Rabu, 29 September 2010

Hukum Menikahi wanita ahlul kitab


Hukum Menikahi wanita ahlul kitab
Dalam kitab an nizham al ijtima’I fil islam terdapat penjelasan sebagai berikut:
وبيانه أن الله سبحانه وتعالى أجاز للمسلم أن يتزوج المرأة الكتابية: يهودية، أو نصرانية، لأن الله تعالى يقول: {الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ حِلٌّ لَّكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلُّ لَّهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلاَ مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ } فالآية صريحة في أن المحصنات من الذين أوتوا الكتاب حلال للمسلمين، وأجورهن مهورهن، ويجوز للرجل المسلم أن يتزوج المرأة الكتابية، عملاً بهذه الآية. إذ ذكرت أن المحصنات من الذين أوتوا الكتاب حل للمسلمين، أي زواجهن حل لكم.
Penjelasannya adalah bahwa  Allah SWT telah memperbolehkan pria Muslim untuk mengawini wanita Ahlul Kitab, yaitu wanita Yahudi atau Nasrani, karena Allah SWT berfirman:
“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi al-kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik.” (TQS al-Mâ’idah [5]: 5)

Ayat ini gamblang menyatakan bahwa wanita-wanita Ahlul Kitab yang senantiasa menjaga kehormatannya adalah halal untuk dikawini oleh pria Muslim. Makna ujûrahunna adalah muhûrahunna (mahar-mahar mereka). Maka seorang pria muslim boleh mengawini wanita Ahlul Kitab baik Yahudi maupun Nashrani, sebagai pelaksanaan ayat tersebut. Sebab, ayat tersebut telah menyebutkan bahwa wanita-wanita Ahlul Kitab yang senantiasa menjaga kehormatan adalah halal bagi pria Muslim. Artinya menikahi wanita-wanita Ahlul Kitab yang menjaga kehormatannya itu adalah halal bagi kalian.

Mengenai penafsiran  surah al maidah di atas, khususnya pada redaksi وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ berikut kami kutipkan pendapat beberapa mufassir.

Para ahli tafsir dan ulama berbeda pndapat pada firman Allah  (وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ ) apakah bermakna umum untuk seluruh kitabiyah (wanita ahlul kitab) yang menjaga kehormatan baik yang merdeka maupun budak? (Tafsir al quranil adhim Imam Ibnu Katsir juz 3 hal 42). Sebagian besar ulama hanya membolehkan menikahi ahlul kitab yang merdeka dan mengharamkan menikahi budaknya (tafsir ath thabari 9/58, Fathul qadhir 2/274, tafsir al Baghawi 3/19) . Alasanya karena Allah mensyaratkan menikahi budak beriman, Allah berfirman:

وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ مِنْكُمْ طَوْلا أَنْ يَنْكِحَ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ فَمِمَّا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ مِنْ فَتَيَاتِكُمُ الْمُؤْمِنَاتِ
Dan barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki.( QS. An Nisa: 25)
وحكى ابن جرير عن طائفة من السلف أن هذه الآية تعمّ كل كتابية حرةّ أو أمة
Sedangkan sebagian yang lain menyataan bolehnya menikahi wanita ahlul kitab yang menjaga kehormatan, baik merdeka maupun budak, berdasarkan keumuman ayat 5 surah al maidah (tafsir ath thabari 9/584). Ibnu jarir menceritakan dari sekelompok ulama salaf yang menafsiri muhshanah dengan al’afifah (menjaga kehormatan). (Tafsir al quranil adhim Imam Ibnu Katsir juz 3 hal 42). Dalam fathul qadhir bahkan terdapat penegasan bahwa keumuman ayat ini berlaku terhadap seluruh wanita ahlul kitab baik merdeka maupun budak (fathul qadhir, 2/274)

Ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud ahlul kitab adalah al israiliyat (orang-orang israil). Ini adalah pendapat mazhab syafi’ie (Tafsir al quranil adhim Imam Ibnu Katsir juz 3 hal 42). Abdullah bin ‘Umar tidak membolehkan menikahi wanita nasrani dengan alasan aku tidak mengetahui kesyirikan terbesar dari mengatakan bahwa tuhannya adalah ‘Isa (لا أعلم شركا أعظم من أن تقول: إن ربها عيسى ) , padahal Allah berfirman:
وَلا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ
dan janganlah kalian menikahi wanita-wanita yang musyrik hingga mereka beriman.(QS. Al Baqarah: 221)
Pendapat Ibnu ‘Umar ini adalah pendapat yang lemah karena beberapa alas an:
1.     Mengapa larangan hanya dikhususkan pada wanita nashrani. Padahal jika mengunakan alasan yang sama wanita Yahudi juga melakukan kesyirikan yang besar karena menganggap ‘Uzair anak Allah. Allah berfirman:
وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللَّهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللَّهِ ذَلِكَ قَوْلُهُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ يُضَاهِئُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ
Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan orang-orang Nasrani berkata: "Al Masih itu putera Allah". Demikianlah itu ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka , bagaimana mereka sampai berpaling? (at Taubah:31)
2.     Surat al baqarah 221 telah ditakhshish oleh surah al maidah ayat 5 ini. Ibnu Abi Hatim berkata, ayahku telah menceritakan kepada kami, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Hatim bin Sulaiman al Muaddib, telah menceritakan kepada kami al qaashim bin Malik, telah menceritakan Ismail bin Sami’ dari abi malik al ghifari dari Ibnu ‘Abbas, dia berkata: ketika turun ayat { وَلا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ “dan janganlah kalian menikahi wanita-wanita musyrik hingga mereka beriman” . Ibnu ‘abbas menjelaskan: maka manusia (sahabat) menjauhi (dari menikahi) wanita-wanita musyrik hingga turun ayat sesudahnya وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ  “dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelum kamu”  maka manusia (sahabat) menikahi sebagian wanita ahlul kitab

Sungguh sekelompok sahabat telah menikahi wanita nasrani dan mereka tidak memandang ada masalah dalam hal tersebut. Mereka berargumen dengan ayat ke 5 dari surah al maidah ini. Mereka menjadikan ayat ini sebagai pengkhusus (takhshis) dari surah al baqarah ayat 221. (Tafsir al quranil adhim Imam Ibnu Katsir juz 3 hal 42).
3.     Allah terkadang membedakan antara ahli kitab dengan orang-orang musyrik. Berkenaan tentang hal ini Ibnu Katsir menyatakan:
Jika dikatakan masuknya wanita ahlul kitab pada keumuman, maka tidak ada pertentangan antara kedua ayat ini karena pada konteks yang lain ahlul kitab terkadang dibedakan dalam penyebutanya dari orang-orang musyrik. Sebagaimana firman Allah:
لَمْ يَكُنِ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ مُنْفَكِّينَ حَتَّى تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ
Orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata. (QS. surah al bayyinah ayat 1)
dan firman Allah:
وَقُلْ لِلَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ وَالأمِّيِّينَ أَأَسْلَمْتُمْ فَإِنْ أَسْلَمُوا فَقَدِ اهْتَدَوْا
Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al Kitab dan kepada orang-orang yang ummi: "Apakah kamu (mau) masuk Islam". Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk ( QS. ali ‘Imran: 20)

Dikatakan juga bahwa maksud ahlul kitab adalah ahlu dzimmah bukan yang al harbiyat (diperangi). Berdasarkan firman Allah:
قَاتِلُوا الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلا بِالْيَوْمِ الآخِرِوَلا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ
Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk. (QS. At Taubah: 29).

Ini adalah pendapat Ibnu ‘Abbas, beliau menyatakan:
فمن أعطى الجزية حل لنا نساؤه ومن لم يعطها فلا يحل لنا نساؤه
Maka siapa saja yang membayar jizyah maka wanita-wanita halal bagi kita dan yang tidak membayar jizyah maka perempuannya tidak halal bagi kita (tafsir al Baghawi 3/19).

sedangkan sebagian ahli tafsir membolehkan menikahi wanita ahlul kitab secara umum, meskipun bukan ahlu dzimmah (tafsir al Baghawi 3/19). Alasannya karena zhahir ayat pada surah al maidah yang bersifat umum, yaitu berlaku bagi ahlul dzimmah maupum ahlul harbi (tafsir al alusi, 4/383)

lebih jauh tentang pengertian al muhshanat, dijelaskan Imam ath thabari mengutip pendapat Abu Ja’far yang menyatakan:
وهم اليهود والنصارى الذين دانوا بما في التوراة والإنجيل من قبلكم
Mereka adalah wanita yahudi dan nashrani yang dekat dengan apa yang ada dalam taurat dan injil sebelum kalian.(tafsir ath thabari, 9/581)
Sedangkan asy sya’bi menyatakan:
إحصان الكتابية أن تستعف من الزنا وتغتسل من الجنابة.
Wanita ahlul kitab yang menjaga kehormatan adalah yang menjaga diri dari berzina dan mandi dari janabah  (Al baghawi, 3/19)

Wallahu ‘alam bi shawab
Kalua, Tanjung, Kalsel 5 Syawwal 1431 H
Abu Syamil Ramadhan

Tidak ada komentar: