SISTEM PERGAULAN DALAM ISLAM
Oleh: Wahyudi Abu Syamil Ramadhan
Pendahuluan
Dari Abu Hurairah ra. Nabi bersabda:
« وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْراً بِشِبْرٍ وَذِرَاعاً بِذِرَاعٍ وَبَاعاً فَبَاعاً حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَدَخَلْتُمُوهُ ». قَالُوا وَمَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَهْلُ الْكِتَابِ قَالَ « فَمَه
Artinya: Demi zat yang jiwaku berada ditangan-Nya, kalian pasti akan mengikuti jalan hidup orang-orang sebelum kalian, jengal demi jengkal, hasta demi hasta, depa demi depa. Hingga seandainya mereka masuk kelubang biawakpun tentulah kalian akan mengukitinya. Sahabat kemudian bertanya siapa mereka ya Rasul apakah ahlul kitab? Nabi bersabda: ya benar (HR. Ahmad)
Nabi juga bersabda dalam sebuah hadist dari Abu Umamah al Bahili:
لَيُنْقَضَنَّ عُرَى الإِسْلاَمِ عُرْوَةً عُرْوَةً فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةٌ تَشَبَّثَ النَّاسُ بِالَّتِى تَلِيهَا وَأَوَّلُهُنَّ نَقْضاً الْحُكْمُ وَآخِرُهُنَّ الصَّلاَةُ
Artinya: sungguh, simpul islam akan terlepas simpul demi simpul. Setiap kali terlepas satu simpul maka manusia berpegang pada simpul selanjutnya (demikian seterusnya,penj). Simpul yang pertama lepas adalah kekuasaan (Negara khilafah,penj) dan yang terakhir adalah shalat. (HR. Muslim)
Demikian gambaran umat Islam saat ini. Sebagaimana khabar nubuwah di atas. Sejak runtuhnya khilafah Islam di Turki pada tahun 1924 maka satu persatu simpul Islam terlepas. Diantara simpul Islam adalah aturan pergaulan antara laki-laki dan perempuan.
Islam sebagai sebuah agama dan ideologi yang sempurna tidak difahami dengan baik oleh umatnya. Akibatnya tata pergaulan mereka hanya menjadi pengekor kebudaayaan Barat yang berlandaskan kebebasan. Akibatnya hari ini kita saksikan banyak muslimah tanpa risih membuka dan memamerkan auratnya. laki-laki dan perempuan tinggal ditempat khusus berdua-duaan dengan dalih belajar bersama, menjalin ikatan illegas yang mereka sebut pacaran, pergaulan bebas dan sederet perilaku amoral lainnya. Ironisnya masyarakat menilai hal ini satu hal yang biasa.
Oleh karena itulah menjadi hal yang teramat penting untuk memahami hokum-hukum islam dalam aspek pergaulan antara laki-laki dan perempuan.
Memahami makna kehidupan Umum dan khusus
Islam membagi dua macam kehidupan (tempat). Yaitu tempat umum dan tempat khusus. tempat umum adalah tempat dimana siapapun boleh memasukinya tanpa izin khusus dari pemiliknya. Seperti sekolah, kampus, rumah sakit, jalan raya, lapangan, pasar, angkutan umum dan sebagainya. Sedangkan tempat khusus adalah tempat dimana orang biasa melakukan aktivitas khusus dan untuk memasukinya harus dengan izin pemiliknya. Seperti rumah pribadi, mobil pribadi, sepeda motor, kamar kos dan sebagainya. Dalil pembagian ini adalah firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتاً غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّى تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَى أَهْلِهَا ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu selalu ingat." (An Nuur: 27).
Dalam ayat ini Allah SWT melarang manusia untuk memasuki rumah orang lain kecuali seizin penghuninya. Allah SWT juga menganggap masuk tanpa izin sebagai tindakan liar, sedangkan izin sebagai tindakan sopan. Allah SWT berfirman "hatta tasta-nisu" menunjukkan permintaan izin, karena untuk mencapai isti'nas harus dengan izin, yaitu hingga diberi izin oleh penghuni rumah. Imam Thabrani telah meriwayatkan sebuah hadits, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
"من أدخل عينه في بيت من غير إذن أهله فقد دمره"
"Siapa saja yang mengarahkan pandangannya (mengintip) ke dalam rumah tanpa seizin penghuninya, maka sesungguhnya ia telah menghancurkannya."
Memahami pola interaksi manusia
Bila kita mengkaji fakta interaksi diantara manusia maka akan kita dapati 3 klasifikasi berikut:
1. Berkumpul (ijtima’), yaitu berkumpulnya manusia di satu tempat tertentu. Tapi yang terjadi hanya berkumpul tanpa ada interaksi atau komunikasi. Contohnya, berkumpulnya laki-laki dan perempuan untuk melaksanakan shalat berjama’ah di masjid
2. Berinteraksi (‘alaqat), yaitu terjadinya komunikasi antara laki-laki dan perempuan tanpa terjadi pertemuan fisik. Contohnya menelpon, chatting, sms, face book, dan sebagainya
3. Gabungan keduanya, yaitu berkumpul dan berinteraksi sekaligus (ikhtilath). Aktivitas inilah yang banyak terjadi sekaligus paling banyak menimbulkan masalah. Contohnya dalam pendidikan, transaksi bisnis, peradilan, dan sebagainya
Memahami system pergaulan pergaulan
Secara etimologi system pergaulan (an nidzham al ijtima’i) adalah:
النظام الذي يُبيِّن تنظيم اجتماع المرأة بالرجل والرجل بالمرأة، وينظم علاقة المرأة بالرجل والرجل بالمرأة الناشئة عن اجتماعهما، لا عن مصالحهما في المجتمع، ويبيِّن كل ما يتفرع عن هذه العلاقة
sistem yang mengatur pergaulan pria dan wanita atau sebaliknya serta mengatur hubungan/interaksi yang muncul dari pergaulan tersebut dan segala sesuatu yang tercabang dari hubungan tersebut.
Didalamnya mencakup perkara pola interaksi laki-laki dan perempuan, hokum seputar memandang lawan jenis, pakaian penutup aurat, perkawinan, talak, hokum-hukum khusus bagi wanita, perwalian dan sebagainya. tapi dalam kesempatan ini sebagian saja yang kami bahas. Khususnya pola interaksi laki-laki dan perempuan.
Mengenai pola interaksi laki-laki dan perempuan, dapat kita lihat dari matrik berikut:
Tempat/jenis interaksi Ijtima’ ‘alaqat ikhtilath
Tempat umum Mubah Jenis interaksi ini tidak dipengaruhi oleh tempat. Tapi yang menjadi tolak ukur adalah aktivitas apa yang dibicarakan. Apa bila hal-hal yang haram maka hukumnya haram Boleh bila jenis interaksinya dibolehkan seperti jual beli, pengajaran, peradilan dsb. Haram bila interaksinya haram seperti berdua-duaan
Tempat khusus Haram Hukum asalnya haram. Menjadi boleh apabila interaksinya yang dibolehkan dan perempuan disertai dengan mahramnya
Hokum asal interksi laki-laki dan perempuan adalah terpisah. Dan diperbolehkan berinteraksi apabila ada dalil khusus yang membolehkan. Ketentuan tersebut merupakan ketetapan berdasarkan sekumpulan hukum Islam (majmu’ al-ahkam) yang berkaitan dengan pria, wanita, atau kedua-duanya; juga diambil dari seruan al-Quran kepada kaum wanita dalam kedudukannya sebagai wanita dan kepada kaum pria dalam kedudukannya sebagai pria. Dalam salah satu potongan ayat-Nya, Allah SWT berfirman:
إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيراً وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْراً عَظِيماً
Artinya: Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu'min , laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta'atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu', laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. (TQS al-Ahzâb [33]: 35)
Adapun sekumpulan dalil al-Quran dan as-Sunnah yang mendasari pemisahan ini, dengan menelitinya akan kita dapati bahwa Allah SWT telah mewajibkan wanita memakai jilbab jika hendak keluar rumah. Allah telah menjadikan wanita seluruhnya adalah aurat selain wajah dan dua tekapak tangannya. Allah mengharamkan wanita untuk memperlihatkan perhiasannya terhadap selain mahram-nya. Allah pun telah melarang kaum pria melihat aurat wanita, meskipun hanya sekadar rambutnya. Allah juga telah melarang para wanita bepergian, meskipun untuk haji, jika tidak disertai mahram. Di samping itu, kita akan menemukan pula Allah telah melarang seseorang untuk memasuki rumah orang lain, kecuali dengan seizin penghuninya. Kita pun akan menemukan bahwa, Allah tidak mewajibkan kaum wanita melakukan
shalat berjamaah, shalat Jumat, atau pun berjihad. Sebaliknya, Allah mewajibkan semua aktivitas tersebut bagi kaum pria. Allah juga telah mewajibkan kaum pria bekerja dan mencari penghidupan, tetapi allah tidak mewajibkan hal itu atas kaum wanita.
Seluruh fakta-fakta di atas telah menjadi dalil, di samping fakta bahwa Rasulullah SAW telah memisahkan kaum pria dari kaum wanita, dan menjadikan shaf-shaf kaum wanita di masjid berada di belakang shaf-shaf kaum pria. Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas bin Malik RA bahwa neneknya Malikah pernah mengundang Rasulullah SAW untuk menikmati jamuan makanan yang dibuatnya. Lalu Rasulullah SAW memakannya kemudian berkata:
"قوموا فلأصل لكم. . . إلى أن قال: فقام رسول الله - صلى الله عليه وسلم - وصففت أنا واليتيم وراءه والعجوز من ورائنا"
Berdirilah kamu agar aku mendoakan bagi kamu…” hingga perkataan Anas bin Malik, ”Maka berdirilah Rasulullah SAW dan berbarislah aku dan seorang anak yatim di belakang beliau, dan seorang perempuan tua di belakang kami.”
Pada saat keluar dari masjid, Rasulullah SAW memerintahkan kaum wanita keluar lebih dulu kemudian disusul oleh kaum pria sehingga kaum wanita terpisah dari kaum pria. Imam Bukhari meriwayatkan dari Hindun binti Al-Harits dari Ummu Salamah isteri Nabi SAW:
"أن النساء في عهد رسول الله - صلى الله عليه وسلم - كنّ إذا سلّمن من المكتوبة قمن، وثبت رسول الله - صلى الله عليه وسلم - ومن صلى من الرجال ما شاء الله، فإذا قام رسول الله - صلى الله عليه وسلم - قام الرجال"
Bahwa kaum wanita pada masa Rasulullah SAW jika telah mengucapkan salam dari shalat wajib, mereka berdiri. Rasulullah SAW dan kaum pria diam di tempat selama waktu yang dikehendaki
Allah. Maka jika Rasulullah SAW berdiri, berdirilah kaum pria.”
Mengenai pengajaran Rasulullah SAW di masjid, seorang wanita berkata kepada beliau,
يا رسول الله، غلبنا عليك الرجال فاجعل لنا يوماً
“Kami telah dikalahkan oleh kaum pria untuk belajar padamu. Karena itu, hendaklah engkau menyediakan satu hari buat kami” (HR Bukhari, dari Abu Sa’id Al-Khudri RA).
Atas dasar ini, pemisahan kaum pria dari kaum wanita dalam kehidupan Islam adalah wajib. Pemisahan keduanya dalam kehidupan khusus adalah pemisahan yang total, kecuali dalam perkara-perkara yang dibolehkan oleh syariah.
Adapun dalam kehidupan umum, hukum asalnya adalah terpisah dan tidak boleh ada interaksi antara pria dan wanita. Kecuali pada perkara-perkara yang telah dibolehkan syariah, di mana syariah telah membolehkan, atau mewajibkan, atau menyunnahkan suatu aktivitas untuk wanita; serta pelaksanannya menuntut adanya interaksi dengan pria. Baik interaksi ini terjadi dengan tetap adanya pemisahan, seperti di dalam masjid, atau dengan adanya ikhtilâth (campur-baur), sebagaimana dalam aktivitas ibadah haji atau jual-beli.
Penutup
Demikianlah sebagian aturan system pergaulan dalam Islam. Masih banyak hal lain yang harus kita perdalam agar hidup kita selaras dengan ketentuan dari Allah dan rasul-Nya. Selain itu, kita saksikan betapa saat ini umat Islam begitu jauh dari pengamalan Islam. Factor terbesarnya adalah tidak adanya institusi pelaksana syariat ini, yaitu sebuah Negara seperti Negara yang pernah dibangun Nabi saw, khulafa rasyidin dan para khalifah sesudahnya hingga runtuhnya khilafah Turki Ustmani pada tahun 1924. Maka perjuangan untuk menegakannya adalah sebuah keniscayaan. Dan siapapun yang lalai dariperjuangan untuk menegakannya maka dia akan menaggung dosa besar. Sebagaimana hadist Nabi:
ومن مات وليس في عنقه بيعة مات ميتة جاهلية
Artinya: dan siapa saja yang meninggal tanpa ada bai’at (khalifah) dipundaknya maka dia mati bagaikan mati jahiliyah (HR. Muslim)
Sementara khilafah pasti berdiri. Karena berdirinya khilafah yang kedua merupakan Janji Allah yang pasti akan terjadi dan bisyarah (kabar gembira) dari Nabi saw. Allah berfirman:
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ
Artinya: Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa (TQS. Al Ahzab [33]: 55)
Nabi juga bersabda:
تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكاً عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكاً جَبْرِيَّةً فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ نُبُوَّةٍ ». ثُمَّ سَكَتَ
Artinya: akan ada pada kalian masa kenabian. Dengan kehendak Allah masa itu akan tetap ada. Kemudian mengangkatnya jika dia berkehendak untuk mengangkatnya. Kemudian aka nada masa khilafah yang mengikuti metede kenabian. Masa ini akan tetap ada selama Allah menghendakinya kemudian mengangkatnya jika Dia menghendakinya. Kemudian akan ada masa penguasa yang dzalim (مُلْكاً عَاضًّا). Akan tetap ada selama Allah menghendakinya kemudian mengangkatnya jika Dia menghendakinya. Kemudian akan ada masa penguasa yang dictator (مُلْكاً جَبْرِيَّةً). Akan tetap ada selama Allah menghendakinya kemudian mengangkatnya jika Dia menghendakinya. Kemudian akan muncul khilafah yang mengikuti metode kenabian (خِلاَفَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ نُبُوَّةٍ). Kemudian Nabi diam (HR. Ahmad no. 18903)
Wallahu ‘alam bishawab
Yogyakarta, 30 Rabi’ul awwal 1431 H/ 16 Maret 2010
Maraji’:
1. Al qur’anil Kariim
2. Musnad Imam Ahmad
3. An Nidzam al Ijtima’i
Tidak ada komentar:
Posting Komentar