Rabu, 31 Maret 2010

i'lan (pemberitahuan)

ass. Mohon maaf apabila ada beberapa pertanyaan yang masuk belum sempat ana jawab. karena beberapa alasan: keterbatasan ilmu, sehingga ana harus kaji dulu, kesibukan kuliah yang semakin padat dan 2 hari yang lalu ana sempat sakit sehingga perlu istirahat total. semoga bisa lebih baik di waktu yang akan datang. jazakumullah khairan jaza. Wahyudi Abu Syamil Ramadhan



Jumat, 26 Maret 2010

TAFSIR SURAH AL BAQARAH AYAT 8
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آَمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِينَ
Artinya: Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian ," pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. (QS. Al Baqarah: 8)

Ayat ini merupakan ayat pertama dalam surah al Baqarah yang menjelaskan kareakter orang –orang munafik. Setelah sebelumnya menjelaskan tentang sifat-sifat orang yang beriman dan disusul dengan sifat dan karekater orang-orang kafir. Imam asy Syaukani menegaskan bahwa orang-orang munafik tidak dapat digolongkan dalam kelompok orang-orang yang beriman ataupun orang kafir. Hal ini karena orang-orang munafik secara penampakan seakan-akan seperti orang beriman akan tetapi apa yang tersembunyi dihati mereka bagaikan oaring kafir. (lihat fathul qadir)
Imam thabari dalam kitab tafsirnya menyatakan:
وأجمعَ جميع أهل التأويل على أنّ هذه الآية نزلت في قوم من أهلِ النِّفاق، وأن هذه الصِّفة صِفتُهم.
Telah menjadi kesepakatan semua ahli takwil (tafsir) bahwa ayat ini turun berkenaan dengan ahlu an nifaq dan bahwasanya sifat sifat (yang dijelaskan pada ayat-ayat selanjutanya) adalah mengenai sifat mereka. (lihat tasir at Thabari)
Ibnu ‘Abbas ra juga menyatakan bahwa yang dimaksud dalam ayat ini adalah orang munafik dari kalangan ‘aus dan khajraj (dua suku di Madinah) dan siapa saja yang diatas urusan mereka. Maksudnya orang-oarang Yahudi yang tinggal di Madinah yaitu bani Qainuqa’, bani nadhir dan bani quraidzah.
Imam Ibnu katsir menjelaskan tentang definisi nifaq.
النفاق: هو إظهار الخير وإسرار الشر
An-nifaq adalah menampakan kebaikan dan merahasiakan keburukan
Selanjutnya beliau menjelaskan bahwa nifaq terbagi menjadi dua yaitu nifaq dalam konteks keimanan (I’tiqadi) dan dalam konteks amal perbuatan. Nifaq dalam konteks ini adalah dalam konteks keimanan. Hal ini diperkuat dalam banyak ayat. Antara lain Allah berfirman:
إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ [المنافقون: 1]
Artinya: Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah".(QS. Al Munafiqun: 1)

Pernyataan diatas hanya diucapkan pada saat mereka dihadapan Rasul, tapi apa yang ada dihati mereka sebaliknya. Kedustaan mereka ini Allah tegaskan dengan firmannya:
وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ
Artinya: dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta. (QS. Al Munafiqun: 1)

Persis dengan pengingkaran Allah saat mereka mngatakan “kami beriman kepada Allah dan hari Akhir’ Allah SWT langsung menampik dengan firmannya:
وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِينَ
Artinya: pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. (QS. Al Baqarah: 8)

Mereka tidak hanya mendustai Allah dan rsul-Nya yang mereka tapi juga orang-orang yang beriman, Allah berfirman:
وَإِذَا لَقُواْ الَّذِينَ آمَنُواْ قَالُواْ آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْاْ إِلَى شَيَاطِينِهِمْ قَالُواْ إِنَّا مَعَكْمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ
Artinya: Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: "Kami telah beriman". Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka , mereka mengatakan: "Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok." (QS. Al Baqarah: 14)

Demikianlah nifaq I’tiqadi yang dilakukan orang-orang munafik. Oleh karena itu wajar bila Allah akan menyiksa mereka dengan menempatkan mereka dikerak neraka jahannam. Allah berfirman:
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الأسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا } [النساء: 145]
Artinya: Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka. (QS. An Nisa: 145). Wallhu ‘alam bishawab
Yogyakarta, 27 Maret 2010
Abu Syamil Ramadhan (081251188553)




Rabu, 24 Maret 2010

Soal:
Bolehkah menasihati penguasa di tempat umum, baik secara langsung maupun melalui demonstrasi?

Jawab:
Nasihat adalah hak setiap orang,

mulai dari rakyat jelata hingga para penguasa. Artinya, mereka mempunyai hak untuk dinasihati. Sebaliknya, nasihat menjadi kewajiban bagi setiap mukallaf, tatkala menyaksikan kemungkaran atau kezaliman yang dilakukan oleh orang lain; baik pelakunya penguasa maupun rakyat jelata. Inilah yang dinyatakan dalam hadis Nabi saw.:
«الدِّينُ النَّصِيحَةُ، ِللهِ وَلِرَسُولِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ»
Agama adalah nasihat; untuk Allah, Rasul-Nya, para pemimpin kaum Muslim, dan orang-orang awam. (HR al-Bukhari dan Muslim).
Karena itu, nasihat sebagai upaya mengubah perilaku mungkar atau zalim orang lain, baik penguasa maupun rakyat jelata, sesungguhnya tidak dapat dilepaskan dari konteks dakwah bi al-lisân (melalui lisan maupun tulisan), sebagaimana sabda Nabi saw.:
«مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ»
Siapa saja yang menyaksikan kemungkaran, hendaknya mengubahnya dengan tangan-nya. Jika tidak mampu, hendaknya dengan lisannya. (HR Muslim).
Inilah yang dilakukan oleh para ulama Salaf ash-Shalih terdahulu, seperti Abdullah bin Yahya an-Nawawi kepada Sultan Badruddin. Dalam Tahdzib al-Asma’ karya Abu Yahya Muhyiddin bin Hazzam disebutkan, tatkala Abdullah bin Yahya an-Nawawi mengirim surat kepada Sultan Badruddin, dan Baginda menjawab suratnya dengan marah dan nada ancaman, ulama ini pun menulis surat kembali kepada Baginda, “Bagiku, ancaman itu tidak akan mengancam diriku sedikitpun. Aku pun tidak akan mempedulikannya dan upaya tersebut tidak akan menghalangiku untuk menasihati Sultan. Sebab, aku berkeyakinan, bahwa ini adalah kewajibanku dan orang lain, selain aku. Adapun apa yang menjadi konsekuensi dari kewajiban ini merupakan kebaikan dan tambahan kebajikan.”1
Jenis kemungkaran yang hendak diubah, dilihat dari aspek bagaimana pelakunya melakukan kemungkaran tersebut dapat diklasifikasikan menjadi dua:
Pertama, kemungkaran yang dilakukan secara diam-diam, rahasia, dan pelakunya berusaha merahasiakannya.
Kedua, kemungkaran yang dilakukan secara terbuka, demonstratif, dan pelakunya tidak berusaha untuk merahasia-kannya; justru sebaliknya.
Jenis kemungkaran yang pertama tentu berbeda dengan kemungkaran yang kedua. Orang yang tahu perkara tersebut hendaknya menasihatinya secara diam-diam dan kemungkaran yang dilakukannya pun tidak boleh dibongkar di depan umum; justru wajib ditutupi oleh orang yang mengetahuinya. Nabi saw. bersabda:
«مَنْ سَتَرَ عَوْرَةً فَكَأَنَّمَا اِسْتَحْيَا مَوْءُوْدَةً مِنْ قَبْرِهَا»
Siapa saja yang menutupi satu aib, maka (pahalanya) seolah-olah sama dengan menghidupkan bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup dari kuburnya. (HR Ibn Hibban).
Berbeda dengan jenis kemungkaran yang kedua, yaitu kemungkaran yang dilakukan secara terbuka dan terang-terangan. Dalam kasus seperti ini, pelaku kemungkaran tersebut sama saja dengan menelanjangi dirinya sendiri dengan kemungkaran yang dilakukannya. Untuk menyikapi jenis kemungkaran yang kedua ini, sikap orang Muslim terhadapnya dapat dipilah menjadi dua:
Pertama, jika kemaksiatan atau kemungkaran tersebut pengaruhnya terbatas pada individu pelakunya, dan tidak mempengaruhi publik, maka kemaksiatan atau kemungkaran seperti ini tidak boleh dibahas atau dijadikan perbincangan. Tujuannya agar kemungkaran tersebut tidak merusak pikiran dan perasaan kaum Muslim, dan untuk menjaga lisan mereka dari perkara yang sia-sia; kecuali jika kemaksiatan atau kemungkaran tersebut diungkapkan untuk mengingatkan masyarakat akan bahaya orang fasik yang melakukan kemaksiatan tersebut.
Kedua, jika kemaksiatan atau kemungkaran tersebut pengaruhnya tidak terbatas pada individu pelakunya, sebaliknya telah mempengaruhi publik, misalnya seperti kemungkaran yang dilakukan oleh sebuah institusi, baik negara, organisasi, kelompok atau komunitas tertentu. Kemaksiatan atau kemungkaran seperti ini justru wajib dibongkar dan diungkapkan kepada publik agar mereka mengetahui bahayanya untuk dijauhi dan ditinggalkan supaya mereka terhindar dari bahaya tersebut. Inilah yang biasanya disebut kasyf al-khuthath wa al-mu’amarah (membongkar rancangan dan konspirasi jahat) atau kasyf al-munkarât (membongkar kemungkaran).
Ini didasarkan pada sebuah hadis penuturan Zaid bin al-Arqam yang mengatakan, “Ketika aku dalam suatu peperangan, aku mendengar Abdullah bin Ubay bin Salul berkata, ‘Janganlah kalian membelanjakan (harta kalian) kepada orang-orang yang berada di sekitar Rasulullah, agar mereka meninggalkannya. Kalau kita nanti sudah kembali ke Madinah, pasti orang yang lebih mulia di antara kita akan mengusir yang lebih hina.’ Aku pun menceritakannya kepada pamanku atau Umar, lalu beliau menceritakan-nya kepada Nabi saw. Beliau saw. pun memanggilku dan aku pun menceritakannya kepada beliau.” 2
Apa yang dilakukan oleh Abdullah bin Ubay dan diketahui oleh Zaid bin al-Arqam, kemudian disampaikan kepada Rasulullah saw., adalah kemungkaran (kemaksiatan) yang membahayakan kemaslahatan Islam dan kaum Muslim, bukan hanya diri pelakunya. Abdullah bin Ubay sendiri ketika ditanya, dia mengelak tindakannya, yang berarti masuk kategori perbuatan yang ingin dirahasiakan oleh pelakunya. Akan tetapi, tindakan Zaid bin al-Arqam yang membongkar ihwal dan rahasia Abdullah bin Ubay tersebut ternyata dibenarkan oleh Nabi saw. Padahal seharusnya tindakan memata-matai dan membongkar rahasia orang lain hukum asalnya tidak boleh. Perubahan status dari larangan menjadi boleh ini menjadi indikasi, bahwa hukum membeberkan dan membongkar rahasia seperti ini wajib, karena dampak bahayanya bersifat umum.3
Karena itu, tindakan mengkritik kebijakan zalim atau mungkar yang dilakukan oleh penguasa, baik secara langsung ketika berada di hadapannya maupun tidak langsung, misalnya melalui tulisan, demonstrasi atau masîrah, bukan saja boleh secara syar‘i, tetapi wajib.4 Kewajiban ini bahkan pahalanya dinyatakan sebanding dengan pahala penghulu syuhada, yaitu Hamzah bin Abdul Muthallib, seperti dalam hadis Nabi saw.:
«سَيِّدُ الشُّهَدَاءِ حَمْزَةُ بْنُ عَبْدِ المُطَلِّبِ وَرَجُلٌ قَالَ إِلَى إِمَامٍ جَائِرٍ فَأَمَرَهُ وَنَهَاهُ فَقَتَلَهُ»
Penghulu syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthallib dan orang yang berkata di hadapan seorang penguasa yang zalim, lalu dia memerintahkannya (pada kemakrufan) dan melarangnya (terhadap kemungkaran), kemudian penguasa itu membunuhnya. (HR al-Hakim).
Apa yang dilakukan oleh para Sahabat terhadap Umar dalam kasus pembatasan mahar atau pembagian tanah Kharaj hingga kain secara terbuka di depan publik adalah bukti kebolehan tindakan ini. Memang, ada pernyataan Irbadh bin Ghanam yang mengatakan, “Siapa saja yang hendak menasihati seorang penguasa, maka dia tidak boleh mengemukakannya secara terbuka, tetapi hendaknya menarik tangannya dan menyendiri. Jika dia menerimanya maka itu kebaikan baginya; jika tidak, pada dasarnya dia telah menunaikannya.”5 Akan tetapi, pada dasarnya pernyataan tersebut tidak menunjukkan adanya larangan mengkritik atau menasihati penguasa di depan publik; ia hanya menjelaskan salah satu cara (uslûb) saja.
Dengan demikian, bisa disimpulkan, bahwa menasihati penguasa atau mengkritik kebijakan penguasa yang zalim, termasuk membongkar kemungkaran atau konspirasi jahat terhadap Islam dan kaum Muslim hukumnya wajib, hanya saja cara (uslûb)-nya bisa beragam; bisa dilakukan langsung, dengan bertemu face to face; atau secara tidak langsung, dengan melalui tulisan, surat, demonstrasi atau masîrah. Melakukan upaya dengan lisan—termasuk melalui tulisan, seperti surat terbuka, buletin, majalah, atau yang lain—baik langsung maupun tidak, jelas lebih baik ketimbang upaya bi al-qalb (dengan memendam ketidaksukaan), apalagi jika tidak melakukan apa-apa, sementara terus mengkritik orang lain yang telah melakukannya. Fal ‘iyâdzu billâh. []
Penulis: Drs. Hafidz Abdurrahman, MA
Catatan Kaki :
1 HR al-Bukhari dan Muslim, Shahîhayn, hadis no. 4520 dan 4976.
2 Ibn Hazzam, Tahdzîib al-Asmâ‘, Dar al-Fikr, Beirut, cet. Pertama, 1996, I/22.
3 Hizbut Tahrir, Min Muqawwimât an-Nafsiyah al-Islâmiyyah, Dar al-Ummah, Beirut, cet. Pertama, 2004, hlm. 112-113.
4 Meski sebagai cara (uslûb), menyampaikan pendapat, tulisan, demonstrasi atau masirah tersebut statusnya tetap mubah, dan tidak berubah menjadi wajib. Yang wajib adalah menyampaikan nasihat dan kritik terhadap kebijakan zalim atau mungkar yang dilakukan oleh penguasa.
5 Abu Syuja’, Al-Firdaws min Ma’tsûr al-Khaththab, Dar al-Kutub al-’Ilmiyyah, Beirut, cet. Pertama, 1986, III/591.



Mengenal buah Safarjal

Mengenal buah Safarjal

Hadist Nabi tentang buah Safarjal
عَنْ طَلْحَةَ قَالَ دَخَلْتُ عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- وَبِيَدِهِ سَفَرْجَلَةٌ فَقَالَ « دُونَكَهَا يَا طَلْحَةُ فَإِنَّهَا تُجِمُّ الْفُؤَادَ artinya: dari Thalhah ra, Beliau mengatakan: aku menemui Nabi saw. Ditangan beliau ada buah safarjal. Kemudian beliau bersabda: Makanlah ini, karena buah ini bisa melembutkan hati.” (HR. Ibnu Majah no.3494).



219 - حدثنا يحيى بن عثمان بن صالح ثنا سليمان بن أيوب حدثني أبي عن جدي عن موسى بن طلحة عن أبيه قال : أتيت النبي صلى الله عليه و سلم وهو في جماعة من أصحابه وفي يده سفرجلة يقلبها فلما جلست إليه دحى بها نحوي ثم قال : ( دونكها أبا محمد فإنها تشد القلب وتطيب النفس وتذهب بطخاوة الصدر )
(mu’jamul Kabiir 1/117)
Diriwayatkan oleh Imam Yahya bin Yahya, dari Khalid bin Ma'dan:
"Makanlah oleh kalian (wanita-wanita yang sedang hamil) jambu safarjal dapat mempercantik anak."

Adapula riwayat yang menyatakan, bahwa suatu kaum melapor kepada Nabi Saw. tentang kejelekan anak-anaknya. Maka Allah Swt. memberi wahyu kepada Nabi-Nya:
"Perintahkanlah mereka agar memberi malam buah jambu safarjal kepada wanita-wanita yang hamil pada bulan ketiga dan keempat kehamilannya."
Safarjal dan DBD
Buah safarjal adalah buah yang mungkin sangat kita kenal. Di Indonesia sendiri, tanaman jambu biji (latinnya : Psidium guajava L) gampang ditemukan. Jambu biji memiliki kandungan vitamin C yang sangat tinggi. Malahan bisa tiga sampai enam kali lipat dibandingkan dengan buah jeruk. Vitamin C ini terdapat dalam daging buahnya yang segar dan bijinya. Selain buahnya sebagai sumber Vitamin C, hampir semua bagian tanaman ini, terutama daun dan buah muda, dapat mengobati mencret. Bahkan bagian ini dikatakan sebagai obat ampuh untuk disentri awal stadium dua.
Buah ini juga disebutkan mampu meningkatkan jumlah trombosit 100 ribu milimeter per kubik tanpa efek samping. Dari pengujian, peningkatan jumlah trombosit dapat tercapai dalam tempo 8-48 jam atau dua hari setelah ekstrak daun jambu biji digunakan. Luar biasa! Sebab dengan naiknya trombosit seseorang hingga batas normal, maka daya tahan tubuhnya juga akan kuat. Dengan demikian, DBD yang menyerang bisa segera sirna.
Hasil lain dari pengujian pre-klinik mengindikasikan bahwa daun jambu biji tidak memiliki kandungan zat beracun. Sebaliknya, daun jambu biji memiliki komponen yang berkhasiat, yakni kelompok senyawa tanin dan flavonoid. Perlu diketahui, kedua senyawa tersebut dapat menghambat aktivitas pertumbuhan virus dengue.
Kaya Manfaat Dari Akar hingga Buah

Hampir semua bagian dalam jambu biji bisa dimanfaatkan, seperti daun, buah, ranting muda serta akarnya. Tak salah bila buah ini dijuliki dengan buah multi-manfaat. Daun digunakan untuk pengobatan diare akut dan kronis, perut kembung pada bayi dan anak, kadar kolesterol darah meninggi, haid tidak lancar, sering buang air kecil, luka berdarah dan sariawan.

Untuk memanfaatkan jambu biji sebagai obat diare dapat dilakukan dengan merebus 15 – 30 gram daun kering jambu biji dalam air sebanyak 150 – 300 ml. Perebusan dilakukan selama 15 menit setelah air mendidih. Hasil rebusan disaring dan siap untuk diminum sebagai obat diare. Di samping itu, bisa juga dengan memanfaatkannya dalam bentuk segar, diperlukan 12 lembar daun segar, dicuci bersih, ditumbuk halus, ditambah 1/2 cangkir air masak dan garam secukupnya. Hasil tumbukan diperas, disaring, lalu diminum. Agar terasa lebih nikmat dan tidak sepet, bisa juga ditambahkan madu.

Untuk pengobatan sariawan misalnya bisa dengan memotong segenggam daun dan satu jari kulit batang jambu biji sesuai keperluan, lalu mencucinya sampai bersih. Selanjutnya bahan-bahan direbus dalam satu liter air sampai mendidih. Setelah dingin, disaring. Ramuan inilah yang kemudian diminum.

Sementara untuk luka berdarah, bisa dengan mencuci terlebih dahulu daun jambu biji yang baru dipetik, lantas menggilingnya sampai lumat. Selanjutnya, menempelkannya pada luka dan membalutnya dengan perban. Gantilah perban dan ramuan tersebut 3 kali sehari sampai lukanya sembuh.

Sedangkan buahnya sendiri dapat digunakan untuk pengobatan kencing manis (diabetes mellitus), kadar kolesterol darah tinggi (hiperkolesterolemia) dan meobati sembelit. Untuk mengobati penyakit tertentu, akan lebih baik bila buah jambu biji yang dagingnya berwarna merah. Bahkan belakangan ini buah jambu bij merah juga dapat digunakan untuk meningkatkan jumlah trombosit bagi penderita demam berdarah.

Adapun ranting mudanya digunakan untuk pengobatan keputihan (leukoera). Sementara akarnya pun bisa digunakan untuk pengobatan disentri dengan cara merebus 15-30 gr daun segar atau 2,5-4,5 gr daun kering, lalu air rebusannya diminum. Sedangkan untuk pemakaian luar dengan merebus daun segarnya, lalu air rebusanya digunakan untuk mencuci luka. Atau bisa dengan menggiling daun segar halus, lalu membubuhkannya pada luka berdarah akibat kecelakaan dan benda tajam atau borok disekitar tulang.demikian sejumlah manfaat jambu biji bagi kesehatan tubuh kita.
Demikianlah, manfaat yang bisa dipetik dari jambu biji. Bukan saja buahnya yang enak dimakan, namun juga mempunyai khasiat yang sangat berguna bagi kesehatan manusia. Dalam buku Metode Pengobatan Nabi saw. karya Ibnu Qayyim al-Jauziyah menyebutkan bahwa sejenis jambu biji ini dikenal dengan nama safarjal atau quince. Mungkin inilah rahasia Allah di balik tetumbuhan yang diciptakan-nya
Yogyakarta, 24 Maret 2010. Wahyudi Abu Syamil Ramadhan



Selasa, 23 Maret 2010

Hukumshalat berjama'ah

Ass. Saya bisa shalat berjama’ah di mushalla untuk shalat subuh, dzuhur, magrib dan isya tapi tidak bisa untuk shalat ashar, apa hukumnya ustadz (Ikhwan Rasyidi, Pangeran Banjarmasin)
Jawab
Adik ikhwan, ulama berbeda pendapat tentang hukum shalat berjama’ah. Al ustadz Wahbah az Zuhaili dalam kitab beliau fiqhul islam wa adillatuhu menyatakan bahwa ulama terbagi pada 3 pendapat.


Berikut rinciannya:
1. Sunnah muakkadah (sunnah yang ditekankan). Ini adalah pendapat ulama hanafiah, malikiah dan sebagain ulama dalam madzab syafi’i. Dalilnya adalah dzahir hadist nabi yang menyatakan:
صلاة الجماعة تفضل صلاة الفذ بخمس وعشرين درجة، أو بسبع وعشرين درجة
Artinya: shalat berjama’ah lebih utama dari shalat sendirian dengan bandingan 25 atau 27 derajat (HR. Bukhari)
Dari hadist ini Nampak bahwa shalat berjama’ah merupakan unsur keutamaan bukan keharusan. Dalil lain menyebutkan bahwa shlat berjama’ah lebih sempurna dari shalat sendirian. Nabi bersabda:
صلاة الجماعة أكمل من صلاة المنفرد
Artinya: shalat berjama’ah lebih sempurna dari shalat sendirian (HR. Ibnu Abi Syaibah ). Lebih sempurna artinya hanya menjadi penambah bagi satu bagian tertentu.

2. Fardhu kifayah, pendapat ini adalah pendapat yang paling abasah dalam madzhab syafi’ie (lihat mughni al muhtaaj 1/229, Muhazdzdab 1/93, al majmu’ 4/88). Dalilnya adalah hadist Nabi:
مَا مِنْ ثَلاَثَةٍ فِى قَرْيَةٍ وَلاَ بَدْوٍ لاَ تُقَامُ فِيهِمُ الصَّلاَةُ إِلاَّ قَدِ اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ فَعَلَيْكَ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّمَا يَأْكُلُ الذِّئْبُ الْقَاصِيَةَ
Artinya: Tidaklah dari tiga orang di suatu kampung atau di suatu dusun bilamana shalat tidak di dirikan dengan berjamaah olehnya , melainkan mereka (penduduk kampung itu) telah menjadikan syeitan sebagai pemimpinnya. Kamu hendaklah berjamaah ( bersatu ), karena sesungguhnya srigala hanya berani menerkam kambing yang memisahkan diri . (HR. Abu Dawud, An Nasaai, Ahmad, Ibnu Majah)

3. Fardhu ‘ain. Ini adalah pendapat madzhab Hanabilah. Bedasarkan beberapa dalil. Antara lain, firman Allah SWT:
وَإِذَا كُنتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلاَةَ فَلْتَقُمْ طَآئِفَةٌ مِّنْهُم مَّعَكَ وَلْيَأْخُذُواْ أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُواْ فَلْيَكُونُواْ مِن وَرَآئِكُمْ وَلْتَأْتِ طَآئِفَةٌ أُخْرَى لَمْ يُصَلُّواْ فَلْيُصَلُّواْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُواْ حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ وَدَّ الَّذِينَ كَفَرُواْ لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُم مَّيْلَةً وَاحِدَةً وَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِن كَانَ بِكُمْ أَذًى مِّن مَّطَرٍ أَوْ كُنتُم مَّرْضَى أَن تَضَعُواْ أَسْلِحَتَكُمْ وَخُذُواْ حِذْرَكُمْ إِنَّ اللّهَ أَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَاباً مُّهِيناً
Artinya: Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan seraka'at) , maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu , dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit. dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu (QS. An-Nisa: 102)
Dalam ayat ini Allah telah memerintahkan untuk shalat berjama’ah dalam kondisi takut yaitu saat perang. Maka tentu lebih utama pada saat tidak berperang.
Demikian pula firman Allah SWT:
وَارْكَعُواْ مَعَ الرَّاكِعِينَ
Artinya: dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku' (QS. Al Baqarah: 43). Dalam ayat ini terdapat perintah untuk rukuk bersama. Artinya ada perintah untuk shalat berjama’ah.

Juga berdasarkan hadist-hadist yang lain seperti hadist bahwa Nabi akan membakar rumah yang laki-lakinya tidak melaksanakan shalat berjama’ah seandainya tidak ada wanita dan anak-anak (HR. Mutafaq ‘alaih). Dan hadist tentag sahabat Abdullah bin Umi maktum yang bertanya apakah ada rukhsah (keringanan) baginya yang buta. Nabi bertanya:
هل تسمع النداء؟ فقال: نعم، قال: فأجب
Artinya: apakah engkau mendengar suara adzan. Sahabat ini menjawab: iya. Nabi bersabda: maka wajib bagimu (shalat berjama’ah) (Hr. Muslim)
Dalam hal ini kami lebih cenderung pada pendapat kedua yaitu bahwa hukum shalat berjamah adalah fardu kifayah bukan fardu ‘ain, karena sebahgian kaum muslimin terkadang suka terlambat shalat berjamaah dengan Rasulullah s.a.w. , tetapi mereka tetap dibiarkan begitu oleh Rasulullah s.a.w.,sekalipun mereka telah diancam dengan di bakar. Bilamana shalat berjamaah hukumnya fardu’ain atas setiap muslim, niscaya beliau tidak akan membiarkan mereka terlambat. (lihat ahkamu ash shalah hal. 32).

Hal ini karena penetapan hokum tidak cukup dengan hanya memperhatikan satu dalil. Akan tetapi mengamalkan beberapa dalil yang kesannya bertentangan lebih utama daripada tidak mengamalkan sebagainnya. Sebgaimana kaidah kulli berikut ini:
إِعمال الدليلين أولى من إهمال أحدهما

Artinya: mengamalkan dua dalil lebih utama daripada mengabaikan salah satunya (Lihat syakhshiyyah juz I hal 244 versi maktabah syamilah).

Apabila ada yang bertanya, mana dalil yang menunjukan bahwa pernah ada yang shalat sendirian pada masa Nabi? Maka kami mendapatkan sebuah hadist dalil kitab shahihain. Sebuah hadist yang cukup panjang yang menceritakan tentang seorang laki-laki yang shalat sendirian. Dan berulang kali ditegur nabi agar mengulangi shalatnya karena tidak tumakninah. Hadist ini tidak menyebutkan apakah laki-laki tersebut shalat wajib ataukah shalat sunnah. Tapi adanya perintah mengulang menunjukan bahwa shalat tersebut adalah shalat wajib. Wallahu ‘alam (lihat shahih bukhari kitab adzan no. 724 dan shahih muslim kitab shalah no. 397)

Demikianlah jawaban kami. Kesimpulannya, apabila di mushallah adik Ikhwan tidak ada yang shalat berjama’ah maka warga sekitar berdosa karena telah melalaika kewajiban. Akan tetapi apabila sudah ada yang melaksanakan shalat berjama’ah maka gugurlah kewajiban yang lain. Wallahu ‘alam bi shawab.

Yogyakarta, 23 Maret 2010
Abu Syamil Ramadhan (091251188553)


hukum hadiah dengan syarat

Apa hukum hadiah dengan syarat? (Miladi, Banjarmasin)
Jawab:
Akhi Miladi, perlu dilihat apa yang disyaratkan. Apabila syarat yang ditetapkan syarat yang mubah makan sah hibah/hadiahnya. Misalkan agar sesuatu yang dihadiahkan tidak digunakan untuk bermaksiat. Akan tetapi apabila syarat yang ditetapkan bertentangan dengan syariat sehingga dapat mengharamkan sesuatu yang halal dan menghalalkan yang haram maka hukumnya syarat seperti ini adalah syarat yang fasad dan haram hukumnya dipenuhi.


Misalnya syarat ditah boleh dijual lagi, tidak boleh dicopy, dan sebagianya. Padahal barang yang sudah dihibahkan maka menjadi hak penuh pihak yang diberi hadiah. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw:
وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا
“Kaum Muslim terikat atas syarat-syarat mereka, kecuali syarat yang mengharamkan sesuatu yang halal dan menghalalkan yang haram.” (HR. Tirmidzi no 1403)
Oleh kebanyakan ulama hadist ini dinyatakan dhaif karena ada kutsair bin Abdullah . Akan tetapi Imam Bukhari dan orang yang mengikutinya seperti Tirmidzi dan Ibnu Khuzaimah menguatkannya (lihat fathul bari 7/116)
Hadis ini menunjukkan bolehnya kaum muslimin membuat syarat-syarat yang mereka tetapkan sendiri (disebut syarat ja'liy) dalam berbagai muamalah mereka, misalnya dalam akad jual beli, ijarah (sewa), syirkah, hibah, dan nikah. Namun syarat semacam ini dibatasi oleh batasan syar'i-nya, yaitu tidak boleh menyalahi nash atau hukum syara'. Sebab Nabi SAW bersabda :
كُلُّ شَرْطٍ خَالَفَ كِتَابَ اللَّهِ فَهُوَ بَاطِلٌ وَإِنْ اشْتَرَطَ مِائَةَ شَرْطٍ

"Setiap syarat yang menyalahi Kitabullah adalah batil, meskipun ditetapkan seratus syarat." (HR Bukhari no 2529; Ibnu Majah no 2512). (Lihat pembahasan syarat ja'liy dan syarat syar'iy [syarat taklif] dalam Wahbah Az-Zuhaili, Ushul Al-Fiqh Al-Islami, 1/101; Taqiyuddin An-Nabhani, Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah (Ushul Fiqih), 3/53; M. Husain Abdullah, Al-Wadhih fi Ushul Al-Fiqh, h. 238).
Akan tetapi yang perlu kami tegaskan disini bahwa. Yang tidak boleh adalah memenuhi syarat yang rusak. Tapi tidak berarti akad hadiahnya rusak. Akad hadiahnya tetap sah selama syarat dan rukunnya terpenuhi. Wallahu ‘alam
Yogyakarta, 23 Maret 2010
Abu Syamil Ramadhan (081251188553)



PERBEDAAN INDIVIDU DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
(Individual Differences in Mathematics Learning)
Oleh: Wahyudi
Setiap individu adalah unik. Artinya setiap individu memiliki perbedaan antara yang satu dengan yang lain. Perbedaan tersebut bermacam-macam, mulai dari perbedaan fisik, pola berpikir dan cara-cara merespon atau mempelajari hal-hal baru. Dalam hal belajar, masing-masing individu memiliki kelebihan dan kekurangan dalam menyerap pelajaran yang diberikan.



Menurut Hudojo (1988:100) memang tidak ada dua individu yang persis sama, setiap individu adalah unik. Suharyanto (1996:96) menyatakan bahwa jika perbedaan individu kurang diperhatikan, maka banyak siswa akan mengalami kesulitan belajar dan kegagalan belajar.
Kenyataan di atas menuntut agar siswa dapat dilayani sesuai perkembangan individual masing-masing. Konsekuensinya adalah pembelajaran perlu melayani siswa secara individual untuk menghasilkan perkembangan yang sempurna pada setiap siswa. (Hudojo, 1988:101). Khusus dalam pembelajaran matematika maka ada beberapa aspek yang penting yang perlu diperhatikan agar pembelajaran mencapai tujuan dengan efektif sekaligus efisien. Meskipun dalam kenyataannya aspek-aspek ini saling berkaitan satu sama lain. Akan tetapi untuk memudahkan pembahasan kami bagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
Tingkat sosial ekonomi
Prestasi dibidang matematika juga sangat dipengaruhi oleh status social dan ekonomi. status social dan ekonomi yang dimaksud adalah pendapatan keluarga, lingkungan dan pendidikan orang tua. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Nancy C. Jordan dan Susan C. Levine anak yang berstatus social rendah cenderung lebih rendah kemampuannya dibanding siswa yang lebih baik status social ekonominya.
Perkembangan Mental
Perkembangan mental jelas berpengaruh terhadap cara siswa memahami/mengkonstruksi pemahamannya terhadap matematika. Jean Piaget yang memandang bahwa perbedaan usia berpengaruh pada perkembanga belajar, Piaget membagi membagi perkembangan siswa menjadi empat tingkat Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun), Periode praoperasional (usia 2–7 tahun), Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun), Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa). Tentu dalam pembelajaran matematika kita perlu memperhatikan hal ini agar seorang guru dapat memilih pendekatan dan metode yang tepat.
Gaya belajar
Gaya belajar anak terbagi menjadi tiga jenis, yaitu visual (kecenderungan belajar dengan menggunakan indra penglihatan), auditory (menggunakan indra pendengaran), dan kinestetik (menggunakan indra peraba tubuh). Gaya belajar masing-masing siswa tentu berpengaruh terhadap cara siswa dalam memahami matematika. Hal ini jelas harus diperhatikan untuk mendapatkan hasil yang optimal. Ada banyak cara untuk mengenali gaya belajar. Yang mutakhir adalah dengan analisa sidik jari (pinger print analysis). Penelitian mutkahir menunjukan bahwa sidik jari ternyata mewakili gaya belajar seseorang.
Gender
Hingga saat ini persoalan ini menjadi bahan perdebatan para pakar psikologi mengenai pengaruh perbedaan jender kaitannya dengan cara belajar dan prestasi matematika. Sebagian pakar berpandangan bahwa laki-laki dan perempuan masing-masing memilki gaya yang berbeda dalam memahami matematika. Bahkan mereka menyatakan bahwa siswa laki-laki secara biologis dan psikologis lebih baik dari siswa perempuan. Diantara factor yang mempengaruhi adalah bahwa laki-laki lebih memiliki motivasi untuk sukses termasuk dalam bidang matematika sementara perempuan merasa agak canggung untuk lebih sukses dari laki-laki. Sebaliknya sebagian pakar psikologi berpandangan bahwa tidak ada perbedaan yang yang patut dipertimbangkan dalam hal gender kaitannya dengan motivasi, cara memahami dan prestasi matematika.
Ragam kecerdasan
Gardner (1983) mengenalkan Teori Multiple Intelligences yang menyatakan bahwa kecerdasan meliputi sembilan kecerdasan. Yaitu, kecerdasan linguistik/verbal/bahasa, kecerdasan matematis logis, kecerdasan visual/ruang/spasial, kecerdasan musikal/ritmis, kecerdasan kinestetik jasmani, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis. Kemudian tahun 1999, Gardner menemukan jenis kecerdasan baru, kecerdasan kesembilan dalam teorinya, yang ia namakan kecerdasan eksistensial.
Jenis kecerdasan jelas juga berpengaruh terhadap cara memahami matematika. Seorang anak yang cenderung memiliki kecerdasan visual/ruang/spasial maka mengajar dengan menggunakan gambar akan lebih efektif, siswa yang lebih menonjol kecerdasan intrapersonalnya belajar dengan pendektan kooperatiif tentu akan lebih baik hasilnya dan seterusnya.
Richar J. Shumway membagi kemampuan dibidang matematika menjadi dua bagain yaitu ranah kognitif dan ranah afektif (Shumway, 1980:328). Yang termasuk dalam ranah kognitif adalah gaya kognitif. Yaitu bagaimana seoarang siswa mengkonstruksi/memahami matematika. Messick menyebutkan ragam gaya kognitif, diantaranya: field independence/field defendence, field articulation, cognitive complexity, cognitive simplicity, scaning, reflection/impulsive, conceptualizing styles, leveling/sharpening, dst. Sedangkan aspek/ranah afektif tercakup didalamnya kecemasan dan mativasi siswa.
Demikianlah beberapa aspek yang penting untuk diperhatikan agar pembelajaran matematika berjalan dengan efektif. Untuk mencapai hal ini tentu tidak cukup dengan hanya mengetahui aspek-aspek perbedaan individual tapi yang juga cukup penting adalah memilih dan merealisasikan treatment yang tepat.

Daftar Pustaka
1. http://masthoni.wordpress.com/2010/01/24/menghargai individu-dalam-belajar-matematika/
2. http://udel.edu/~njordan/Jordan_Developmental%20Disabilities.pdf
3. http://www.accessmylibrary.com/article-1G1-178218787/different-not-better-gender.html
4. Shumway. Richar J. 1980. Reseach in Mathematics Education. NCTM
5. Suherman, dkk.2003. Strategi Pembelajaran Matematika Ontemporer. JICA; Bandung


Selasa, 16 Maret 2010

SISTEM PERGAULAN DALAM ISLAM
Oleh: Wahyudi Abu Syamil Ramadhan
Pendahuluan
Dari Abu Hurairah ra. Nabi bersabda:
« وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْراً بِشِبْرٍ وَذِرَاعاً بِذِرَاعٍ وَبَاعاً فَبَاعاً حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَدَخَلْتُمُوهُ ». قَالُوا وَمَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَهْلُ الْكِتَابِ قَالَ « فَمَه
Artinya: Demi zat yang jiwaku berada ditangan-Nya, kalian pasti akan mengikuti jalan hidup orang-orang sebelum kalian, jengal demi jengkal, hasta demi hasta, depa demi depa. Hingga seandainya mereka masuk kelubang biawakpun tentulah kalian akan mengukitinya. Sahabat kemudian bertanya siapa mereka ya Rasul apakah ahlul kitab? Nabi bersabda: ya benar (HR. Ahmad)



Nabi juga bersabda dalam sebuah hadist dari Abu Umamah al Bahili:
لَيُنْقَضَنَّ عُرَى الإِسْلاَمِ عُرْوَةً عُرْوَةً فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةٌ تَشَبَّثَ النَّاسُ بِالَّتِى تَلِيهَا وَأَوَّلُهُنَّ نَقْضاً الْحُكْمُ وَآخِرُهُنَّ الصَّلاَةُ
Artinya: sungguh, simpul islam akan terlepas simpul demi simpul. Setiap kali terlepas satu simpul maka manusia berpegang pada simpul selanjutnya (demikian seterusnya,penj). Simpul yang pertama lepas adalah kekuasaan (Negara khilafah,penj) dan yang terakhir adalah shalat. (HR. Muslim)
Demikian gambaran umat Islam saat ini. Sebagaimana khabar nubuwah di atas. Sejak runtuhnya khilafah Islam di Turki pada tahun 1924 maka satu persatu simpul Islam terlepas. Diantara simpul Islam adalah aturan pergaulan antara laki-laki dan perempuan.
Islam sebagai sebuah agama dan ideologi yang sempurna tidak difahami dengan baik oleh umatnya. Akibatnya tata pergaulan mereka hanya menjadi pengekor kebudaayaan Barat yang berlandaskan kebebasan. Akibatnya hari ini kita saksikan banyak muslimah tanpa risih membuka dan memamerkan auratnya. laki-laki dan perempuan tinggal ditempat khusus berdua-duaan dengan dalih belajar bersama, menjalin ikatan illegas yang mereka sebut pacaran, pergaulan bebas dan sederet perilaku amoral lainnya. Ironisnya masyarakat menilai hal ini satu hal yang biasa.
Oleh karena itulah menjadi hal yang teramat penting untuk memahami hokum-hukum islam dalam aspek pergaulan antara laki-laki dan perempuan.
Memahami makna kehidupan Umum dan khusus
Islam membagi dua macam kehidupan (tempat). Yaitu tempat umum dan tempat khusus. tempat umum adalah tempat dimana siapapun boleh memasukinya tanpa izin khusus dari pemiliknya. Seperti sekolah, kampus, rumah sakit, jalan raya, lapangan, pasar, angkutan umum dan sebagainya. Sedangkan tempat khusus adalah tempat dimana orang biasa melakukan aktivitas khusus dan untuk memasukinya harus dengan izin pemiliknya. Seperti rumah pribadi, mobil pribadi, sepeda motor, kamar kos dan sebagainya. Dalil pembagian ini adalah firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتاً غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّى تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَى أَهْلِهَا ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu selalu ingat." (An Nuur: 27).
Dalam ayat ini Allah SWT melarang manusia untuk memasuki rumah orang lain kecuali seizin penghuninya. Allah SWT juga menganggap masuk tanpa izin sebagai tindakan liar, sedangkan izin sebagai tindakan sopan. Allah SWT berfirman "hatta tasta-nisu" menunjukkan permintaan izin, karena untuk mencapai isti'nas harus dengan izin, yaitu hingga diberi izin oleh penghuni rumah. Imam Thabrani telah meriwayatkan sebuah hadits, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
"من أدخل عينه في بيت من غير إذن أهله فقد دمره"
"Siapa saja yang mengarahkan pandangannya (mengintip) ke dalam rumah tanpa seizin penghuninya, maka sesungguhnya ia telah menghancurkannya."

Memahami pola interaksi manusia
Bila kita mengkaji fakta interaksi diantara manusia maka akan kita dapati 3 klasifikasi berikut:
1. Berkumpul (ijtima’), yaitu berkumpulnya manusia di satu tempat tertentu. Tapi yang terjadi hanya berkumpul tanpa ada interaksi atau komunikasi. Contohnya, berkumpulnya laki-laki dan perempuan untuk melaksanakan shalat berjama’ah di masjid
2. Berinteraksi (‘alaqat), yaitu terjadinya komunikasi antara laki-laki dan perempuan tanpa terjadi pertemuan fisik. Contohnya menelpon, chatting, sms, face book, dan sebagainya
3. Gabungan keduanya, yaitu berkumpul dan berinteraksi sekaligus (ikhtilath). Aktivitas inilah yang banyak terjadi sekaligus paling banyak menimbulkan masalah. Contohnya dalam pendidikan, transaksi bisnis, peradilan, dan sebagainya
Memahami system pergaulan pergaulan
Secara etimologi system pergaulan (an nidzham al ijtima’i) adalah:
النظام الذي يُبيِّن تنظيم اجتماع المرأة بالرجل والرجل بالمرأة، وينظم علاقة المرأة بالرجل والرجل بالمرأة الناشئة عن اجتماعهما، لا عن مصالحهما في المجتمع، ويبيِّن كل ما يتفرع عن هذه العلاقة
sistem yang mengatur pergaulan pria dan wanita atau sebaliknya serta mengatur hubungan/interaksi yang muncul dari pergaulan tersebut dan segala sesuatu yang tercabang dari hubungan tersebut.

Didalamnya mencakup perkara pola interaksi laki-laki dan perempuan, hokum seputar memandang lawan jenis, pakaian penutup aurat, perkawinan, talak, hokum-hukum khusus bagi wanita, perwalian dan sebagainya. tapi dalam kesempatan ini sebagian saja yang kami bahas. Khususnya pola interaksi laki-laki dan perempuan.
Mengenai pola interaksi laki-laki dan perempuan, dapat kita lihat dari matrik berikut:
Tempat/jenis interaksi Ijtima’ ‘alaqat ikhtilath
Tempat umum Mubah Jenis interaksi ini tidak dipengaruhi oleh tempat. Tapi yang menjadi tolak ukur adalah aktivitas apa yang dibicarakan. Apa bila hal-hal yang haram maka hukumnya haram Boleh bila jenis interaksinya dibolehkan seperti jual beli, pengajaran, peradilan dsb. Haram bila interaksinya haram seperti berdua-duaan
Tempat khusus Haram Hukum asalnya haram. Menjadi boleh apabila interaksinya yang dibolehkan dan perempuan disertai dengan mahramnya

Hokum asal interksi laki-laki dan perempuan adalah terpisah. Dan diperbolehkan berinteraksi apabila ada dalil khusus yang membolehkan. Ketentuan tersebut merupakan ketetapan berdasarkan sekumpulan hukum Islam (majmu’ al-ahkam) yang berkaitan dengan pria, wanita, atau kedua-duanya; juga diambil dari seruan al-Quran kepada kaum wanita dalam kedudukannya sebagai wanita dan kepada kaum pria dalam kedudukannya sebagai pria. Dalam salah satu potongan ayat-Nya, Allah SWT berfirman:
إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيراً وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْراً عَظِيماً
Artinya: Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu'min , laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta'atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu', laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. (TQS al-Ahzâb [33]: 35)
Adapun sekumpulan dalil al-Quran dan as-Sunnah yang mendasari pemisahan ini, dengan menelitinya akan kita dapati bahwa Allah SWT telah mewajibkan wanita memakai jilbab jika hendak keluar rumah. Allah telah menjadikan wanita seluruhnya adalah aurat selain wajah dan dua tekapak tangannya. Allah mengharamkan wanita untuk memperlihatkan perhiasannya terhadap selain mahram-nya. Allah pun telah melarang kaum pria melihat aurat wanita, meskipun hanya sekadar rambutnya. Allah juga telah melarang para wanita bepergian, meskipun untuk haji, jika tidak disertai mahram. Di samping itu, kita akan menemukan pula Allah telah melarang seseorang untuk memasuki rumah orang lain, kecuali dengan seizin penghuninya. Kita pun akan menemukan bahwa, Allah tidak mewajibkan kaum wanita melakukan
shalat berjamaah, shalat Jumat, atau pun berjihad. Sebaliknya, Allah mewajibkan semua aktivitas tersebut bagi kaum pria. Allah juga telah mewajibkan kaum pria bekerja dan mencari penghidupan, tetapi allah tidak mewajibkan hal itu atas kaum wanita.

Seluruh fakta-fakta di atas telah menjadi dalil, di samping fakta bahwa Rasulullah SAW telah memisahkan kaum pria dari kaum wanita, dan menjadikan shaf-shaf kaum wanita di masjid berada di belakang shaf-shaf kaum pria. Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas bin Malik RA bahwa neneknya Malikah pernah mengundang Rasulullah SAW untuk menikmati jamuan makanan yang dibuatnya. Lalu Rasulullah SAW memakannya kemudian berkata:
"قوموا فلأصل لكم. . . إلى أن قال: فقام رسول الله - صلى الله عليه وسلم - وصففت أنا واليتيم وراءه والعجوز من ورائنا"
Berdirilah kamu agar aku mendoakan bagi kamu…” hingga perkataan Anas bin Malik, ”Maka berdirilah Rasulullah SAW dan berbarislah aku dan seorang anak yatim di belakang beliau, dan seorang perempuan tua di belakang kami.”

Pada saat keluar dari masjid, Rasulullah SAW memerintahkan kaum wanita keluar lebih dulu kemudian disusul oleh kaum pria sehingga kaum wanita terpisah dari kaum pria. Imam Bukhari meriwayatkan dari Hindun binti Al-Harits dari Ummu Salamah isteri Nabi SAW:
"أن النساء في عهد رسول الله - صلى الله عليه وسلم - كنّ إذا سلّمن من المكتوبة قمن، وثبت رسول الله - صلى الله عليه وسلم - ومن صلى من الرجال ما شاء الله، فإذا قام رسول الله - صلى الله عليه وسلم - قام الرجال"
Bahwa kaum wanita pada masa Rasulullah SAW jika telah mengucapkan salam dari shalat wajib, mereka berdiri. Rasulullah SAW dan kaum pria diam di tempat selama waktu yang dikehendaki
Allah. Maka jika Rasulullah SAW berdiri, berdirilah kaum pria.”

Mengenai pengajaran Rasulullah SAW di masjid, seorang wanita berkata kepada beliau,
يا رسول الله، غلبنا عليك الرجال فاجعل لنا يوماً
“Kami telah dikalahkan oleh kaum pria untuk belajar padamu. Karena itu, hendaklah engkau menyediakan satu hari buat kami” (HR Bukhari, dari Abu Sa’id Al-Khudri RA).

Atas dasar ini, pemisahan kaum pria dari kaum wanita dalam kehidupan Islam adalah wajib. Pemisahan keduanya dalam kehidupan khusus adalah pemisahan yang total, kecuali dalam perkara-perkara yang dibolehkan oleh syariah.

Adapun dalam kehidupan umum, hukum asalnya adalah terpisah dan tidak boleh ada interaksi antara pria dan wanita. Kecuali pada perkara-perkara yang telah dibolehkan syariah, di mana syariah telah membolehkan, atau mewajibkan, atau menyunnahkan suatu aktivitas untuk wanita; serta pelaksanannya menuntut adanya interaksi dengan pria. Baik interaksi ini terjadi dengan tetap adanya pemisahan, seperti di dalam masjid, atau dengan adanya ikhtilâth (campur-baur), sebagaimana dalam aktivitas ibadah haji atau jual-beli.

Penutup
Demikianlah sebagian aturan system pergaulan dalam Islam. Masih banyak hal lain yang harus kita perdalam agar hidup kita selaras dengan ketentuan dari Allah dan rasul-Nya. Selain itu, kita saksikan betapa saat ini umat Islam begitu jauh dari pengamalan Islam. Factor terbesarnya adalah tidak adanya institusi pelaksana syariat ini, yaitu sebuah Negara seperti Negara yang pernah dibangun Nabi saw, khulafa rasyidin dan para khalifah sesudahnya hingga runtuhnya khilafah Turki Ustmani pada tahun 1924. Maka perjuangan untuk menegakannya adalah sebuah keniscayaan. Dan siapapun yang lalai dariperjuangan untuk menegakannya maka dia akan menaggung dosa besar. Sebagaimana hadist Nabi:
ومن مات وليس في عنقه بيعة مات ميتة جاهلية
Artinya: dan siapa saja yang meninggal tanpa ada bai’at (khalifah) dipundaknya maka dia mati bagaikan mati jahiliyah (HR. Muslim)
Sementara khilafah pasti berdiri. Karena berdirinya khilafah yang kedua merupakan Janji Allah yang pasti akan terjadi dan bisyarah (kabar gembira) dari Nabi saw. Allah berfirman:
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ
Artinya: Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa (TQS. Al Ahzab [33]: 55)
Nabi juga bersabda:
تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكاً عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكاً جَبْرِيَّةً فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ نُبُوَّةٍ ». ثُمَّ سَكَتَ
Artinya: akan ada pada kalian masa kenabian. Dengan kehendak Allah masa itu akan tetap ada. Kemudian mengangkatnya jika dia berkehendak untuk mengangkatnya. Kemudian aka nada masa khilafah yang mengikuti metede kenabian. Masa ini akan tetap ada selama Allah menghendakinya kemudian mengangkatnya jika Dia menghendakinya. Kemudian akan ada masa penguasa yang dzalim (مُلْكاً عَاضًّا). Akan tetap ada selama Allah menghendakinya kemudian mengangkatnya jika Dia menghendakinya. Kemudian akan ada masa penguasa yang dictator (مُلْكاً جَبْرِيَّةً). Akan tetap ada selama Allah menghendakinya kemudian mengangkatnya jika Dia menghendakinya. Kemudian akan muncul khilafah yang mengikuti metode kenabian (خِلاَفَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ نُبُوَّةٍ). Kemudian Nabi diam (HR. Ahmad no. 18903)
Wallahu ‘alam bishawab
Yogyakarta, 30 Rabi’ul awwal 1431 H/ 16 Maret 2010
Maraji’:
1. Al qur’anil Kariim
2. Musnad Imam Ahmad
3. An Nidzam al Ijtima’i


DEMOKRASI VS KHILAFAH
Oleh: Najmi Adzkia
Pendahuluan
Satu ketika, di sebuah desa dalam acara rembug pemilihan rukun tetangga (RT) baru. Seorang warga menyatakan pendapatnya. “agar lebih demokratis sebaiknya RT dipilih secara langsung oleh semua warga”.


Inilah kenyataan yang ada di kanan, kiri, depan dan belakang kita. Betapa masyarakat kita demikian latah, ikut-ikutan mengadopsi demokrasi tanpa mengetahui hakikat sesungguhnya. Demokrasi telah mengalami perluasan sekaligus pengkaburan makna. Musuh-musuh Islam memang tidak cukup ‘percaya diri’ untuk menjajakan demokrasi dalam wajah aslinya. Maka beragam cara dilakukan untuk ‘merias’ demokrasi. Diantara yang mereka lakukan adalah mengkaburkan makna demokrasi. Demokrasi sama dengan mekanisme pemilihan penguasa. Hingga tidak sedikit para syaikh dan aktivis Islam yang mengadopsi, memperjuangkan atau berjuang lewat jalur demokrasi. Sebagian dari mereka bahkan memuja-muja demokrasi dan menganggap demokrasi sebagai system terbaik saat ini
Dalam kesempatan yang lain, sebagian umat Islam menganggap bahwa demokrasi sebangun dengan Islam. Mereka menyatakan subtansi demokrasi adalah musyawarah. Disisi lain Islam adalah agama yang sangat menganjurkan musyawarah.
Demikianlah upaya pengkaburan dan penyesatan yang dibungkus dengan janji-janji manis kesejahteraan, kesetaraan, keadilan dan sebagainya ditiupkan ditubuh kaum muslimin. Dan upaya ini telah dilakukan Barat sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu. Bahkan dijadikan salah satu pemikiran yang ditanamkan ditubuh kaum muslimin untuk meruntuhkan khilafah Islam di Turki. Hingga tidak sedikit dari para syaikh yang menganjurkan untuk mengambil demokrasi. Diantara mereka bahkan mengeluarkan satu kaidah untuk membenarkan demokrasi inna ma laa yukhalifu al islama walam yarid nashun ‘ala an nahyi ‘anhu yajuzu akhdzuhu (bahwasanya apa saja yang tidak bertentangan dengan Islam dan tidak ada nash yang melarangnya maka boleh mengambilnya)
Demikianlah akhirnya demokrasi telah diadopsi dan diperjuangkan umat Islam di berbagai belahan bumi termasuk Indonesia. Mereka demikian mengagungkan demokrasi bahkan menjadikannya standar benar salah. Hingga pada saat ada sekelompok putera-puteri kaum muslimin yang ikhlas dalam berjuang dan tercerahkan dengan cahaya Islam yang untuk melanjutkan kehidupan Islam dengan menegakan khilafah Islam mereka kemudian melakukan penolakan dengan beragam dalih. Salah satunya adalah anggapan bahwa khilafah Islam adalah system kerajaan yang otoriter yang merupakan antithesis dari demokrasi.
Oleh karena itulah menjadi perkara yang teramat penting untuk mendudukan persoalan pada tempatnya. Hingga yang benar nampak benar dan yang batil tersingkap kebatilannya. Dan akhirnya umat secara sadar berjuang bersama hizb dalam upaya mewujudkan janji Allah SWT dan bisyarah Rasul-Nya yaitu tegaknya khilafah rasyidah yang kedua. insyaAllah fil waqtil qariib. Inna nashraLLAHI qariib.
Ilusi Negara Demokrasi
Sejak lahirnya demokrasi tidak tebih hanya sebuah khayalan yang tidak pernah terwujud dalam realitas sejarah peradaban manusia. System demokrasi yang terdapat di Negara kota (city state) Yunani Kuno (abad ke- 6 s/d 3 S.M) yang dianggap sebagai pelaksanaan terbaik dari system demokrasi. Dimana semua rakyat diberi hak dan kebebasan untuk menyuarakan pendapatnya secara langsung. Kenyataannya tidak mencerminkan demokrasi yang sesungguhnya. Betapa tidak, Negara kecil yang berpenduduk 30.000 orang hanya memberikan hak suara kepada segelintir orang. Sisanya, yaitu para budak yang jumlahnya mencapai 100.000 tidak diberikan hak suara.
Dalam perkembangan selanjutnya, demokrasi juga mengalami perkembangan seiring terbitnya era ranaisance. Dimulai dari Magna Charta (piagam besar) (1215) yang merupakan semi kontrak antara beberapa bangsawan dan raja John dari Inggris dimana untuk pertama kalinya seorang raja memberikan hak dan privelegs kepada bawahannya. Hingga pematangan konsep demokrasi dengan lahirnya kontrak social oleh JJ. Rousseau, Trias politika oleh John Locke (1632-1704) dan Montesquieu (1689-1755). Tapi disisi lain dalam masa-masa itu pula terjadi penjajahan diberbagai belahan bumi. Khususnya dunia Islam. Hampir seluruh dunia Islam telah dibagi-bagi oleh Negara–negara barat pemuja demokrasi. Tak terkecuali wilayah Indonesia yang secara silih berganti dijajah oleh Spanyol, Portugis, Belanda bahkan Inggris. Ironisnya penjajahan yang merobohkan nilai-nilai kemanusiaan dilakukan oleh Negara pemuja dan pengusung demokrasi. Bahkan pencaplokan tanah mi’raj Palestina atas skenario Inggris terjadi pada tahun ditandatanginya declaration of human right (HAM) yaitu tahun 1948. Padahal HAM adalah saudara kandung demokrasi. Fakta mutakhir penjajahan yang dilakukan AS di Afganistan, Irak dan Pakistan adalah sederet fakta yang tak terbantahkan bahwa demokrasi hanyalah sebuah ilusi para penghayal yang sesat. Dzalika bi annahum la ya’qiluun
Selain itu, kedaulatan rakyat yang dijanjikan oleh demokrasi kenyataannya juga tidak pernah terwujud. Kenyataannya suara rakyat didengar hanya saat musim-musim pilpres, pileg dan pilkada vc. Didustai dengan beragam janji-janji dusta. Atau dibeli dengan sekantong sembako, kaos murah, nasi bungkus atau uang 20 ribuan. Selanjutnya, habis nyoblos sepah dibuang. Untuk selanjutnya para capital-lah yang berkuasa dan berdaulat. Kasus Anggodo satu bukti yang menunjukan bahwa begitu kuatnya fulus dalam menentukan kebijakan, Kasus Century yang menunjukan betapa para penguasa tidak lagi peduli pada rakyatnya, termasuk kongkalingkong antara eksekutif, legislative dan yudikatif, termasuk produk perundang-undangan yang dapat dibeli. Bahkan oleh pihak asing. Adalah sederet fakta yang menegaskan bahwa kekuasan dan kedaulatan ditangan rakyat adalah kebohongan besar. Karena kenyataannya yang berdaulat adalah segelintir orang yang bernama penguasa. Terkadang penguasa tersebut ‘berselingkuh’ dengan pengusaha atau bahkan tak jarang penguasa adalah sekaligus pengusaha. Maka kami Tanya kepada anda wahai para pengusung dan pemuja demokrasi. Demokrasi macam apa yang sedang anda perjuangkan? Padahal system ini telah cacat sejak lahirnya dan ini adalah kenyataan sejarah yang tak terbantahkan.
Demokrasi Dalam Pandangan Islam
Demokrasi bukan sekedar mekanisme pemilihan pemimpin atau mekanisme pengambilan keputusan (musyawarah). tapi subtansi demokrasi sebagaimana menurut para penganutnya, Demokrasi berarti peme-rintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat; dengan menjalankan peraturan yang dibuat sendiri oleh rakyat. Aspek terpenting dalam Demokrasi, adalah ketetapan-nya bahwa pihak yang berhak membuat hukum (Al Musyarri') adalah manusia itu sendiri, bukan Al Khaliq. Ini logis saja bagi penga¬nut ide pemisahan agama dari kehi- dupan (sekularisme), karena pemisahan agama dari kehidupan itu berarti memberikan otoritas menetapkan hukum kepada manusia, bukan kepada Al Khaliq.
Bagi kaum muslimin, hal itu berarti tindak pembangkangan dan pengingkaran terhadap seluruh dalil yang qath'i tsubut (pasti sumbernya) dan qath'i dalalah (pasti penger-tiannya) yang mewajib¬kan kaum muslimin untuk mengikuti syari'at Allah dan membuang peraturan apa pun selain sya-ri'at Allah. Na'udzu billah min dzalik.
Kewajiban di atas diterangkan oleh banyak ayat dalam Al Qur'an. Dan lebih dari itu, ayat-ayat yang qath'i tadi menegas¬kan pula bahwa siapa pun yang tidak mengikuti atau menerapkan syari'at Allah, berarti dia telah kafir, dzalim, atau fasik. Sebagaimana firman Allah SWT Q.S. Al Maaidah : 44, Al Maaidah : 45 dan Al Maaidah : 47.
Berdasarkan nash ayat di atas, maka siapa pun juga yang tidak berhukum (menjalankan urusan pemerintahan) dengan apa yang diturunkan Allah, seraya menging¬kari hak Allah dalam menetapkan hukum --seperti halnya orang-orang yang meyakini Demokrasi-- maka dia adalah kafir tanpa keraguan lagi, sesuai nash Al Qur'an yang sangat jelas di atas. Hal ini karena tindakan tersebut --yakni tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah dan mengingkari hak membuat hukum yang dimiliki Allah-- berarti ingkar terhadap ayat-ayat yang qath'i dalalah. Padahal orang yang mengingkari ayat yang qath'i adalah kafir, dan ini disepakati oleh seluruh fuqaha.
Mengenai syura dan dan demokrasi maka antara keduanya terdapat perbedaan yang fundamental. Syaikh Abdul Qadim Zallum (1990) secara ringkas membandingkan sekaligus membedakan demokrasi dan syura dengan perkataannya, “Demokrasi bukanlah syura, karena syura artinya adalah meminta pendapat (thalab ar-ra’y). Sebaliknya, demokrasi adalah suatu pandangan hidup dan kumpulan ketentuan untuk seluruh konstitusi, undang-undang, dan sistem (pemerintahan).”
Ini berarti, menyamakan syura dengan demokrasi bagaikan menyamakan sebuah sekrup dengan sebuah mobil; tidak tepat dan tidak proporsional. Mengapa? Sebab, syura hanyalah sebuah mekanisme pengambilan pendapat dalam Islam, sebagai bagian dari proses sistem pemerintahan Islam (Khilafah). Sebaliknya, demokrasi bukan hanya sekadar proses pengambilan pendapat berdasarkan mayoritas, namun sebuah jalan hidup (the way of life) yang holistic, yang terepresentasikan dalam sistem pemerintahan menurut peradaban Barat. Kenyataan bahwa demokrasi adalah sebuah tipe sistem pemerintahan dapat dibuktikan, misalnya, melalui pernyataan Presiden Lincoln pada peresmian makam nasional Gettysburg (1863) di tengah berkecamuknya Perang Saudara di AS. Lincoln menyatakan, “Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.” (Melvin I. Urofsky, 2003: 2). Oleh karena itu, menyamakan syura dengan demokrasi tidaklah tepat dan jelas tak proporsional.
Khilafah, Harapan Masa Depan
Khilafah bukanlah Negara otoriter seperti yang sering dituduhkan. Paling tidak atas beberapa alasan berikut:
1. Dalam system khilafah kedaulatan (as siyadah) tidak dilimpahkan pada segelintir orang seperti dalam system demokrasi atau pada seorang raja dalam system monarkhi (kerajaan). Karena apabila kedaulataan dalam arti hak membuat hokum diserahkan manusia maka produk hokum yang dihasilkan adalah hokum yang penuh dengan kecacatan dan kekurangan. Karena bagaimanapun manusia pasti memilki keterbatasan. Bahkan dalam banyak kesempatan sering tercampur dengan pelbagai kepentingan sesaat. Oleh karena itulah maka kedaulatan semata-mata menjadi milik mutlak asy syaari’ yaitu Allah SWT. Banyak dalil baik dari Al qur’an maupun As sunnah yang menunjukan hal ini.
2. Kekuasaan (as sulthan) adalah milik umat. Umatlah yang berhak memilih dan membaiat pemimpinnya. Umat berhak memilih siapa saja untuk menjadi khalifahnya selama memenuhi syarat (minimal syarat in’iqad yaitu: Muslim, laki-laki, berakal, baligh, adil, merdeka dan mampu). Umat juga memiliki hak dan kewajiban untuk mengoreksi penguasa. Baik secara pribadi, melalui partai-politik maupun majlisul ummah. Dan aktivitas muhasabah lil hukkam ini adalah sebuah aktivitas yang sangat mulia. Nabi menyatakannya sebagai afdhalu al jihad dan siapa yang meninggal disetarakan dengan sayyidu syuhada Hamzah bin Abdul muthalib. Subhanallah. Inna hazda fauzan ‘adzima minallahi adzim
3. Seorang imam/khalifah memiliki shalahiyah (kewenangan) untuk mengadopsi hokum (tabanni al hukmi), melaksanakan hokum (tathbiq al hukmi) dan peradilan (al qadha) yang wajib terikat dengan hokum syara’. Aturan ini bersifat mengikat dan apabila seorang khalifah secara sengaja melanggarnya dan menampakkan kekufuran yang nyata maka mahkamah mazhalim dapat memberhentikannya. Sehingga bisa jadi seorang khalifah kehilangan statusnya sebagai khalifah meskipun baru satu bulan menjabat atau bahkan kurang dari itu. Sehingga seorang khalifah harus sangat hati-hati agar memastikan bahwa seluruh kebijakannya sesuai dengan syariat.

Kesimpulannya, Islam membedakan dan membagi kedaulatan (as siyadah, sovereignty) pada syara, kekuasaan (as sulthan, power) pada umat dan kewenangan (shalahiyah, authority) pada khalifah. Hal ini berbeda dengan system demokrasi yang menjadikan kedaulatan dan kekuasaan terkumpul pada rakyat/manusia. Yang dalam realitasnya diwakili oleh segelintir orang melalui mekanisme pemilihan. Maka konsep kedaulatan seperti ini mirip dengan system monarki dari sisi manusialah yang memegang kedaulatan. Hanya bedanya dalam sistem kerajaan kedaulatan ada pada seorang raja sedangkan dalam system demokrasi kewenangan berada pada segelintir orang dengan beragam kelemahan dan kepentingan yang ada. Bahkan tidak jarang suara wakil rakyat berseberangan dengan suara rakyat. Inilah kenyataan. Dengan system demokrasi manusia telah telah terlepas dari tirani system monarki. Tapi terjatuh pada tirani demokrasi yang menyesatkan. Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?

Penutup
Demikianlah, ideology Sosialisme Marx telah punah sejak tahun 1991. Yaitu ketika Uni Soviet roboh dan bangsa-bangsa penganut Sosialisme ramai-ramai melepaskan diri dari ideologi tersebut. Selanjutnya, AS mendominasi percat¬uran politik internasional, sebab tak ada lagi negara di dunia ini yang mengemban ideologi lain dan menjalankan strategi politik internasionalnya atas dasar ideologinya. Tapi, sebagaimana kita saksikan saat ini. Ideologi inipun telah rapuh dan bersiap menuju pada kematiannya. Maka tidak ada lagi alternatif ideology yang laik dan pantas untuk memimpin dunia saat ini kecuali Islam dengan tegaknya khilafah. Tsumma takunu khilafatan ‘ala minhaj an nubuwwah. Wallahu ‘alam bi shawab
Yogyakarta, 30 Rabi’ul awwal 1431 H/16 Maret 2010 M


RELIABILITAS
oleh: Wahyudi, S. Pd

Pengertian Reliabilitas

Reliabilitas sama dengan kekonsistenan. Menurut The Standart for Educational and Psychological Testing, reliabilitas mengacu pada tingkat nilai tes yang bebas dari keasalahan dalam pengukuran (Popham,1994;21)



Reabilitas merupakan tingkatan hasil penilaian siswa yang sama ketika:
a. mereka menyelesaikan tugas yang sama dalam kesempatan yang berbeda
b. dua atau lebih guru menilai hasil pekerjaan mereka pada tugas yang sama
c. mereka menyelesaikan dua atau lebih tugas yang berbeda namun dengan tingkat kesulitan yang sama pada suatu kesempatan yang sama ataupun berbeda. (Nitko., 2007;67)
Allen (1979;72) menyatakan tes disebut reliable jika skor pengamatan dikorelasikan dengan tinggi dengan skor yang sebenarnya, dengan merupakan koefisien reabilitas tes. Reabilitas dapat diekspresikan sebagai koefisien korelasi antara skor pengamatan pada dua tes yang parallel. Jika dua tes parallel diberikan pada populasi yang diuji dan hasil skor pengamatan dikorelasikan, maka korelasi ini (symbol dimana X dan X’diamati skornya pada kedua tes paralelnya) adalah koefisien reabilitas.
Pada kasus umum, skor sebenarnya tidak dapat diperoleh, dan tidak mungkin untuk menguji apakah tes tersebut parallel. Oleh karena itu, reabilitas seharusnya diperkirakan dengan metode lain.

Realibilitas membatasi Validitas
Tingginya reliabilitas tidak menjamin diperoleh interpretasi atau keputusan yang valid. Meskipun tingginya validitas sangat menentukan nilai reliabilitas. Hal ini dikarenakan reliabilitas bukanlah satu-satunya kriteria di dalam menentukan validitas. (Nitko., 2007;67)
Sebagai ilustrasi: Nona Cortez mengajar aritmatika kelas tujuh. Beliau merefleksikan siswa-siswanya pada perhitungan yang mana diharapkan siswa-siswanya mampu menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari dan mendata ketrampilannya ini. Dia kemudian membuat tes perhitungan dan problem solving untuk menilai kemampuan siswa-siswanya pada ketrampilannya. Karena tes tertulis yang dibuat sangat banyak item, nona cortes dapat percaya diri bahwa apa yang dibuatnya akan sangat reliable.
Strategi umum untuk menghitung koefisien reliabilitas adalah mengatur penilaian pada sekelompok siswa satu kali atau lebih dan diperoleh skor. Kemudian satu atau dua pendekatan digunakan untuk memeriksa kekonsistenan.
a. Dalam konteks skor kekonsistenan korelasi ini disebut sebagai koefisien reliabilitas.
b. Indeks pengekspresian variansi dalam skor kekonsistenan disebut sebagi standar eror pengukuran.
Reliablitas diperlukan untuk mengetahui validitas. Penilaian dari keandalan akan mempengaruhi kualitas (validitas). Berikut sebagi contoh pengambilan keputusan:
1. Nona Cortez memutuskan penguasaan 80% dari target yang diharapkan dalam perhitungan kelulusan. Bagaimanapun tes hanya mengambil contoh dari sub-sub yang harus dikuasai. Dari tes yang dilakukan beberapa siswa dapat menguasai 80% atau bahkan lebih dari target yang diharapkan (dikatakan lulus tes), dan beberapa dapat menguasai kurang dari 80% (dikatakan tidak lulus tes). Siswa yang tidak lulus tes ini dikelompokkan sebagai siswa yang kompetensinya masih kurang.
2. Seorang penasehat ingin mengetahui apakah kemampuan matematika siswa atau kemampuan komunikasi siswa tinggi. Skor siswa pada tes kemampuan matematika tidak seperti skor tes pada kemampuan bahasanya. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah siswa mempunyai kemampuan yang berbeda dalam 2 kemampuan tersebut? Kemmapuan siswa dalam hal yang berbeda akan berbeda pula, penasehat membutuhkan seberapa besar perbedaan dari true skor dalam kaitan dengan kesalahan perhitungan. Jika jarak skor sangat jauh maka kemungkinan tidak reliable. Jika skor tidak reliable maka penasehat dapat dengan kurang percaya diri mengemukakan bahwa perbedaan skor mengindikasikan perbedaan dalam kemampuan komunikasi dan kemampuan matematika.

Kesalahan dalam Pengkuran atau Inkonsistensi
Reliabitas dan kesalahan pengukuran (measurement error ) adalah dua hal yang saling menentukan dalam assesmen. Reliabilitas memfocuskan pembahasan pada sejauh mana hasil penilaian konsisten. Sedangkan measurement error fokus pada ketidak konsistenan hasil penilaian. Inkosistensi dapat terjadi pada kasus-kasus yang berbeda tidak disetiap kasus. (Nitko., 2007;68)

Popham (1995;31) menyajikan satu rumus untuk mengukur error of measurement yang disebut standart of error of measurement = sx
Keterangan: sx = standar deviasi dari skor tes
= reliabilitas pada tes

Koefisien Reliabilitas
Secara empirik tinggi rendahnya reliabilitas ditunjukan oleh suatu angka yang disebut koefisien reliabilitas. Pada awalnya tinggi rendahnya reliabilitas tes dicerminkan oleh koefisien korelasi antara sekor pada dua tes yang parallel, yang dikenakan pada sekelompok individu yang sama. Semakin tinggi koefisien korelasi termaksud berarti konsistensi natara hasil pengenaan dua tes tersebut semakin baik dan hasil ukur kedua tes itu dikatakn semakin reliable.
Koefisien korelasi antara dua variable dilambangkan oleh huruf r. Apabila skor pada tes pertama diberi lambang X dan skor pada tes kedua diberi lambang X’, maka koefisien korelasi antara kedua tes tersebut adalah . Symbol inilah yang digunakan sebagai symbol koifisien korelasi.
Walaupun secara teoritik besarnya koifisien relibialitas berkisar mulai dari 0,0 dampai denga 1,0 akan tetapi kenyataanya koefisien sebesar 1,0 dan sekecil 0,0 tidak pernah dijumpai. Disamping itu, walaupun koifisien korelasi dapat saja betambah negative (-), koefisien reliabilitas selalu mengacu pada angka positif (+) dikarenakan angka negative tidak ada artinya bagi intefretasi reliabilitas hasil ukur. Koifisien korelasi = 1,0 berarti adanya konsistensi yang sempurna pada hasil ukur yang bersangkutan. Konsisten yang sempurna seperti itu tidak dapat terjadi dalam pengukuran aspek-aspek psikologis dan social yang menggunakan manusia sebagi subyeknya dikarenakan terdapatnya berbagai sumber eror dalam diri manusia dan dalam pelaksanaan pengukuran yang sangat mudah mempengaruhi kecermatan hasil pengkuran.
Dalam penilaian pendidikan, sering timbul pertanyaan bahwa apakah koefisien reabilitas dari soal yang digunakan cukup bagus? Koefisien yang sempuna adalah 1, akan tetapi dalam penilaian pendidikan yang subyeknya adalah manusia maka hal tersebut adalah tidak mungkin. Dari penilaian dengan tipe-tipe instrumen yang berbeda, mempunyai tingkatan yang berbeda pula tentang koefisien reliabilitasnya.
a. Standar penilaian untuk soal pilihan ganda, koefisien reliabilitasnya 0,85-0,90.
b. Standar penilaian untuk soal open ended, koefisien reliabilitasnya 0,65-0,80
c. Standar penilaian untuk soal portofolio, koefisien reliabilitasnya 0,40-0,60
Disamping tehnik-tehnik korelasi, berkembang pula tehnik analisis varians skor dan tehnik analisis varian eror. Walaupun demikian untuk melambangkan koifiseien reliabilitas umumnya tetap digunakan symbol .


Konsepsi mengenai Reliabilitas
Konsepsi reliabilitas dalam teori skor murni klasikal dapat dipahami dari beberapa intefretasi. Suatu tes dikatakan sebagi mmemilki reliabilitas tinggi apabila, misalnya, skor tampak tes itu berkorelasi tinggi dengan skor murninya sendiri. Reliabilitas dapat pula ditafsirkan sebagai seberapa tingginya korelasi antara skor tampak pada dua tes yang parallel.
Allen dan Yen (1979) menguraikan enam cara untuk memandang koefisien reliabilitas tes. Dalam uraian mereka, koefisien reliabilitas disombolkan oleh sebagai parameter reliabilitas populasi umum.

Interfretasi 1
= korelasi skor -tampak antara dua tes yang parallel
Interprestasi ini mngatakan bahwa reliabilitas tes ditentuka oleh sejauh mana skor-tampak pada dua tes yang paralelberkorelasi. Bila pada dua tes yang parallel setiap subyek memperoleh skor yang sama dan pada masing-masing tes terdapat varian skor subyek, yaitu varian skor-tampaknya tidak sama dengan 0, maka tes tersebut mempunyai reliabilitas sempurna dengan koifisien sebesar = 1,00. Sebaliknya apabila skor-tampak pada suatu tes tidak berkorelasi sama sekali dengan skor tampak pada tes paralelnya maka kedua tes tersebut sama sekali tidak reliable dan koifisien reliabilitasnya adalah . Interprestasi ini menjadi asumsi dasar dalam pendekatan reliabilitas bentuk parallel (parallel – forms) dan pendekatan reliabilitas bentuksejajar (alternate-form)

Interpretasi 2
2 = besarnya populasi varian X yang dijelaskan oleh hubungan antara liniernya dengan x’
Interpretasi ini berasal dari penafsiran koifisien determinasi sebgaimana biasanya dilakukan pada penafsiran koifisien korelasi linier pearson. Jadi didalam hal ini besarnya kuadrat koifisien reliabilitas dapat dipandang sebagai proporsi varians skor pada tes lainnya yang parallel.
Interpretasi 3
= t2 / x2
Koifisien reliabilitas merupakan besarnya perbandingan anara varian skor-murni dan varian skor-tampak pada suatu tes, atau merupakan provorsi varians skor-tampak yang berisi varian skor-murni. Suatu koifisien reliabilitas sebesar 0,8 berarti bahwa 80 persen dari varian skor merupakan varian skor murni

Bila semua perbedaan yang terjadi pada skor tampak subyek merefleksikan perbedaan skor murni yaitu x2 = t2, maka reliabilitas tes tersebut adalah sempurna dengan koefisien xx’ = 1,00.


Intertpretasi 4
= xt2
Koifisoen reliabilitas merupakan kuadrat koifisien korelasi antara skor-tampak dengan skor murni. Jadi apabila koefisien reliabilitas xx’ = 0,64 maka xt = = 0,80. Bila besarnya koifisien xx’ = 0,49 maka xt = = 0.70.
Dari kedua contoh itu tampak bahwa koefisien korelasi antara skor-tampak dengan skor-murni selalu akan lebih besar dari pada koefisien reliabilitasnya, selama koefisien reliabilitas itu tidak sama dengan 0 atau 1. Kalau skor tampak pada tes atau variable lain itu diberi symbol Y maka fakta tersebut mendukung pernyataan bahwa xt xy
Menurut interpretasi ini yaitu, = xt2 korelasi maksimal antara X dan Y adalah . Dalam simbolisasi valisitas, skor X sendiri meruipakan skor tes dan skor Y merupakan skor kriteria sedangakan koefisien validitas disimbolkan oleh xy.

Interpretasi 5
xx’ = 1 – xe2
Besarnya proporsi varian skor tampak yang berkaitan dengan varian error ditunjukan oleh xe2. Sedangkan semakin besar proporsi itu maka semakin eratlah kaitan antara skor-tampak yang diperoleh subyek dengan dengan eror dan semakin rendahnya reliabilitas tes. Idealnya antara skor tampak dan eror sama sekali tidak boleh berkorelasi sehingga xe = 0. Hal ini hanya terjadi apabila reliabilitas tes adalah maksimal.

Interpretasi 6
xx’ = e2 / x2
Interpretasi ini mengkaitkan reliabilitas dengan varian error dan varian skor tampak. Disisi lain kita dapat melihat bahwa derajat heterogenitas skor subyek yang ditunjukan oleh besarnya x2 mempunyai pengaruh pnting terhadap koefisien reliabilitas. Dengan asumsi varian error tetap, tinggi rendahnya koefisien reliabilitas akan tergantung pada besar kecilnya varian skor tampak pada subyek yang bersangklutan. Pada kelompok subyek yang homogen yaitu yang memiliki x2 kecil, harga e2 / x2 akan relative lebih kecil dibandingkan dengan hargannya pada kelompok subyek yang heterogen (yang terdistribusi dengan x2 besar)


Estimasi Reliabilitas
Estimasi reliabilitas dapat dilakukan melalui salah satu pendekatan umum yaitu pendekatan tes ulang (test – retest), pendekatan tes sejajar (alternetif – forms) dan pendekatan konsistensi interlan (internal-consistency)
• tes - retest reliabilitas mengukur stabilitas nilai.
Pendekatan ini menunjukan konsistensi pengukuran dari waktu kewaktu dan mnghasilkan koefisien reliabilitas yang sering disebut sebagai koefisien stabilitas. Prinsip estimasinya adalah dengan menggunakan suatu ionstrumen pengukur dua kali dengan tenggang waktu tertentu, terhadap sekelompok subyek yang sama.
Komputasi korelasi antara distribusi skor dari kedua penggunaan tersebut menghasilkan estimasi reliabilitas instrument yang bersangkutan.
Kelemahan pendekatan test – retest adalah kurang pralktisnya penggunaan tes dua kali dan besarnya kemungkinan terjadi efek bawaan (carry –over-effects) dari suatu penggunaan tes kepenggunaan yang kedua.
• Pendekatan tes sejajar (alternetif – forms)
Pendekataan tes sejajar hanya dapat dilakukan apabila tersedia dua bentuk instrument pengukur yang dapat dianggap memnuhi asumsi parallel.
Pada kenyataan dilapangan bentuk parallel tidak selalu ada, karena biasanya penilaian bentuk parallel:
1. Prosedur penilaian hanya sekali digunakan pada masing-masing siswa
2. Tindalkan penilaian mengubah siswa
3. Hanya ada satu tindakan untuk menilai kemampuan ketertarikan
4. Sangat mahal utnuk membangun bentuk parallel dari penilaian

Salah satu insikator terpenuhinya asumsi parlel adalah staranya korelasi antara skor kedua instrument tersebut dengan skor suatu ukuran lain.
Untuk dapat parallel kedua bentuk instrument harus disusun dengan tujuan mengukur objek psikologis yang sama berdasarkan blue print (pola rancangan) yang sama serta spesifikasi yang sama pula.
Estimasi reliabilitas dengan pendekatan bentuk sejajar dilakukan setelah kedua instrument tersebut dikenakan berturut-turut pada sekelimpok subyek. Komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor dari penggunaan kedua instrimen itu menghasilkan koefisien reliabilitas yang berlaku bagi keduanya.
Kelemahan utama pendekatan ini terletak pada sulitnya menyusun dua alat ukur yang menuhi persyaratan paralel atau sejajar disamping pendekatan ini juga tidak menghilangkan sama sekali kemungkiana terjadinya efek bawaan.
• Pendekatan Konsistensi Internal (internal consistency)
Estimasi reliabilitas dengan pendekatan konsistensi internal didasarkan pada pada data dari sekali peggunaan satu bentuk alat uikur pada sekelompok subyek. Komputasi koefisien reliabilitasnya dilakukan setelah keselruhan instrument yang telah dikenakan pada subyek itu dibelah menjadi bebrapa bagian. Satu instrument dapat dibelah menjadi dua, tiga, empat atau lebih bagian bahkan dapat dibelah menjadi sebanyak sejumlah item-itemnya. Bentuk dan sifat alat ukur serta banyaknya belahan yang dibuat akan menentukan tehnik perhitungan koefisien relkiabilitasnya.
Diantara tehnik-tehnik komputasi reliabilitas konsistensi internal adalah:
a. Formula Spearman Brown
Dapat digunakan apabila jumlah item dalam tes adalah genap sehingga dapat dibelah menjadi dua bagian yang seimbang.
Pembelahan ini dapat dilakukan dengan mengelompokkan item-item bernomor ganjil menjadi satu dan item-itembernomor genap menjadi satu pula. Rumusnya

= koefisien korelasi antara antara skor belahan Y dan skor blahan Y’

b. Formula Rulon
Sebagaimana formula Sperman Brown juga dikenakan pada data skor suatu tes yang dibelah menjadi dua bagian yang seimbang.
Dan formula Rulon, komputasi reliabilitas didasarkan pada selisih skor subyek pada kedua belahan tersebut. Mrnurut Rulon selisih skor itulah sumber variasi eror dan karenannya bila dibandingkan dengan variasi skor akan dapat menjadi dasar mengestimasi reliabilitas tes.
Dirumuskan:

= variansi perbedaan skor belahan (d)
= variansi skor tes (X)

c. Formula Alfa
Untuk melakukan estimasi reliabilitas Alfa tes dapat dibelah menjadi beberapa bagian. Dalam pembelahan ini sangat penting untuk menjadikan banyaknya aitem dalam setiap belahan sama sehingga diharapkan belahan-belahan itu seimbang. Bila formula Allpa dikenakan pada tes yang dibelah tidak seimbang maka koefisien yang di peroleh akan rendah dan merupakan underestimasi terhadap reliabilitas sebelumnya.
Formula Alpa untuk tes yng dibelah dua

= koefisien relibilitas Alpa
= Varians skor tes (X)
= Varians skor belahan (y1)
= varians skor tes (y2)

d. Formula Kuder Richardson 20
Formula KR-20 sebetulnya sama denagn formaula Alfa, akan tetapi formula KR-20 hanya dapat dikenakan pada data skor dikotomi dari tes yang seolah-olah dibagi-bagi menjadi belahan sebanyak aitemnya.
Dirumuskan oleh:

N = banyaknya aitem
Pi = indeks kesukaran aitem
= varians skor tes (X)


Senin, 08 Maret 2010

Assalamu ‘alaikum. Binaan saya bertanya. Manakah yang lebih utama antara shalat dan dzikir? Guru saya pernah bercerita bahwa dzikir (maksudnya dzikir lisan) lebih utama dari shalat. Karena orang yang shalat belum tentu masuk syurga sebaliknya ada seoarang ulama sufi yang hanya berzikir tapi mendapat jaminan masuk surga. Bagaimana menjawab pertanyaan dan argument binaan ana tersebut? (Hendra, 0878162476xx)

Jawab
Wa ‘alaikum salam Wr. Wb.
Adik Hendra yang dirahmati Allah SWT. Tentang siapa yang akan masuk surga sesungguhnya perkara ghaib (mughayyabat). Tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah SWT. Kita hanya mengetahui sejumlah orang yang dijamin masuk surga berdasarkan informasi yang kita dapat dari al qur’an dan hadist Nabi saw. Diantara mereka adalah para Nabi dan Rasul, beberapa sahabat yang dijamin masuk surga seperti Abu Bakar ash shiddiq, Bilal bin Rabah dll. Selain itu kita tidak dapat mengetahuinya. Jadi saran saya, tanyakan pada binaan adik atas dalil dan bukti apa sang ulama sufi yang hanya berdzikir tapi tidak shalat pasti masuk surga?
Mengenai dzikir, maka disini ulama memberikan pembagian. Al-Qarafi berkata dalam kitab ad-Dakhîrah. Ia berkata, “Dzikir ada dua macam, yaitu dzikir dengan lisan; dzikir ini sangat baik jika dilakukan. Tapi ada dzikir yang lebih baik lagi yaitu mengingat Allah ketika melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.” (min muqawwimat an nafsiyatil islamiyah hal. 65). Demikian pula Imam Nawawi dalam kitab adabul mufrad menyatakan bahwa dzikir ada dua macam yaitu dzikir lisan dan dzikir berupa menjalankan kewajiban dan menjauhi larangan.

Jenis dzikir yang kedua ini sangatlah luas cakupannya yaitu berupa seluruh ketundukan dan ketaatan kepada Allah. Sedangkan tunduk dan taat kepada Allah hukumnya wajib. Diantara bentuk dzikir yang kedua ini adalah menuntut ilmu, shaum, zakat, haji, bermuamalah dengan cara yang islami, bergaul dengan cara islam, berpolitik dengan cara yang islami, mengatur Negara dengan syariat Allah, berdakwah, jihad fi sabilillah termasuk menegakkan shalat. Bahkan Allah menyebutkan shalat adalah sarana untuk mengingat Allah (dzikrullah). Allah berfirman:
إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلاةَ لِذِكْرِي
Artinya: Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.(QS. Thahaa [20]: 14)

Berdasarkan ayat diatas jelas shalat adalah salah satu bentuk dzkir kepada Allah. Apalagi apabila kita merenungi bacaan shalat maka semuanya adalah bentuk dzikir kepada Allah SWT. Nabi saw bahkan menyatakan shalat adalah mi’rajul mukminin.

Telah sangat difahami oleh kaum muslimin bahwa hukum shalat yang diwajibkan adalah fardhu ‘ain. Artinya ; apabila seseorang dengan sengaja meninggalkan shalat maka dia akan mendapatkan dosa dan siksa dari Allah SWT. Dalam banyak hadist bahkan Nabi mengecam dengan memberikan status kafir bagi orang yang secara I’tiqadi meninggallkan shalat. Diantaranya hadist dari Jabir bin Abdullah Nabi saw bersabda:
بين الرجل وبين الشرك والكفر ترك الصلاة
Artinya: yang memisahkan antara seoarang muslim dengan syirik dan kafir adalah meninggalkan shalat (HR. Muslim)

Nabi saw juga menyatakan bahwa Shalat adalah salah satu tiang agama. Dari Abdullah bin Umar r.a., dia berkata : Rasulullah saw. bersabda :
بني الإسلام على خمس: شهادة أن لا إله إلا الله، وأن محمداً رسول الله، وإقام الصلاة، وإيتاء الزكاة، وحج البيت، وصوم رمضان
Artinya: “Islam didirikan di atas lima (asas) : Bersaksi bahwasanya tidak ada Tuhan selain allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, berhaji ke Baitullah, dan puasa di bulan Ramadlan.” (Hr. Bukhari, muslim, Tirmidzi dan Ahmad)

Selain itu shalat adalah amal ibadah yang pertama kali akan diminta pentanggunggjawaban disisi Allah SWT, bahkan shalat adalah penentu keselamatan dan kecelakaan seseorang kelak di akhirat. Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. dikemukakan, bahwasanya ia telah Berkata “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda::
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ بِصَلَاتِهِ فَإِنْ صَلَحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ
Artinya: Sesungguhnya yang pertama kali diperhitungkan pada seseorang hamba pada hari kiamat adalah (tentang) shalat fardlu apabila shalatnya baik maka dia beruntung danberhasil dan apabila shalatnya jelek maka celaka dan rugilah dia” (Hr. An-Nasaai, Tirmidzi, Ibnu Maajah)


Berdasarkan penjelasan diatas maka jelaslah bahwa pandangan yang menyatakan cukup berdzikir maka sudah mendapat jaminan surga adalah pandangan yang ngawur, mengada-ada dan penuh dengan hawa nafsu yang menyesatkan. Na’udzubillahi minasyaithanirrajiim. Wallahu ‘alam bi shawab.

Yogyakarta, 8 Maret 2010
Wahyudi Abu Syamil Ramadhan (081251188553)






Minggu, 07 Maret 2010

Bid’ahkah salaman setelah shalat fardhu?
Jawab:
Kebiasaan bersalaman setelah shalat memang tidak pernah terjadi pada masa nabi saw. Tapi hal ini tidak serta merta menjadi bid’ah. Alasannya:




1. Sesuatu yang tidak dilakukan nabi tidak otomatis dilarang, dengan kata lain tidak otomatis bid’ah. Hal ini berdasarkan kaidah:
ان عدم فعله لشيء لا يدل على النهي عنه ولا يجب الاقتداء به
Artinya: tidak adanya perbuatan Nabi saw tidak menunjukan bahwa hal terbut dilarang melakukannya maka tidak wajib mentauladani pada hal tersebut

2. Memang benar telah terjadi perbedaan dalam mendefinisikan bid’ah. Namun kami mengambil definisi bid’ah sebagai berikut: Penyimpangan perintah asy-Syâri’ yang untuknya dinyatakan tata cara penunaiannya. Yang dimaksud dinyatakan tata cara penunaiannya misalnya perkara ibadah yang sudah jelas tatacaranya dan bersifat tauqifi. Oleh karena itu jika orang bersujud tiga kali di dalam shalatnya, bukannya dua kali saja, maka itu bid’ah. Siapa saja yang melempar jumrah di Mina sebanyak delapan lemparan bukannya tujuh lemparan maka ia telah melakukan bid’ah. Bersalaman setelah shalat bukanlah perkara yang masuk dalam lingkup ibadah. Sehingga menyatakan bid’ah untuk perkara seperti ini tentu kurang akurat alias salah alamat
3. Terdapat hadist-hadist umum yang menganjurkan untuk bersalaman setiap kali bertemu dan berpisahnya dua orang muslim. Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَفْتَرِقَا.
“Tidaklah dua orang muslim bertemu, lalu keduanya berjabatan tangan, kecuali akan diampuni keduanya sebelum berpisah”. [HR. Abu Dawud dalam As-Sunan (5212), At-Tirmidziy dalam As-Sunan (2727), Ahmad dalam Al-Musnad (4/289), dan lainnya. Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Shohih At-Targhib (3/32/no.2718)]
إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا لَقِيَ الْمُؤْمِنَ وَأَخَذَ بِيَدِهِ فَصَافَحَهُ تَنَاثَرَتْ خَطَايَاهُمَا كَمَا يَتَنَاثَرُ وَرَقُ الشَّجَرُ.
“Sesungguhnya seorang mukmin jika bertemu dengan seorang mukmin, dan mengambil tangannya, lalu ia menjabatinya, maka akan berguguran dosa-dosanya sebagaimana daun pohon berguguran”. [HR. Ath-Thobroniy dalam Al-Ausath (245). Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Shohih At-Targhib (no.2720)]
كَانَ أَصْحَابُ النَّبِيِّ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا تَلاَقَوْا تَصَافَحُوْا وَإِذَا قَدِمُوْا مِنْ سَفَرٍ تَعَانَقُوْا.
“Dulu para sahabat Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, apabila mereka bertemu, maka mereka berjabatan tangan. Jika mereka datang dari safar, maka mereka berpelukan”. [HR. Ath-Thobroniy dalam Al-Ausath. Hadits ini di-hasan-kan oleh Al-Albaniy dalam Shohih At-Targhib (2719)]
Kebiasaan bersalaman setelah shalat fardhu adalah waktu dimana jama’ah shalat akan berpisah setelah melaksanakan shalat berjama’ah. Maka tentu hal ini tidak bertentangan dengan sunnah, bahkan dianjurkan. Dalam konteks inilah imam Nawawi berpendapat bahwa bersalaman setelah shalat fardhu masuk dalam cakupan keumuman hadist diatas.

وأما ما اعتاده الناس من المصافحة بعد صلاتي الصبح والعصر فلا أصل له في الشرع علي هذا الوجه ولكن لا بأس به فان أصل المصافحة سنة
Adapun kebiasaan orang yang bersalaman setelah shalat subuh dan ashar maka hal itu tidak ada dalilnya (dalil khusus, penj) akan tetapi hal ini tidak apa-apa (boleh) karena hokum asal bersalaman adalah sunnah (al majmu’ juz 4/633)
Kebiasaan bersalaman setelah shalat fardhu awalnya terbatas hanya pada shalat ashar dan subuh. Tentu juga tidak ada masalah apabila dilakukan pada shalat-shalat yang lain. Sekali lagi berdasarkan keumuman hadist-hadist di atas.
Kesimpulan: bersalaman setelah shalat fardhu tidaklah bid’ah berdasarkan keumuman hadist-hadist yang menganjurkannya. Hal ini juga tidak termasuk dalam cakupan ibadah mahdhah. Wallahu ‘alam bi shawab

Yogyakarta, 6 Maret 2010
Wahyudi Abu Syamil Ramadhan (081251188553)



HUKUM MEMPERINGATI HARI LAHIRNYA NABI MUHAMMAD SAW
Pendahuluan
Telah terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama tentang hukum memperingati maulid Nabi saw. Sebagian ulama berpendapat bahwa peringatan ini terkategori bid’ah yang diada-adakan. Sedangkan yang lain menyatakan bahwa peringatan seprti ini adalah bid’ah yang dibolehkan bahkan sunnah karena terdapat kebaikan di dalamnya. Untuk membahas persoalan ini bukanlah perkara yang mudah. Diperlukan penelaahan yang mendalam dan jernih agar kita tidak terjebak pada pengambilan keputusan yang sembrono. Untuk itulah maka kami akan mengemukakan ringkasan pendapat ulama yang mengganggap bid’ah dan pendapat ulama yang membolehkannya. Selanjutnya dengan izin Allah SWT semoga kami diberikan kemudahan dan petunjuk untuk dapat mengambil pendapat yang lebih rajih. Amiin



Pandangan Ulama yang membid’ahkan:
1. Peringatan maulid Nabi saw tidak ada dasarnya baik dari al-qur’an, as sunnah maupun pendapat salafus shalih. Sebgaimana perktaan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah:
إن هذا لم يفعله السلف، مع قيام المقتضى له وعدم المانع فيه، ولو كان هذا خيراً محضاً أو راجحاً لكان السلف – رضي الله عنهم – أحق به منَّا؛ فإنهم كانوا أشد محبة لرسول الله  وتعظيماً له منا، وهم علي الخير أحرص. (اقتضاء الصراط المستقيم:2/615)
2. Peringatan maulid Nabi saw termasuk bid’ah yang dilarang syariat. Sebgaimana sabda Nabi:
وكل محدثة بدعة، وكل بدعة ضلالة،وكل ضلالة في النار
Artinya: setiap perkara yang baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan berada di neraka (Hr. Muslim)
Karena Nabi saw telah menetapkan hari-hari tertentu yang boleh dirayakan, yaitu idul fitri, idul adha termasuk hari-hari nahar dan hari jumat maka peringatan maulid Nabi adalah bid’ah.
3. Menjadikan hari tertentu sebagai sesuatu yang diperingati adalah perkara yang dilarang. Dari Uqbah bin amir, Nabi saw bersabda:
"يوم عرفة ويوم النحر وأيام منى عيدنا أهل الإسلام، وهي أيام أكل وشرب وذكر لله"
Artinya; hari ‘arafah dan hari nahar adalah hari-hari dariku hari raya kita (orang-orang islam) dan hari-hari makan, minum dan berdzikir kepada Allah (Hr. Abu Dawud, An Nasai dan at Tirmidzi)
Berdasar hadist ini Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa hari selain hari yang ditetapkan Nabi sebagai hari yang boleh dirayakan maka haram melakukan perayaan didalamnya.
4. Memperingati hari tertentu dari lahirnya Nabi saw adalah satu bentuk menyerupai (tasyabuh) terhadap orang kafir. Nabi bersabda:
" لتتبعنَّ سنن من كان قبلكم شبراً بشبر وذراعاً بذراع، حتى لو دخلوا جحر ضب تبعتموهم. قيل: يا رسول الله اليهود والنصارى ؟ قال: فمن؟ ـ أي: من غيرهم
Artinya: sungguh kalian akan mengikuti jalan hidup orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta hingga seandainya mereka masuk kelubang biawak sekalipun kalianpun akan mengikuti. Nabi ditanya: apakah mereka orang-orang Yahudi dan Nasrani. Nabi menjawab: siapa lagi kalau bukan mereka (HR. BUkhari dan Muslim).
5. Seandainya memperingati hari lahirnya Nabi saw diperbolehkan maka hari diutusnya beliau lebih layak untuk diperingati. Allah berfirman:
{لَقَدْ مَنَّ اللّهُ عَلَى الْمُؤمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولاً مِّنْ أنفسهم يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُواْ مِن قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُّبِينٍ }
Artinya: Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata (QS. Ali ‘Imran: 164).

Dalam ayat ini jelas Allah menyatakan ‘idza ba’atsa’ bukan ‘idza walada’. Maka tentu memperingati hari diutusnya (jika dibolehkan) tentu lebih utama dari memperingati hari lahirnya.
6. Peringatan maulid Nabi cacat secara historis
Malam kelahiran Rasulullah saw tidak diketahui secara qath'i (pasti), bahkan sebagian ulama kontemporer menguatkan pendapat yang mengatakan bahwasannya ia terjadi pada malam ke 9 (sembilan) Rabi'ul Awwal dan bukan malam ke 12 (dua belas). Jika demikian maka peringatan maulid Nabi Muhammad r yang biasa diperingati pada malam ke 12 (dua belas) Rabi'ul Awwal tidak ada dasarnya, bila dilihat dari sisi sejarahnya.
7. Peringatan Maulid bercampur dengan kemungkaran-kemungkaran lain

Sedangkan alasan ulama yang membolehkan peringatan maulid nabi adalah:
1. Dalam peringatan maulid nabi terdapat banyak kebaikan yang dilakukan seperti mengenang perjuangan Nabi, membaca shalawat, sedekah dsb. Dan ini satu bentuk kebaikan yang diperintahkan Nabi. Nabi bersabda:
مَنْ سَنَّ فِى اْلاِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ اَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا

Siapa yang memberikan contoh perbuatan baik dalam Islam maka ia akan mendapatkan pahala orang yang turut mengerjakannya dengan tidak mengurangi dari pahala mereka sedikit pun. (HR Muslim)
2. Rasulullah SAW merayakan kelahiran dan penerimaan wahyunya dengan cara berpuasa, yaitu setiap hari Senin Nabi SAW berpuasa untuk mensyukuri kelahiran dan awal penerimaan wahyunya.

عَنْ أَبِيْ قَتَادَةَ الأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ الْإِثْنَيْنِ فَقَالَ” : فِيْهِ وُلِدْتُ وَفِيْهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ . رواه مسلم

“Dari Abi Qotadah al-Anshori RA sesungguhnya Rasulullah SAW pernah ditanya mengenai puasa hari senin. Rasulullah SAW menjawab: Pada hari itu aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku.” (H.R. Muslim)
3. Sesungguhnya bid’ah ada dua yaitu: bid’ah hasanah dan bid’ah dhalalah. Sedangkan peringatan maulid Nabi termasuk bid’ah hasanah karena terdapat kebaikan didalamnya. sebagaimana komentar Imam Syafi’i:
المُحْدَثَاتُ ضَرْباَنِ مَاأُحْدِثَ يُخَالِفُ كِتاَباً أَوْسُنَّةً أَوْأَثَرًا أَوْإِجْمَاعًا فَهَذِهِ بِدْعَةُ الضَّلاَلِ وَمَاأُحْدِثَ مِنَ الخَيْرِ لاَيُخَالِفُ شَيْئاً مِنْ ذَالِكَ فَهِيَ مُحْدَثَةٌ غَيْرَ مَذْمُوْمَةٍ

Sesuatu yang diada-adakan (dalam agama) ada dua macam: Sesuatu yang diada-adakan (dalam agama) bertentangan dengan Al-Qur’an, Sunnah Nabi SAW, prilakuk sahabat, atau kesepakatan ulama maka termasuk bid’ah yang sesat; adapun sesuatu yang diada-adakan adalah sesuatu yang baik dan tidak menyalahi ketentuan (al Qur’an, Hadits, prilaku sahabat atau Ijma’) maka sesuatu itu tidak tercela (baik). (Fathul Bari, juz XVII: 10)
4. Merayakan maulid Nabi adalah salah satu wujud cinta kepada beliau. Nabi bersabda:
" لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من والده وولده والناس أجمعين"
Artinya: tidak sempurna iman diantara kalian hingga aku lebih dicintainya dari orang tuanya, anak-anaknya dan manusia seluruhnya (HR. Bukhari dan Muslim)
5. Sahabat juga melakukan hal-hal baru yang tidak secara langsung dilakukan Nabi. Khususnya setelah wafatnya Nabi saw. Antara lain Pembukuan Al-Qur'an pada masa Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq atas usulan Sayyidina Umar ibn Khattab. Demikian pula Sayyidina Umar Ibnul Khattab, setelah mengadakan shalat Tarawih berjama’ah dengan dua puluh raka’at yang diimami oleh sahabat Ubai bin Ka’ab beliau berkata :
نِعْمَتِ اْلبِدْعَةُ هذِه

artinya: “Sebaik-baik bid’ah itu ialah ini”.
6. Hari lahirnya Nabi terkategori hari-hari Allah yang layak diperingati. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Nabi berpuasa pada hari ini. Maka hari lahirnya Nabi sebagai pembawa rahmat bagi seluruh alam tentu juga layak untuk diperingati.
Setelah melakukan pengakajian secara seksama atas dua pandangan diatas maka kami menyimpulkan bahwa perkara ini adalah perkara yang diperselisihkan. Masing-masing pihak boleh saja menganggap pendapatnya yang terkuat. Tapi yang jelas masing-masing pihak memiliki landasan syar’i. Maka sejatinya masing-masing merupakan pandangan yang islami (ra’yul islam). Perbedaan seperti ini adalah hal yang dapat ditolerir sebagaimana juga terjadi banyak pendapat yang berbeda di kalangan sahabat baik Nabi masih hidup maupun setelah wafatnya beliau.
Adapun pandangan kami adalah peringatan maulid Nabi hukumnya boleh selama tidak tercampur dengan sesuatu yang haram. Alasannya adalah sebagai berikut:
1. Sesuatu yang tidak dilakukan nabi tidak otomatis dilarang, dengan kata lain tidak otomatis bid’ah. Hal ini berdasarkan kaidah:
ان عدم فعله لشيء لا يدل على النهي عنه ولا يجب الاقتداء به
Artinya: tidak adanya perbuatan Nabi saw tidak menunjukan bahwa hal terbut dilarang melakukannya maka tidak wajib mentauladani pada hal tersebut

Karena tidak ada larangan tegas dari Nabi saw. Maka hukum maulid perlu ditinjau dari fakta yang terjadi pada peringatan maulid tersebut. Tidak otomatis bid’ah hanya karena tidak pernah dilakukan oleh Nabi dan sahabat.
2. Memang benar telah terjadi perbedaan dalam mendefinisikan bid’ah. Namun kami mengambil definisi bid’ah sebagai berikut: Penyimpangan perintah asy-Syâri’ yang untuknya dinyatakan tata cara penunaiannya. Yang dimaksud dinyatakan tata cara penunaiannya misalnya perkara ibadah yang sudah jelas tatacaranya dan bersifat tauqifi. Oleh karena itu jika orang bersujud tiga kali di dalam shalatnya, bukannya dua kali saja, maka itu bid’ah. Siapa saja yang melempar jumrah di Mina sebanyak delapan lemparan bukannya tujuh lemparan maka ia telah melakukan bid’ah. Tidak adanya larangan tegas dari Nabi dan terjadinya perselisihan pendapat dikalangan ulama menunjukan bahwa persoalan peringatan maulid Nabi bukanlah perkara yang rinci tatacaranya. Dengan kata lain hal ini bukanlah perkara yang bid’ah.
3. Adapun alasan bahwa peringatan maulid nabi cacat secara historis maka hal ini bukanlah hal yang penting untuk ditanggapi. Karena sejarah bukanlah sumber hokum. Kecacatan sejarah bukanlah alasan yang dapat dijadikan hujjah untuk membolehkan atau mengharamkan peringatan maulid Nabi. Begitu pula alasan pada masa siapa peringatan maulid Nabi dimulai maka hal ini juga tidak penting untuk ditanggapi karena kebenaran dapat datang dari siapa saja. Sebagaimana pernyataan Imam ‘Ali kwh “perhatikanlah apa yang disampaikan dan jangan perhatikan siapa yang mengatakan”.
Kesimpulannya, Karena didalam peringatan maulid nabi terdapat banyak kebaikan sebagaimana telah disebutkan diatas maka hukumnya perlu dirinci. Apabila pringatan maulid terbebas dari yang diharamkan maka hukumnya boleh. Akan tetapi apabila tercampur dengan hal-hal yang diharamkan maka hukumnya haram seperti ikhtilath antara laki-laki dan perempuan, pengagungan terhadap Nabi secara berlebihan, dsb. Selain itu disyaratkan bahwa peringatan ini bukanlah bagian dari ibadah khusus (mahdhah) karena ibadah mahdhah telah sempurna penjelasannya dan sifatnya tauqifi. Wallahu ‘alam bi shawab
Yogyakarta, 6 Maret 2010
Wahyudi Abu Syamil Ramadhan (081251188553)



Rabu, 03 Maret 2010

TEORI DAN TOKOH DALAM PERKEMBANGAN ANAK
Oleh: Wahyudi S. Pd
I.Teori Perkembangan Kognitif

Teori ini dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata—skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya— dalam tahapan-tahapan perkembangan,

saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan. Untuk pengembangan teori ini, Piaget memperoleh Erasmus Prize. Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia, yaitu:
1.Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
2.Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
3.Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
4.Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Periode sensorimotor
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan:
1.Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.
2.Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
3.Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
4.Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
5.Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
6.Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas.
Tahapan praoperasional
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.
Tahapan operasional konkrit
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
Pengurutan—kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
Klasifikasi—kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan). Anak dapat membentuk variasi relasi kelas dan mengerti bahwa beberapa kelas dapat dimasukkan ke kelas lain. Misalnya semua manusia lelaki dan semua manusia wanita adalah semua manusia. Hubungan A > B dan B > C menjadi A > C.
Decentering—anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
Penghilangan sifat Egosentrisme—kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.
Tahapan operasional formal
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.
Periode operasi formal ini disebut juga disebut periode operasi hipotetik-deduktif yang merupakan tahap tertinggi dari perkmbangan intelektual. Anak-anak pada periode ini sudah memberikan alasan dengan menggunakan lebih banyak simbul atau gagasan dalam cara berpikir. Anak sudah dapat mengoperasikan argumen-argumen tanpa dikaitkan dengan benda-benda empirik. Ia mampu menggunakan prosedur seorang ilmuwan, yaitu menggunakan posedur hipotetik-deduktif. Anak mampu menyelesaikan masalah dengan cara yang lebih baik dan kompleks dari pada anak yang masih dalam tahap periode operasi kongkret. Konsep konservasi telah tercapai sepenuhnya.Anak sudah mampu menggunakan hubungan-hubungan di antara objek-objek apabila ternyata manipulasi objek-objek tidak memungkinkan. Anak telah mampu melihat hubungan-hubungan abstrak dan menggunakan proposisi-proposisi logik-formal termasuk aksioma dan definisi-definisi verbal. Anak juga sudah dapat berpikir kombinatorik, artinya bila anak dihadapkan kepada suatu masalah, ia dapat mengisolasi faktor-faktor tersendiri atau mengkombinasikan faktor-faktor itu sehingga menuju penyelesaian masalah tadi.
Proses perkembangan
Seorang individu dalam hidupnya selalu berinteraksi dengan lingkungan. Dengan berinteraksi tersebut, seseorang akan memperoleh skema. Skema berupa kategori pengetahuan yang membantu dalam menginterpretasi dan memahami dunia. Skema juga menggambarkan tindakan baik secara mental maupun fisik yang terlibat dalam memahami atau mengetahui sesuatu. Sehingga dalam pandangan Piaget, skema mencakup baik kategori pengetahuan maupun proses perolehan pengetahuan tersebut. Seiring dengan pengalamannya mengeksplorasi lingkungan, informasi yang baru didapatnya digunakan untuk memodifikasi, menambah, atau mengganti skema yang sebelumnya ada. Sebagai contoh, seorang anak mungkin memiliki skema tentang sejenis binatang, misalnya dengan burung. Bila pengalaman awal anak berkaitan dengan burung kenari, anak kemungkinan beranggapan bahwa semua burung adalah kecil, berwarna kuning, dan mencicit. Suatu saat, mungkin anak melihat seekor burung unta. Anak akan perlu memodifikasi skema yang ia miliki sebelumnya tentang burung untuk memasukkan jenis burung yang baru ini.
Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya. Dalam contoh di atas, melihat burung kenari dan memberinya label "burung" adalah contoh mengasimilasi binatang itu pada skema burung si anak.
Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali. Dalam contoh di atas, melihat burung unta dan mengubah skemanya tentang burung sebelum memberinya label "burung" adalah contoh mengakomodasi binatang itu pada skema burung si anak.
Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang berubah dan berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya. Proses penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai keadaan equilibrium, yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisinya dengan pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang tersebut selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas.
Dengan demikian, kognisi seseorang berkembang bukan karena menerima pengetahuan dari luar secara pasif tapi orang tersebut secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya.
I.Teori Psikososial
Pakar Psikososial adalah Erikson. Erikson memfokuskan pada perkembangan psikososial sejak kecil hingga dewasa dalam delapan tahap. Setiap orang akan melewati tahapan dan setiap tahapan akan mendapatkan pengalaman positif dan negatif. Kepribadian yang sehat akan diperoleh apabila seseorang dapat melewati krisis dalam tugas perkembangan dengan baik. Masing-masing tahap terdiri dari tugas perkembangan yang khas yang menghadapkan individu dengan suatu krisis yang harus dihadapi, krisis ini bukanlah suatu bencana, tetapi suatu titik balik peningkatan kerentanan & peningkatan potensi. Semakin berhasil individu mengatasi krisis, akan semakin sehat perkembangan mereka.
Delapan tahap perkembangan anak menurut Erikson:
1. TahapBasic Trust vs Basic Mistrust (Kepercayaan vs Ketidakpercayaan)
Ialah tahap Psikososial pertama menurut Erikson yang dialami dalam tahun pertama kehidupan. Suatu rasa percaya menuntut perasaan nyaman secara fisik dan sejumlah kecil ketakutan serta kekuatiran akan masa depan. Peran orang tua sangat dibutuhkan untuk tanggap dan peka karena pada tahap ini, individu yang memiliki rasa percaya cenderung untuk memiliki rasa aman dan memiliki rasa percaya diri untuk mengeksplorasi lingkungan yang baru. Anak-anak yang memasuki sekolah dengan rasa tidak percaya dapat mempercayai guru tertentu yang meluangkan banyak waktu untuk membuat dirinya sebagai orang yang dapat dipercayai.

2. Tahap Autonomy vs Shame and Doubt (Otonomi vs Rasa Malu dan Ragu-ragu)

Setelah memperoleh kepercayaan diri pengasuh / orangtua mereka, individu mulai menemukan bahwa perilaku mereka adalah milik mereka sendiri, menyadari kemauan mereka. Otonomi dibangun atas perkembangan kemampuan mental & motorik (otonomi = kemandirian). Penting bagi orangtua untuk mengenal motivasi anak untuk melakukan apa yang dapat mereka lakukan sesuai dengan kemampuan mereka.
Pada usia ini, anak mencoba untuk mandiri yg secara fisik dimungkinkan oleh kemampuan mereka untuk berjalan, lari dan berkelana tanpa dibantu orang dewasa lagi. Dengan kebebasan ini, anak masuk dalam periode menjelajah/eksplorasi. Beberapa hal dapat dicapai dalam periode ini, seperti keberanian untuk menjelajah, insting untuk menentukan arah sendiri. Pokoknya pada periode inilah kemampuan anak untuk percaya diri dikembangkan. Problem yang dapat terjadi, menurut Erikson, adalah rasa malu karena mereka merasa tidak mampu "be on their own". Ini akan terjadi bila orang tua terlalu banyak ikut campur misalnya membantu atau mengkoreksi kekeliruan mereka. Karena pada usia ini anak mulai belajar bahasa, maka orang tua yang terus berusaha memperbaiki anak yang sedang belajar ngomong, akan mengakibatkan anak menjadi penakut/pemalu dalam berkomunikasi.

3. Tahap Initiative vs Guilt (Prakarsa vs Rasa Bersalah)
Periode Perkembangan : masa awal anak-anak (tahun pertama pra-sekolah 3-5 tahun). Ketika anak-anak sekolah menghadapi dunia sosial yang lebih luas, mereka lebih tertantang dan perlu mengembangkan perilaku yang bertujuan untuk mengatasi tantangan-tantangan ini. Anak-anak belajar berbuat terhadap lingkungannya sebelum ia mampu berpikir mengenai apa yang sedang ia perbuat / intelegensi dasar dimiliki anak tersebut kelak. Pada tahap ini anak-anak belajar secara praktis dengan keterampilan-keterampilan perseptual, motorik, kognitif dan kemampuan bahasa yang mereka miliki untuk melakukan sesuatu.
Atas prakarsa mereka sendiri, anak-anak pada tahap ini beralih ke dunia sosial yang lebih luas.
Pengatur utama prakarsa adalah suara hati, prakarsa dan antusiasme mereka dapat menyebabkan mereka menerima hadiah / hukuman.

4. Tahap Industry vs Inferiority (Tekun vs Rasa Rendah Diri)
Periode Perkembangan : masa pertengahan dan akhir anak-anak (tahun-tahun sekolah, 6 tahun hingga pubertas). Masa awal anak-anak yang penuh imajinasi, ketika anak-anak / individu memasuki tahun-tahun sekolah dasar, mereka mengarahkan energi mereka pada penguasaan pengetahuan & keterampilan intelektual. Tertarik pada bagaimana sesuatu diciptakan & bagaimana sesuatu itu bekerja.

5. Tahap Ego-Identity vs Role Confusion (Identitas Diri vs Kekacauan Peran)
Periode Perkembangan : masa remaja 12 - 18/20 tahun. Pada tahap ini remaja / individu dihadapkan pada temuan siapa mereka? Bagaimana mereka nantinya? Kemana tujuan mereka? Menuju dalam kehidupannya berupa Penjajakan pilihan-pilihan alternatif terhadap peran karir merupakan hal penting.
Pada tahap ini remaja memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik secara serentak / berurutan 2 ragam kemampuan kognitif.
a.Kapasitas menggunakan hipotesis.
b.Kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak, logis dan idealisitk (berpikir tentang pemikiran itu sendiri).

6. Tahap Intimacy vs Isolation (Keintiman vs Pengasingan)

Periode Perkembangan : masa awal dewasa (18/19 - 30 tahun). Individu menghadapi tugas perkembangan pembentukan relasi yang akrab dengan orang lain, Erikson menggambarkan keakraban sebagai penemuan diri sendiri, tanpa kehilangan diri sendiri pada orang lain. Pada periode ini, individu termotivasi untuk berhasil melalui perkembangan sosial.

7. Tahap Erikson : Generativity vs Stagnation (Perluasan vs Stagnasi)
Periode Perkembangan : masa pertengahan dewasa (antara pertengahan 20-an tahun sampai 50-an). Mencakup rencana-rencana orang dewasa atas apa yang mereka harap guna membantu generasi muda mengembangkan dan mengarahkan kehidupan yang berguna melalui generativitas / bangkit.
Sebaliknya, stagnasi / mandeg adalah ketika individu tidak melakukan apa-apa untuk generasi berikutnya.
Memberikan asuhan, bimbingan pada anak-anak, individu generatif adalah seseorang yang mempelajari keahlian, mengembangkan warisan diri yang positif dan membimbing orang yang lebih muda.

8. Tahap Integrity vs Despair (Integritas dan Kekecewaan)

Periode Perkembangan : masa akhir dewasa (60 tahunan). Masa ini dimulai sekitar usia 60, ketika seseorang mulai meninggalkan masa-masa aktif di masyarakat dan bersiap untuk hidup lebih menyendiri. Sangat berbeda dengan rata-rata orang yang ketakutan dengan datangnya usia tua, maka bagi Erikson, ini adalah masa yang sama pentingnya dengan fase-fase sebelumnya.
Bahkan, masa ini mungkin masa yang paling penting karena ini adalah masa terakhir di mana kita harus bersiap untuk meninggalkan dunia ini.
II.Teori Kognitif-sosial
Pengagas teori ini adalah Lev Vygotsky. Vygotsky adalah seorang psikolog Rusia dan perintis dalam bidang sosial dan perkembangan kognitif. This article reviews his theory of how children learn.Vigotsky memandang bahwa sistem sosial sangat penting dalam perkembangan kognitif anak. Orangtua, guru dan teman berinteraksi dengan anak dan berkolaborasi untuk mengembangkan suatu pengertian. Jadi belajar terjadi dalam konteks sosial, dan muncul suatu istilah zona Perkembangan Proksimal (ZPD). ZPD diartikan sebagai daerah potensial seorang anak untuk belajar, atau suatu tahap dimana kemampuan anak dapat ditingkatkan dengan bantuan orang yang lebih ahli. Daerah ini merupakan jarak antara tahap perkembanan aktual anak yaitu ditandai dengan kemampuan mengatasi permasalahan sendiri batas tahap perkembangan potensial dimana kemampuan pemecahan masalah harus melalui bantuan orang lain yang mampu.Sebagi contoh anak usia 5 tahun belajar menggambar dengan bantuan pengarahan dari Orang tua atau guru bagimana caranya secara bertahap, sedikit demi sedikit bantuan akan berkurang sampai ZPD berubah menjadi tahap perkembangan aktual saat anak dapat menggambar sendiri. Oleh karena itu dalam mengembangkan setiap kemampuan anak diperlukan scaffolding atau bantuan arahan agar anak pada akhirnya menguasai keterampilan tersebut secara independen. Dalam mengajar guru perlu menjadi mediator atau fasilitator di mana pendidik berada disana ketika anak-anak membutuhkan bantuan mereka. Mediatoring ini merupakan bagian dari scaffolding. Jadi walaupun anak sebagai pebelajar yang aktif dan ingin tahu hampir segala hal, tetapi dengan bantuan yang tepat untuk belajar lebih banyak perlu terus distimuluasi sehingga proses belajar menjadi lebih efektif.
 
Vigotsky meyakini bahwa pikiran anak berkembang melalui: (1) Mengambil bagian dalam dialog yang kooperatif dengan lawan yang terampil dalam tugas di luar zone proximal Development; (2) Menggunakan apa yang dikatakan pendidik yang ahli dengan apa Yang dilakukan. Berbeda dengan Piaget yang memfokuskan pada perkembangan berfikir dalam diri anak (intrinsik), Vigotsky menekankan bahwa perkembangan kognitif seorang anak sangat dipengaruhi oleh sosial dan budaya anak tersebut tinggal. Setiap budaya memberikan pengaruh pada pembentukan keyakinan, nilai, norma kesopanan serta metode dalam memecahkan masalah sebagai alat dalam beradaptasi secara intelektual. Budayalah yang mengajari anak untuk berfikir dan apa yang seharusnya dilakukan.
Kritik terhadap Vygotsky
Vygotsky has been criticized for defining developmental stages only in very general forms, so that his predictions are very difficult to “test, verify, disprove .Vygotsky telah dikritik untuk menentukan tahap-tahap perkembangan hanya dalam bentuk yang sangat umum, sehingga ramalannya sangat sulit untuk "menguji, verifikasi, membantah. . . . . there is a lack of precision and inattention to details.” Vygotsky's work is often general enough to be unfalsifiable. ada kurangnya presisi dan kurangnya perhatian terhadap detail. "karya Vygotsky sering cukup umum untuk menjadi tidak dapat difalsifikasi.
III.Teori Psikoanalisis
Pengagas teori ini adalah Sigmund Freud (1856-1939). Freud adalah seorang dokter Wina yang datang untuk percaya bahwa cara orangtua anak-anak ditangani dengan dasar hasrat seksual dan agresif akan menentukan bagaimana kepribadian mereka berkembang dan apakah atau tidak mereka akan berakhir dengan baik-disesuaikan sebagai orang dewasa. Freud described children as going through multiple stages of sexual development, which he labeled Oral, Anal, Phallic, Latency, and Genital. Freud menggambarkan anak-anak dengan pergi melalui berbagai tahap perkembangan seksual, yang ia sebut Oral, Anal, tahap phalik, Latency, dan Genital.
In Freud's view, each stage focused on sexual activity and the pleasure received from a particular area of the body.Dalam pandangan Freud, setiap tahap difokuskan pada aktivitas seksual dan kesenangan yang diterima dari daerah tertentu dari tubuh. In the oral phase, children are focused on the pleasures that they receive from sucking and biting with their mouth. Pada fase oral, anak-anak terfokus pada kenikmatan yang mereka terima dari mengisap dan menggigit dengan mulut mereka. In the Anal phase, this focus shifts to the anus as they begin toilet training and attempt to control their bowels. Pada fase anal, fokus ini bergeser ke anus ketika mereka mulai toilet training dan berusaha untuk mengendalikan perut mereka. In the Phallic stage, the focus moves to genital stimulation and the sexual identification that comes with having or not having a penis. Pada tahap tahap phalik, fokus rangsangan pindah ke alat kelamin dan identifikasi seksual yang datang dengan memiliki atau tidak memiliki penis. During this phase, Freud thought that children turn their interest and love toward their parent of the opposite sex and begin to strongly resent the parent of the same sex. Selama fase ini, Freud berpikir bahwa anak-anak mengalihkan minat dan cinta terhadap orangtua mereka dari lawan jenis dan mulai sangat membenci orang tua jenis kelamin yang sama. He called this idea the Oedipus Complex as it closely mirrored the events of an ancient Greek tragic play in which a king named Oedipus manages to marry his mother and kill his father. Dia menyebut gagasan ini sebagai yang Oedipus Complex itu erat mencerminkan peristiwa-peristiwa tragis Yunani kuno bermain di mana seorang raja yang bernama Oedipus berhasil mengawini ibunya dan membunuh ayahnya. The Phallic/Oedipus stage was thought to be followed by a period of Latency during which sexual urges and interest were temporarily nonexistent. Yang tahap phalik / Oedipus tahap dianggap diikuti oleh periode Latency selama dorongan seksual dan bunga untuk sementara waktu tidak ada. Finally, children were thought to enter and remain in a final Genital stage in which adult sexual interests and activities come to dominate. Akhirnya, anak-anak berpikir untuk masuk dan tetap dalam Genital akhir dewasa tahap di mana kepentingan dan kegiatan seksual mendominasi.
IV.Teori Perilaku dan Belajar Sosial
Pakar yang terkenal dengan gagasan psikologi perilaku dan belajar social adalah BF Skinner. Skinner adalah salah satu yang paling berpengaruh psikolog Amerika. A radical behaviorist, he developed the theory of operant conditioning -- the idea that behavior is determined by its consequences, be they reinforcements or punishments, which make it more or less likely that the behavior will occur again. Ia mengembangkan teori pengondisian instrumental - gagasan bahwa perilaku ditentukan oleh konsekuensi-konsekuensinya.His principles are still incorporated within treatments of phobias, addictive behaviors, and in the enhancement of classroom performance (as well as in computer-based self-instruction).
To further improve the objective scientific value of observed behaviors he invented the Skinner box, a small, soundproof chamber in which an animal could be isolated from all distractions and outside influences, responding only to the controlled conditions within the box.Untuk lebih meningkatkan nilai ilmiah yang objektif mengamati perilaku ia menemukan kotak Skinner, kecil, ruangan kedap suara di mana hewan bisa terisolasi dari segala gangguan dan pengaruh luar, menanggapi hanya pada kondisi yang terkendali di dalam kotak. It is sometimes reported that that Skinner put his daughter Deborah into a Skinner Box in her early years.
Selain Skinner Albert Bandura adalah salah seorang pakar di bidang ini. Bandura (lahir 4 Desember 1925, di Mundare, Alberta, Kanada) adalah seorang psikolog yang mengkhususkan dalam teori kognitif sosial dan efektivitas diri. He is most famous for his social learning theory . Ia paling terkenal karena teori pembelajaran sosial.
Pada tahun 1973, ia menulis Agresi: A Social Learning Analysis. Four years later, he published one his most prominent books called the "Social Learning Theory." Empat tahun kemudian, ia menerbitkan satu buku yang paling menonjol yang disebut "Teori Belajar Sosial." These books and articles are the most relevant psychological research in determining aggression and deviance. Buku-buku dan artikel yang paling relevan dalam menentukan penelitian psikologis agresi dan penyimpangan. In 1941, Dollard and Miller published the book "Social Learning and Imitation. Albert Bandura stated that this book was one of the contributions to development of his modeling theory (Evans, 1989: p4). " I was attracted to Miller and Dollard's work on the assumption that human development requires a much more powerful mode of transmitting competencies than does trail and error (Evans, 1989: p4).
Albert Bandura believed aggression reinforced by family members was the most prominent source of behavior modeling.Bandura percaya agresi diperkuat oleh anggota keluarga yang paling menonjol adalah sumber perilaku modeling. He reports that children use the same aggressive tactics that their parents illustrate when dealing with others (Bandura, 1976: p.206). Dia melaporkan bahwa anak-anak menggunakan taktik agresif yang sama bahwa orangtua mereka mengilustrasikan ketika berhadapan dengan orang lain (Bandura, 1976: p.206). While studying at Iowa, Bandura became strongly interested in aggression in children (Bandura, 1977).
Pengalaman lingkungan adalah pengaruh kedua pembelajaran sosial kekerasan pada anak-anak. Albert Bandura reported that individuals that live in high crime rates areas are more likely to act violently than those who dwell in low-crime areas (Bandura, 1976: p.207). Albert Bandura melaporkan bahwa individu-individu yang hidup di daerah tingkat kriminalitas tinggi lebih mungkin untuk bertindak keras daripada mereka yang diam di daerah kejahatan rendah (Bandura, 1976: hal.207). This assumption is similar to Shaw and McKay's theory of social disorganization.
Albert Bandura believed television was a source of behavior modeling.Albert Bandura percaya bahwa televisi adalah sumber perilaku modeling. Today, films and television shows illustrate violence graphically. Ada sejumlah kematian dikaitkan dengan kekerasan di televisi. For example, John Hinckley attempted to assassinate President Ronald Reagen after he watched the movie "Taxi Driver" fifteen times. Sebagai contoh, John Hinckley berusaha untuk membunuh Presiden Ronald Reagen setelah ia menyaksikan film "Taxi Driver" lima belas kali. In the movie "Born Innocent," a girl was raped with a bottle by four other girls.
V.Teori Ekologi
Urie Bronfenbrenner (1917-2005) mengembangkan teori sistem ekologi untuk menjelaskan bagaimana segala sesuatu pada anak dan lingkungan mempengaruhi bagaimana seorang anak tumbuh dan berkembang. He labeled different aspects or levels of the environment that influence children's development, including the microsystem, the mesosystem, the exosystem, and the macrosystem. Dia memberi label aspek yang berbeda atau tingkat lingkungan yang mempengaruhi perkembangan anak-anak, yaitu Microsystem, yang mesosystem, yang exosystem, dan macrosystem. The microsystem is the small, immediate environment the child lives in. Children's microsystems will include any immediate relationships or organizations they interacts with, such as their immediate family or caregivers and their school or daycare.
Microsystem adalah lingkungan langsung kehidupan anak, seperti keluarga langsung mereka atau pengasuh dan sekolah atau tempat penitipan anak. How these groups or organizations interact with the child will have an effect on how the child grows; the more encouraging and nurturing these relationships and places are, the better the child will be able to grow.
Tingkat berikutnya adalah mesosystem, menggambarkan bagaimana berbagai bagian Microsystem bekerja sama demi anak. For example, if a child's caregivers take an active role in a child's school, such as going to parent-teacher conferences and watching their child's soccer games, this will help ensure the child's overall growth. Sebagai contoh, jika seorang pengasuh anak berperan aktif pada anak sekolah, seperti pergi ke pertemuan guru-orangtua dan anak mereka menonton pertandingan sepak bola, ini akan membantu memastikan pertumbuhan anak secara keseluruhan
The exosystem level includes the other people and places that the child herself may not interact with often herself but that still have a large affect on her, such as parents' workplaces, extended family members, the neighborhood, etc. For example, if a child's parent gets laid off from work, that may have negative affects on the child if her parents are unable to pay rent or to buy groceries; however, if her parent receives a promotion and a raise at work, this may have a positive affect on the child because her parents will be better able to give her her physical needs.Tingkat exosystem termasuk orang-orang dan tempat-tempat lain bahwa anak sendiri mungkin tidak sering berinteraksi dengan dirinya sendiri namun masih memiliki pengaruh besar padanya, seperti orang tua 'tempat-tempat kerja, anggota keluarga, tetangga, dan sebagainya Sebagai contoh, jika seorang anak mengetahui bahwa orangtuadibeya rhentikan dari pekerjaan, yang mungkin memiliki efek negatif pada anak jika orangtuanya tidak mampu membayar sewa atau untuk membeli bahan makanan, namun jika orang tuanya menerima promosi dan kenaikan gaji di tempat kerja, ini mungkin memiliki pengaruh positif pada anak karena orang tua akan lebih mampu memberikan kebutuhan fisiknya.
SedangkanBronfenbrenner's final level is the macrosystem, which is the largest and most remote set of people and things to a child but which still has a great influence over the child.sedangTi macrosystem mencakup hal-hal seperti kebebasan relatif yang diijinkan oleh pemerintah nasional, nilai-nilai budaya, ekonomi, perang, dll Hal-hal ini juga dapat mempengaruhi anak baik secara positif maupun negatif.
Daftar Bacaan
Suherman, dkk.2003. Strategi Pembelajaran Matematika Ontemporer. JICA; Bandung
http://behavioural-psychology.suite101.com/article.cfm/vygotskys_theory_of_child_development, http://starfsfolk.khi.is/solrunb/vygotsky.htm,
http://en.wikipedia.org/wiki/Albert_Bandura,
http://joegolan.wordpress.com/2009/04/13/teori-pembelajaran/
http://www.child-development-guide.com/child-development-theorists.html,
http://www.childdevelopmentinfo.com/development/erickson.shtml
http://www.criminology.fsu.edu/crimtheory/bandura.htm,
http://www.kidsdevelopment.co.uk/BFSkinnersBehaviouralTheory.html,
http://www.mentalhelp.net/poc/view_doc.php?type=doc&id=7926&cn=28,
http://www.psikomedia.com/art/pdf.php?id=8
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_perkembangan_kognitif
http://kuliahpsikologi.dekrizky.com/teori-perkembangan-anak