanlah beliau seekor
kambing lalu beliau menyembelihnya sambil berkata : “Dengan nama Allah, Allah
maha besar, Ya Allah, inilah kurban dariku dan dari orang-orang yang tidak
sempat berkurban diantara ummatku” (HR Ahmad, Abu dawud dan turmudzi)
Hadits ini menunjukan bahwa
Rasulullah mengucapkan niat dengan lisan atau talafudz binniyah diketika beliau
menyembelih qurban.
E. Pendapat Imam-Imam ahlu sunnah
(sunni) mengenai melafadzkan niat
1. Didalam kitab Az-zarqani yang
merupakan syarah dari Al-mawahib Al-laduniyyah karangan Imam Qatshalani jilid
X/302 disebutkan sebagai berikut :
“Terlebih lagi yang telah tetap
dalam fatwa para shahabat (Ulama syafiiyyah) bahwa sunnat melafadzkan niat
(ushalli) itu. Sebagian Ulama mengqiyaskan hal tersebut kepada hadits yang
tersebut dalam shahihain yakni Bukhari – Muslim.
Pertama : Diriwayatkan Muslim dari
Anas Ra. Beliau berkata :
عَنْ
أَنَسٍ رَضِيَ الله ُعَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ
وَسَلّّمَ
يَقُوْلُ
لَبَّيْكَ عُمْرَةً وَحَجًّاً
“Aku pernah mendengar rasulullah
Saw. Melakukan talbiyah haji dan umrah bersama-sama sambil mengucapkan : “Aku
penuhi panggilan-Mu ya Allah untuk melaksanakan haji dan umrah”.
Kedua, Hadits Riwayat Bukhari dari
Umar ra. Bahwa beliau mendengar Rasulullah bersabda ketika tengah berada di
wadi aqiq :”Shalatlah engkau di lembah yang penuh berkah ini dan ucapkanlah
“sengaja aku umrah didalam haji”.
Semua ini jelas menunjukan lafadz
niat. Dan Hukum sebagaimana dia tetap dengan nash juga bias tetap dengan
qiyas.”
2. Berkata Ibnu hajar Al-haitsami
dalam Tuhfatul Muhtaj II/12
“Dan disunnahkan melafadzkan apa
yang diniatkan sesaat menjelang takbir agar supaya lisan dapat menolong hati
dan juga untuk keluar dari khilaf orang yang mewajibkannya walaupun (pendapat
yang mewajibkan ini) adalah syaz yakni menyimpang. Kesunatan ini juga karena
qiyas terhadap adanya pelafadzan dalam niat haji”.
3. Berkata Imam ramli dalam Nihayatul
Muhtaj Jilid I/437 :
“Dan disunnatkan melafadzkan apa
yang diniatkan sesaat menjelang takbir agar supaya lisan menolong hati dank
arena pelafadzan itu dapat menjauhkan dari was-was dan juga untuk keluar dari
khilaf orang yang mewajibkannya.”
4. DR. Wahbah zuhaili dalam kitab
Al-fiqhul islam I/767 :
“Disunnatkan melafadzkan niat
menurut jumhur selain madzab maliki.”
Adapun menurut madzab maliki
diterangkan dalam kitab yang sama jilid I/214 bahwa :
“Yang utama adalah tidak melafadzkan
niat kecuali bagi orang-orang yang berpenyakit was-was, maka disunnatkan
baginya agar hilang daripadanya keragu-raguan”.
F. Niat sebagai Rukun syahnya
Shalat
Rukun-rukun Shalat 13 (tiga belas)
perkara dengan menjadikan segala thuma’ninah yang di empat rukun itu
lazimnya satu rukun, adapun jikalau dijadikan tiap-tiap thuma’ninah yang di
empat rukun itu bahwa ia rukun sendiri-sendiri, maka jadilah bilangan rukun
Shalat itu 17 (tujuhbelas) perkara, yaitu:
- Niat di dalam hati ketika mengucapkan takbiratul ihram
(اَللهُ اَكْبَرُ)
Apabila Shalat Fardhu maka:
- wajib qashad,
artinya “sengaja aku Shalat”.
- wajib ta’ridh lilfardhiyah, artinya menyebut kata “fardhu”
- wajib ta’yin,
artinya menentukan waktu “Zhuhur” atau “Ashar” atau lainnya.
Adapun jikalau Shalat Sunnat yang
ada waktunya atau ada sebabnya, maka wajib qashad dan wajib ta’yin
saja. Sedangkan jikalau Shalat Sunnat yang tidak ada waktu dan tidak ada
sebabnya, yaitu nafal muthlaq maka wajib qashad saja, sebagian
lagi mengatakan wajib maqarinah ‘arfiyah yaitu wajib mengadakan qashad
ta’ridh ta’yin di dalam hati ketika mengucapkan اَللهُ
اَكْبَرُ (takbiratul ihram).
Artinya maqarinah ‘arfiyah
yakni dengan mengucapkan ketiga-tiganya itu di dalam hati seluruhnya, atau
beraturan maka jangan ada yang keluar daripada masa mengucapkan اَللهُ اَكْبَرُ.
Adapun jikalau Shalat berjama’ah
maka wajib hukumnya atas ma’mum menambah lagi niat مَأْمُوْمًا
(artinya mengikuti imam)
Adapun jikalau Shalat Jum’at maka
wajib hukumnya atas imam menambah niat اِمَامًا artinya
menjadi imam.
Sedangkan pada Shalat yang lain
seperti Shalat Zhuhur atau Ashar atau lainnya, maka hukumnya Sunnah bagi imam
niat اِمَامًا.
G. Kesimpulan
Lihatlah bagaimana fatwa dari imam
mujtahid dari madzab syafei, hambali dan hanafi bahwa melafadzkan niat adalah
sunnah. Sedangkan menurut madzab maliki disunnahkan bagi orang yang berpenyakit
was-was.
Hati-hati dengan ucapan fitnah
pemecah barisan sunni yakni golongan anti madzab wahhaby yang menebarkan isu
khilafiah dan mereka mengambil fatwa bertentangan dengan pegangan majority
ummat sunni agar ummat terjauh dari mengikuti ulama yang haq dan terjauh dari
kitab imam –imam sunni.
Rujukan :
- Al –ustadz Haji Mujiburrahman,
Argumentasi Ulama syafei’yah terhadap tuduhan bid’ah, mutiara ilmu Surabaya.
- DR. Wahbah zuhaili, kitab
Al-fiqhul islam, Jilid I/214
- DR. Wahbah zuhaili, kitab
Al-fiqhul islam, Jilid I/767
- Imam ramli, KitabNihayatul
Muhtaj, Jilid I/437
- Ibnu hajar Al-haitsami dalam
Tuhfatul Muhtaj II/12
- Imam Qatshalani, Kitab Az-zarqani,
jilid X/302
- Imam bukhari, Kitab Shahih
Bukhary, Jilid I/189
- Imam Muslim, Kitab Shahih Muslim,
Jilid VIII/216
Abu Haidar, Alumni Ponpes
Darussa’adah, Gunung Terang, Bandar Lampung
Untuk akh Rendy, maaf ana belum sempat menulis
sendiri pandangan ana tentang talafudz binniyah (melafazkan niat sebelum
shalat). Tapi berikut ana postingkan tulisan dari http://salafytobat.wordpress.com. Semoga bermanfaat.
Yogyakarta, 15 Rajab 1431 H/27 Juni 2010
Wahyudi Abu Syamil Ramadhan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar