Minggu, 07 Maret 2010

Bid’ahkah salaman setelah shalat fardhu?
Jawab:
Kebiasaan bersalaman setelah shalat memang tidak pernah terjadi pada masa nabi saw. Tapi hal ini tidak serta merta menjadi bid’ah. Alasannya:




1. Sesuatu yang tidak dilakukan nabi tidak otomatis dilarang, dengan kata lain tidak otomatis bid’ah. Hal ini berdasarkan kaidah:
ان عدم فعله لشيء لا يدل على النهي عنه ولا يجب الاقتداء به
Artinya: tidak adanya perbuatan Nabi saw tidak menunjukan bahwa hal terbut dilarang melakukannya maka tidak wajib mentauladani pada hal tersebut

2. Memang benar telah terjadi perbedaan dalam mendefinisikan bid’ah. Namun kami mengambil definisi bid’ah sebagai berikut: Penyimpangan perintah asy-Syâri’ yang untuknya dinyatakan tata cara penunaiannya. Yang dimaksud dinyatakan tata cara penunaiannya misalnya perkara ibadah yang sudah jelas tatacaranya dan bersifat tauqifi. Oleh karena itu jika orang bersujud tiga kali di dalam shalatnya, bukannya dua kali saja, maka itu bid’ah. Siapa saja yang melempar jumrah di Mina sebanyak delapan lemparan bukannya tujuh lemparan maka ia telah melakukan bid’ah. Bersalaman setelah shalat bukanlah perkara yang masuk dalam lingkup ibadah. Sehingga menyatakan bid’ah untuk perkara seperti ini tentu kurang akurat alias salah alamat
3. Terdapat hadist-hadist umum yang menganjurkan untuk bersalaman setiap kali bertemu dan berpisahnya dua orang muslim. Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَفْتَرِقَا.
“Tidaklah dua orang muslim bertemu, lalu keduanya berjabatan tangan, kecuali akan diampuni keduanya sebelum berpisah”. [HR. Abu Dawud dalam As-Sunan (5212), At-Tirmidziy dalam As-Sunan (2727), Ahmad dalam Al-Musnad (4/289), dan lainnya. Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Shohih At-Targhib (3/32/no.2718)]
إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا لَقِيَ الْمُؤْمِنَ وَأَخَذَ بِيَدِهِ فَصَافَحَهُ تَنَاثَرَتْ خَطَايَاهُمَا كَمَا يَتَنَاثَرُ وَرَقُ الشَّجَرُ.
“Sesungguhnya seorang mukmin jika bertemu dengan seorang mukmin, dan mengambil tangannya, lalu ia menjabatinya, maka akan berguguran dosa-dosanya sebagaimana daun pohon berguguran”. [HR. Ath-Thobroniy dalam Al-Ausath (245). Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Shohih At-Targhib (no.2720)]
كَانَ أَصْحَابُ النَّبِيِّ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا تَلاَقَوْا تَصَافَحُوْا وَإِذَا قَدِمُوْا مِنْ سَفَرٍ تَعَانَقُوْا.
“Dulu para sahabat Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, apabila mereka bertemu, maka mereka berjabatan tangan. Jika mereka datang dari safar, maka mereka berpelukan”. [HR. Ath-Thobroniy dalam Al-Ausath. Hadits ini di-hasan-kan oleh Al-Albaniy dalam Shohih At-Targhib (2719)]
Kebiasaan bersalaman setelah shalat fardhu adalah waktu dimana jama’ah shalat akan berpisah setelah melaksanakan shalat berjama’ah. Maka tentu hal ini tidak bertentangan dengan sunnah, bahkan dianjurkan. Dalam konteks inilah imam Nawawi berpendapat bahwa bersalaman setelah shalat fardhu masuk dalam cakupan keumuman hadist diatas.

وأما ما اعتاده الناس من المصافحة بعد صلاتي الصبح والعصر فلا أصل له في الشرع علي هذا الوجه ولكن لا بأس به فان أصل المصافحة سنة
Adapun kebiasaan orang yang bersalaman setelah shalat subuh dan ashar maka hal itu tidak ada dalilnya (dalil khusus, penj) akan tetapi hal ini tidak apa-apa (boleh) karena hokum asal bersalaman adalah sunnah (al majmu’ juz 4/633)
Kebiasaan bersalaman setelah shalat fardhu awalnya terbatas hanya pada shalat ashar dan subuh. Tentu juga tidak ada masalah apabila dilakukan pada shalat-shalat yang lain. Sekali lagi berdasarkan keumuman hadist-hadist di atas.
Kesimpulan: bersalaman setelah shalat fardhu tidaklah bid’ah berdasarkan keumuman hadist-hadist yang menganjurkannya. Hal ini juga tidak termasuk dalam cakupan ibadah mahdhah. Wallahu ‘alam bi shawab

Yogyakarta, 6 Maret 2010
Wahyudi Abu Syamil Ramadhan (081251188553)



Tidak ada komentar: