Senin, 05 Desember 2011

TRANSPLANTASI ORGAN DALAM TINJAUAN FIKIH ISLAM
Wahyudi Ibnu Yusuf
Peengertian
Transplantasi organ (naqlu al a’dha) adalah pemindahan organ tubuh dari satu manusia kepada manusia lain, seperti pemindahan tangan, ginjal, dan jantung. Trans¬plantasi merupakan pemindahan sebuah organ atau lebih dari seorang manusia --pada saat dia hidup, atau setelah mati-- kepada manusia lain (Zallum, Hukmu asy Syar’I fil istinsaakh hal. 9)
Transplantasi Organ dari Tubuhnya sendiri
Penanaman organ/jaringan yang diambil dari tubuh ke daerah lain pada tubuh tersebut. Seperti, praktek transplantasi kulit dari suatu bagian tubuh ke bagian lain dari tubuhnya yang terbakar atau dalam kasus transplantasi penyumbatan dan penyempitan pembuluh darah jantung dengan mengambil pembuluh darah pada bagian kaki. Masalah ini hukumnya adalah boleh berdasarkan analogi (qiyas) diperbolehkannya seseorang untuk memotong bagian tubuhnya yang membahayakan keselamatan jiwanya karena suatu sebab. (Dr. Al-Ghossal, Naql wa Zar’ul A’dha (Transplantasi Organ) : 16-20, Dr. As-Shofi, Gharsul A’dha:126).
Transplantasi Organ Dari Donor Lain
1. Transplantasi Organ Dari Donor Yang Masih Hidup
Syara’ membolehkan menyumbangkan anggota tubuh seseorang kepada orang lain. Dalilnya adalah adanya kepemilikan dari penyumbang terhadap tubuhnya. Kepemilikan tersebut ditunjukkan dibolehkannya ia memberikan pemaafaan dalam kasus jinayat. Memaafkan kasus jinayat seperti pemotongan tangan atau pencongkelan mata, hakikatnya adalah tindakan menyumbangkan diyat. Sedangkan penyumbangan diyat itu berarti menetapkan adanya pemilikan diyat, yang berarti pula menetapkan adanya pemilikan organ tubuh yang akan disumbangkan dengan diyatnya itu. (Zallum, Hukmu asy Syar’I fil istinsaakh hal. 9)
Allah SWT berfirman:
فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ
"Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudara¬nya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kalian dan suatu rahmat." (QS. Al Baqarah : 178)
Hanya saja terdapat syarat yang mesti diperhatikan:
a. Organ yang disumbangkan bukan organ vital yang jika disumbangkan akan menimbulkan bahaya (dhoror) bagi donor. Termasuk organ vital misalnya: jantung, paru-paru, hati, kedua ginjal, dsb. Hal ini dikarenakan penyumbangan organ-organ tersebut akan mengakibatkan kematian pihak penyumbang, yang berarti dia telah membunuh dirinya sendiri. Padahal seseorang tidak dibolehkan membunuh dirinya sendiri atau meminta dengan sukarela kepada orang lain untuk membunuh dirinya. Allah SWT berfirman :
وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
"Dan janganlah kalian membunuh diri-diri kalian. Sesungguhnya Allah saying terhadap kalian" (QS. An Nisaa' : 29)
Allah SWT berfirman pula :
وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ
"...dan janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar." (QS. Al An'aam : 151)
Keharaman membunuh orang yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) ini mencakup membunuh orang lain dan membunuh diri sendiri. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah RA yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda :
مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِحَدِيدَةٍ فَحَدِيدَتُهُ فِي يَدِهِ يَتَوَجَّأُ بِهَا فِي بَطْنِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا وَمَنْ شَرِبَ سَمًّا فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ يَتَحَسَّاهُ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا وَمَنْ تَرَدَّى مِنْ جَبَلٍ فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ يَتَرَدَّى فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا
"Barangsiapa membunuh dirinya dengan sepotong besi, maka dengan besi yang tergenggam di tangannya itulah dia akan menikam perutnya dalam Neraka Jahanam secara terus-terusan dan dia akan dikekalkan di dalam Neraka. Barangsiapa membunuh dirinya dengan meminum racun maka dia akan merasai racun itu dalam Neraka Jahanam secara terus-terusan dan dia akan dikekalkan di dalam Neraka tersebut untuk selama-lamanya. Begitu juga, barangsiapa membunuh dirinya dengan terjun dari puncak gunung, maka dia akan terjun ke dalam Neraka Jahanam secara terus-terusan untuk membunuh dirinya dan dia akan dikekalkan dalam Neraka tersebut untuk selama-lamanya."
b. Organ yang disumbangkan bukan organ reproduksi yang jika disumbangkan akan menyebabkan kemandulan. Misalnya menyumbangkan kedua testis, indung telur, rahim, saluran rahim dsb. Imam Bukahri meriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud RA, dia berkata :
كُنَّا نَغْزُو مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ لَنَا نِسَاءٌ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَا نَسْتَخْصِي فَنَهَانَا عَنْ ذَلِكَ
"Kami dahulu pernah berperang bersama Nabi SAW sementara pada kami tidak ada isteri-isteri. Kami berkata, 'Wahai Rasulullah bolehkah kami melakukan pengebirian ?' Maka beliau melarang kami untuk melakukannya."
c. Organ yang disumbangkan tidak menimbulkan ketidakjelasan nasab. Misalnya menyumbangkan sebuah testis. Padahal pada testislah diproduksi sperma yang membawa sifat genetik tertentu. Sifat genetik inilah yang akan diturunkan dan berkolaborasi dengan sifat genetik yang ada pada sel telur. Dengan demikian sperma adalah penentu ayah biologis seorang anak. Misalkan testis dipindahkan maka ayah biologis dari anak yang dilahirkan adalah penyumbang testis tsb. Dengan demikian akan terjadi kekacauan nasab. Padahal Islam telah mengharamkan hal ini dan sebaliknya telah memerintahkan pemeliharaan nasab.
Imam Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, dia mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda :
مَنِ انْتَسَبَ إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ أَوْ تَوَلَّى غَيْرَ مَوَالِيهِ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
"Siapa saja yang menghubungkan nasab kepada orang yang bukan ayahnya, atau (seorang budak) bertuan (loyal/taat) kepada selain tuannya, maka dia akan mendapat laknat dari Allah, para malaikat, dan seluruh manusia."
Imam Ibnu Majah meriwayatkan pula dari Utsman An Nahri RA, dia berkata, "Aku mendengar Sa'ad dan Abu Bakrah masing-masing berkata,'Kedua telingaku telah mendengar dan hatiku telah menghayati sabda Muhammad SAW :
مَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ غَيْرُ أَبِيهِ فَالْجَنَّةُ عَلَيْهِ حَرَامٌ
"Siapa saja yang mengaku-ngaku (sebagai anak) kepada orang yang bukan bapaknya, padahal dia tahu bahwa orang itu bukan bapaknya, maka surga baginya haram."
Syarat selanjutnya adalah donatur menyumbangkan organnya dengan sukarela tanpa paksaan dan tidak boleh diperjual belikan, tranplantasi sebagai alternatif satu-satunya bagi penyembuhan penyakit pasien dan benar-benar darurat dan kemumgkinan keberhasilan transplantasi tersebut peluangnya optimis sangat besar. (Lihat hasil mudzakarah lembaga fiqh islam dari Liga Dunia Islam/Rabithah Alam Islami, edisi Januari 1985 M.)

2. Transplantasi Organ Dari Donor Yang Telah Meninggal
Ulama berbeda pendapat mengenai hukum transplantasi organ dari donor yang telah meninggal. Sebagian besar ulama seperti Syaikh Abdurahhaman bin as Sa’di , Syaikh Yusuf al Qardhawi serta beberapa lembaga fatwa memperbolehkan transplantasi jenis ini. Sedangkan sebagian ulama sperti Syeikh As-Sya'rowi (harian Alliwa edisi 226, 27/6/1407), Al-Ghomari (dalam bukunya ttg. haramnya transplantasi), Assumbuhli (Qodhoya fiqhiyyah mu'ashiroh, hal.27), Syaikh Abdul Qadim Zallum mengharamkannya. Pangkal perbedaan mereka adalah apakah seorang yang telah meninggal masih memiliki hak atas jenazahnya dan hukum kehormatan mayat. Menurut Syaikh ‘Abdul Qadim Zallum meninggalnya seseorang menjadi sebab hilangnya kepemilikan terhadap tubuhnya. Tidak pula ahli warisnya. Dengan demikian seseorang tidak boleh seseorang mewasiatkan organ tubuhnya. Terlebih ahli warisnya juga tidak memiliki hak untuk mendonorkannya. Termasuk dalam hal ini adalah dokter ataupun Negara tempat dia tinggal. Maka haram hukumnya jika ada Negara yang melegislasi UU mengenai bolehnya transplantasi organ mayat.
Mengenai kemubahan mewasiatkan sebagian hartanya, kendatipun harta bendanya sudah di luar kepemili¬kannya sejak dia meninggal, hal ini karena Asy Syari' (Allah) telah mengizinkan seseorang untuk mewasiatkan seba¬gian hartanya hingga sepertiga tanpa seizin ahli warisnya. Jika lebih dari sepertiga, harus seizin ahli warisnya. Adanya izin dari Asy Syari' hanya khusus untuk masalah harta benda dan tidak mencakup hal-hal lain
Mengenai hak ahli waris, maka Allah SWT telah mewaris¬kan kepada mereka harta benda si mayit, bukan tubuhnya. Dengan demikian, para ahli waris tidak berhak menyumbangkan salah satu organ tubuh si mayit, karena mereka tidak memi¬liki tubuh si mayit, sebagaimana mereka juga tidak berhak memanfaatkan tubuh si mayit tersebut.
Adapun hukum kehormatan mayat dan penganiayaan terha¬dapnya, maka Allah SWT telah menetapkan bahwa mayat mempun¬yai kehormatan yang wajib dipelihara sebagaimana kehormatan orang hidup. Dan Allah telah mengharamkan pelanggaran terha¬dap kehormatan mayat sebagaimana pelanggaran terhadap kehor¬matan orang hidup. Allah menetapkan pula bahwa menganiaya mayat sama saja dosanya dengan menganiaya orang hidup.
Diriwayatkan dari A'isyah Ummul Mu'minin RA bahwa Rasulullah SAW bersabda :
كَسْرُ عَظْمِ الْمَيِّتِ كَكَسْرِهِ حَيًّا
"Memecahkan tulang mayat itu sama dengan memecahkan tulang orang hidup." (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Hibban).

Imam Ahmad meriwayatkan dari 'Amar bin Hazm Al Anshari RA, dia berkata,"Rasulullah pernah melihatku sedang bersandar pada sebuah kuburan. Maka beliau lalu bersabda :
لا تؤذ صاحب القبر
"Janganlah kamu menyakiti penghuni kubur itu !"
Tindakan mencongkel mata mayat, membedah perutnya untuk diambil jantungnya, atau ginjalnya, atau hatinya, atau paru-parunya, untuk ditransplantasikan kepada orang lain yang membutuhkannya, dapat dianggap sebagai mencincang mayat. Padahal Islam telah melarang perbuatan ini. Imam Bukhari telah meriwayatkan dari Abdullah bin Zaid Al Anshari ra, dia berkata:
نهى النبي صلى الله عليه و سلم عن النُهْبَى والمُثْلَة
"Rasulullah SAW telah melarang (mengambil) harta hasil rampasan dan mencincang (mayat musuh)."
Dengan demikian transplantasi organ terhadap mayat hukumnya haram karena tindakan membedah mayat untuk diambil organnya termasuk pelanggaran dan penganiyayaan terhadap kehormatan mayat.
Keadaan Darurat
Bolehkah alasan darurat menjadi dalil dibolehkannya transplantasi organ dari orang yang telah meninggal?
Darurat adalah kondisi dimana seseorang tidak mungkin hidup tanpa melakukan sesuatu yang dapat menyelamatkan dirinya. Meskipun Sesuatu yang dia lakukan hukum asalnya adalah haram, misalnya memakan daging babi.
Apakah boleh mengqiyas kebolehan transplantasi organ dari mayat dengan alasan darurat? Jika organ yang ditranpantasi bukan organ vital yang sangat dibutuhkan penerima donor, misalnya sebuah ginjal (karena hanya ginjalnya yang satu masih sehat) maka jelas fakta ini tidak termasuk dalam hukum darurat. Sehingga transplantasi dalam kondisi ini hukumnya haram. Sedang jika yang diperlukan adalah organ vital yang sangat menentukan kehidupannya, maka perlu ditinjau:
Pertama, 'Illat yang terdapat pada masalah cabang (trans¬plantasi) --yaitu menyelamatkan dan mempertahankan kehidu¬pan-- tidak selalu dapat dipastikan keberadaannya, berbeda halnya dengan keadaan darurat. Sebab, tindakan orang yang terpaksa untuk memakan makanan yang diharamkan Allah SWT, secara pasti akan menyelamatkan kehidupannya. Sedangkan pada transplantasi jantung, hati, dua paru-paru, atau dua ginjal, tidak secara pasti akan menyelamatkan kehidupan orang pene-rima organ. Kadang-kadang jiwanya dapat diselamatkan dan kadang-kadang tidak. Ini dapat dibuktikan dengan banyak fakta yang terjadi pada orang-orang yang telah menerima transplantasi organ. Karena itu, 'illat pada masalah cabang (transplantasi) tidak terwujud dengan sempurna.
Kedua, Ada syarat lain dalam syarat-syarat masalah cabang dalam Qiyas, yaitu pada masalah cabang tidak dibenarkan ada nash lebih kuat yang bertentangan dengannya (ta'arudl raa¬jih), yang berlawanan dengan apa yang dikehendaki oleh 'illat Qiyas. Dalam hal ini pada masalah cabang --yakni transplantasi organ-- telah terdapat nash yang lebih kuat yang berlawanan dengan apa yang dikehendaki 'illat Qiyas, yaitu keharaman melanggar kehormatan mayat, atau keharaman menganiaya dan mencincangnya. Nash yang lebih kuat ini, bertentangan dengan apa yang dikehendaki oleh 'illat masalah cabang (transplantasi organ), yaitu kebolehan melakukan transplantasi.
Berdasarkan dua hal di atas, maka tidak dibolehkan mentransplantasikan organ tubuh yang menjadi tumpuan harapan penyelamatan kehidupan --seperti jantung, hati, dua ginjal, dua paru-paru-- dari orang yang sudah mati yang terpelihara darahnya (ma'shumud dam) --baik dia seorang muslim, ataupun seorang dzimmi, seorang mu'ahid, dan seorang musta'min.
Selesai dengan pertolongan Allah SWT pada hari Senin, 2 Muharram 1433 H/28 Nopember 2011

HIJRAH : MOMENTUM KEBANGKITAN ISLAM

Oleh: Wahyudi Ibnu Yusuf, M. Pd
Definisi Hijrah
Menurut istilah umum, al-hijrah bermakna al-intiqal (berpindah) dari satu tempat atau keadaan ke tempat atau keadaan lain, dan tujuannya adalah meninggalkan yang pertama menuju yang kedua. Adapun konotasi hijrah menurut istilah khusus adalah:
meninggalkan dar al-Kufr (negeri kufur), lalu berpindah menuju dar al-Islam (negeri Islam). [Al-Jurjaniy, al-Ta'rifat, juz 1, hal 83, An-Nabhani, Asy-Syakhsiyyah al-Islâmiyyah, II/276]. Pengertian terakhir ini juga merupakan definisi syar'iy dari kata al-hijrah.
Darul Islam dalam definisi ini adalah suatu wilayah (negara) yang menerapkan syariat Islam secara total dalam segala aspek kehidupan. Keamanannya pun berada di tangan kaum Muslim. Sebaliknya, darul kufur adalah wilayah (negara) yang tidak menerapkan syariat Islam dan keamanannya bukan di tangan kaum Muslim, sekalipun mayoritas penduduknya beragama Islam.

Definisi hijrah semacam ini diambil dari fakta Hijrah Nabi SAW sendiri dari Makkah (yang saat itu merupakan darul kufur) ke Madinah (yang kemudian menjadi darul Islam). Peristiwa Hijrah, paling tidak, memberikan makna sebagai berikut: Pertama, pemisah antara kebenaran dan kebatilan; antara Islam dan kekufuran; serta antara darul Islam dan darul kufur. Menurut Umar bin al-Khaththab ra ketika beliau menyatakan: Hijrah itu memisahkan antara kebenaran dan kebatilan. (HR Ibn Hajar).

Kedua, tonggak berdirinya Daulah Islamiyah untuk pertama kalinya. Dalam hal ini, para ulama dan sejarawan Islam telah sepakat bahwa Madinah setelah Hijrah Nabi SAW telah berubah dari sekadar sebuah kota menjadi sebuah negara Islam; bahkan dengan struktur yang—menurut cendekiawan Barat, Robert N. Bellah—terlalu modern untuk ukuran zamannya. Saat itu, Muhammad Rasulullah SAW sendiri yang menjabat sebagai kepala negaranya.

Rahasia Kebangkitan
Kebangkitan merupakan istilah kontemporer yang memiliki konotasi yang khas. Secara umum kebangkitan berarti peralihan umat, bangsa, atau individu dari satu kondisi menuju kondisi yang lebih baik (hafidh shalih dalam an nahdah hal. 3).
Rahasia atau kunci kebangkitan adalah meningkatnya pemikiran/irtif’ul fikri. Pemikiran yang meningkat adalah pemikiran yang sempurna sekaligus mendalam mengenai manusia, alam semesta, dan kehidupan. Pemikiran yang mendalam dan sempurna seperti ini tidak lain adalah ideologi. (hafidh shalih dalam an nahdah hal. 141).
Ideologi (mabda) sendiri didefinisikan dengan pemikiran yang mendasar yang dibangun diatasnya pemikiran (Muhammad Muhammad Ismail dalam al-fikru al-islamiy hal. 7). Dengan demikian untuk mewujudkan kebangkitan harus berawal dari kebangkitan ideologi. Bukan kebangkitan pendidikan, kebangkitan ekonomi, kebangkitan sains, kebangkitan moral, dsb.( Nabhani dalam hadist ash-shiyam hal. 1).
Fakta historis kebangkitan Eropa dari masa kegelapan (dark age) bukanlah dimulai dari revolusi sains yang berlanjut menjadi revolusi industri. Akan tetapi bermula dari revolusi pemikiran yang dipicu oleh kemunduran di segala sektor kehidupan akibat dominasi gereja. Selanjutnya terjadi perdebatan intelektual antara kalangan gereja dengan kalangan filsuf. Titik kompromi bertemu pada pembatasan peran agama (baca=Kristen) hanya pada ranah spiritual. Selain ranah spiritual adalah peran Negara. Filsafat sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan atau pemisahan agama dari Negara inilah yang menjadi dasar kebangkitan Eropa kala itu. Inilah revolusi berfikir. inilah kebangkitan ideologi yang ditandai dengan revolusi Prancis tahun 1789 (Firdaus Syam dalam Pemikiran politik Barat hal. 146)
Dari kebangkitan ideologi yang mengajarkan kebebasan dalam segala hal inilah para ilmuwan dengan metode ilmiahnya menemukan banyak karya. Diantaranya adalah James Watt (1736 - 1819) penemu mesin uap yang menjadi dasar dari Revolusi Industri pada awal abad 19.
Kebangkitan Hakiki
Eropa memang telah bangkit. Akan tetapi kebangkitan yang dicapai hanya kebangkitan semu. Hanya kebangkitan materi, tetapi kering spiritual. Bagaikan kado yang indah namun kosong (spiritual). Akibatnya. Banyak gereja tutup karena tidak ada jamaahnya. Islam dan penganutnya dimusuhi dengan tuduhan radikalis dan fundamentalis. Di AS sebagai Negara pemimpin ideologi kapitaisme mengalami kemerosotan moral hingga ke titik nol bahkan minus. 41 % bayi yang lahir di AS akan kebingungan mencari ayah biologisnya. Setiap tahunnya terjadi 20 jt kasus criminal. Dari keseluruhan angka tersebut 4,3 jt kasus lebih terkait dengan aksi pemerkosaan, perampokan dan penganiayaan (www.republika.co.id, 27/11/11). Artinya setiap harinya terjadi hampir 55 ribu kasus kriminal atau hampir 2300 kasus perjam atau 38 kasus per menit. Kebanggaan AS sebagai Negara maju pun sudah mulai rontok. Saat ini Amerika termasuk Negara yang menanggung beban hutang yang sangat besar yaitu $ 14, 2 T . Defisit APBN $ 1, 27 T, pengangguran 13, 9 juta orang (9%), dan 16, 2 juta orang (15, 1 %) hidup di bawah garis kemiskinan.
Jelas bukan kebangkitan seperti ini yang kita dambakan. Kebangkitan hakiki hanya dengan Islam. Kebangkitan yang menjadikan dorongan ruhiyyah dengan keterikatan terhadap syariat Allah sebagai acuan setiap tindakan dan kebijakan. Kebangkitan yang menyeimbangkan kesuksesan di dunia sekaligus keselamatan di akhirat.
Kesimpulan kebangkitan yang benar (an nahdhah ash shahihah) hanya ada pada Islam. Baik ditinjau dari Islam sendiri sebagai ideologi yang sahih maupun ditinjau dari perbandingan idelogi selain Islam (Kapitalisme dan Sosialisme) yang cacat sejak lahirnya dan terbukti gagal mensejahterakan umat manusia. Islam adalah ideologi yang berasaskan akidah Islam yaitu keimanan kepada Allah SWT, para Malaikat, Kitab-kitab, Rasul-rasul, hari akhir dan qadar (ilmu) Allah. Dari asas inilah dipancarkan sistem kehidupan yang kompatible untuk mengatur seluruh problematika manusia. Sejarah juga telah mencatat bahwa saat Syariat Islam diterapkan dalam bingkai Negara kemakmuran, kesejahteraan, keamanan, kemajuan ilmu dan pengetahuan mencapai masa keemasannya tanpa mampu ditandingi peradaban manapun hingga kini.
Hijrah dan Kebangkitan
Hijrah adalah awal kebangkitan Islam dan kaum Muslim yang pertama kalinya, setelah selama 13 tahun sejak kelahirannya, Islam dan kaum Muslim terus dikucilkan dan ditindas secara dzalim oleh orang-orang kafir Makkah. Demikianlah sebagaimana pernah diisyaratkan oleh Aisyah ra: Dulu ada orang Mukmin yang lari membawa agamanya kepada Allah dan Rasul-Nya karena takut difitnah. Adapun sekarang (setelah Hijrah) Allah SWT benar-benar telah memenangkan Islam, dan seorang Mukmin dapat beribadah kepada Allah SWT sesuka dia. (HR al-Bukhari).

Setelah Hijrahlah ketertindasan dan kemalangan umat Islam berakhir. Setelah Hijrah pula Islam bangkit dan berkembang pesat hingga menyebar ke seluruh Jazirah Arab serta mampu menembus berbagai pelosok dunia. Setelah Rasulullah SAW wafat, yakni pada masa Khulafaur Rasyidin, kekuasan Islam semakin merambah ke luar Jazirah Arab. Bahkan setelah Khulafaur Rasyidin—yakni pada masa Kekhalifahan Umayah, Abbasiyah, dan terakhir Utsmaniyah—kekuasaan Islam hampir meliputi 2/3 dunia. Islam bukan hanya berkuasa di Jazirah Arab dan seluruh Timur Tengah, tetapi juga menyebar ke Afrika dan Asia Tengah; bahkan mampu menembus ke jantung Eropa. Kekuasaan Islam malah pernah berpusat di Andalusia (Spanyol).
Jika kita ingin mengulang kebangkitan tersebut dan ini pasti akan terwujud berdasarkan janji Allah dan bisyarah Rasul-Nya, maka jalan yang mesti kita tempuh adalah dengan mengadopsi ideologi Islam secara totalitas, menerapkannya dalam seluruh aspek kehidupan. Tentunya dibawah bingkai Negara yang dicontohkan Nabi saw yakni Negara Khilafah ‘ala minhaji an nubuwwah. Saat itulah kita kembali “berhijrah” menuju kebangktan Islam. Wallahu ‘alam bi shawab
DATA BUKU PERPUSTAKAAN PRIBADI
NO KATEGORI JUDUL BUKU PENGARANG RAK
1 AQIDAH AKIDAH ISLAM SAYYID SABIQ
2 DIALOG DENGAN JIN KAFIR MUH. ASH SHIYAM
3 ROH IBNUL QAYYIM
4 TAMASYA KE SYURGA IBNUL QAYYIM
5 UMUR UMAT ISLAM AMIN MUHAMMAD JAMALUDDIN
6 I’TIKAD AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH SIRAJUDDIN ABBAS
7 KIAMAT KOK DI RAMAL MUHAMMAD AL MUQADDAM
8 SURGA DI MATA AHLU SUNNAH ABDUL QADIR
9 RAHASIA DI BALIK KEGANJILAN& KETERATURAN M.ABDURRAHMAN
10 LURUSKAH AKIDAH ANDA IKHWANUL WAI
11 NASIHAT ASMAUL HUSNA ARY GINANJAR
12 AL IBANAH ‘AN USHULIDDIYANAH IMAM ASY ‘ARY
13 ANGGAPAN SEMUA AGAMA BENAR M. THALIB
14 PERBEDAAN ALLAH DAN TUHAN M. THALIB
15 SEJARAH DAN PENGANTAR TAUHID/KALAM HASBY AS SIDDIQI
16 ‘ILMU KALAM AMAL FATHULLAH ZARKASYI
17 AL IRSYAD ILA SHAHIHIL I’TIQAD SYAIKH SHALIH FAUZAN
18 AL IIMAN IBNU TAIMIYAH
19 HADIST AHAD FATHI SALIM
20 BERAKIDAH CARA AL QURAN MULTAZAM
21 PENJELASAN QADHA DAN QADAR SAAID AQIL
22 KOREKSI TOTAL HADIST AHAD & SIKSA KUBUR SYAMSUDDIN AN NAWIY


23 TOKOH ALI BIN ABI THALIB ALI AUDAH
24 PERUBAHAN MENDASAR SAYYID QUTUB ABDULLAH AT TARABLUSI
25 HIKAYAT 4 KHALIFAH BUDI YUWONO
26 MANAKIB SYAIKH SAMAN
27 MANAKIB SYAIKH ABDUL QADIR JAELANI
28 60 BIOGRAFI ULAMA SALAF
29 KEARIFAN SANG PROFESSOR



30 SIROH&TARIKH ATLAS SIRAH NABAWIYAH DR. SYAUKI ABU KHALIL
31 SIRAH IBNU HISYAM I
32 SIRAH IBNU HISYAM II
33 SIRAH TERJ RAHIQ AL MAKHTUM SAFIYURRAHMAN AL MUBARAKFURI
34 SIRAH NABAWIYAH;SISI POLITIS DR. ROWASS QOL’AHJI
35 TARIKH KHULAFA IMAM SUYUTHI
36 SIROH SAHABAT YUSUF AL KANDAHLAWI
37 WAJAH DUNIA ISLAM M. SAYYID AL WAKIL
38 PEMBEBASAN ISLAM ABDUL AZIZ ASSHINNAWY
39 SEJARAH PERADILAN ISLAM ALAIDDIN KOTO
40 PEPERANGAN RASUL ABU FUAD


41 FIKIH WARIS WARISAN;BELAJAR MUDAH HUKUM WARIS ABU UMAR BASYIR


42 FIKIH JIHAD JIHAD DAN PERANG II DR. KHAIR HAIKAL
43 JIHAD DAN PERANG III DR. KHAIR HAIKAL
44 RUKUN JIHAD DR. ALI ABDUL HALIM MAHMUD

45 FIKIH INDUK BIDAYATUL MUJTAHID 3 JILID IBNU RUSY
46 TERJ. SUBULUSSALAM IMAM ASH SHAN’ANI
47 RINGKASAN AL UMM IMAM SYAFI’I
48 MINHAJU ATH THALIBIN WA ‘UMDATU AL MUFTIN IMAM NAWAWI
49 KIFAYATUL AKHYAR WA HALLI GHAAYATI AL IKHTISHAR 1-2 IMAM TAQIYUDDIN BIN MUHAMMAD AL HUSAINI
50 FIQHU SUNNAH 1-3 SAYYID SABIQ
51 NAILUL AUTHAR 1- 8 IMAM SYAUKANI
52 AL FIQHU ‘ALA MADZAHABIL ‘ARBA’AH 1-5 ABDURRAHMAN AL JAZIRI
53 RIYADHU ASH SHALIHIN 1-2 IMAM NAWAWI
54 TERJ FIKIH SUNNAH 1-14 SAYYID SABIQ
55 TAUDHIHUL AHKAN ABDULLAH AL BASSAM
56 TERJ & SYARAH SULAM TAUFIK RIDWAN QAYYUM
445 FIKIH 4 MAZHAB MUHAMMAD AD DIMASYQY

57 FIKIH UMUM/CAMPURAN BUKU PINTAR SUNNAH& BID’AH SA’AD YUSUF ABU AZIZ
58 HALAL HARAM YUSUF AL QARDHAWI
59 KHITAN IBNUL QAYYIM
60 HUKUM PENZINA DAN PENUDUHNYA FAUZAN AL ANSHARI
61 QISHAS PEMBALAN YANG BAIK FAUZAN AL ANSHARI
62 SENI DLM ISLAM AL BAGDADI
63 PERBENDAHARAAN HIDUP MUSLIM BAHTSUL MASAAIL NU
64 PENGHUJAT PACARAN ISLAMI M. SHADIQ
65 FIKIH KONTEMPORER SETIAWAN BUDI UTOMO
66 DOSA YANG DIREMEHKAN BIN BAZ
67 KARTU KREDIT HAFIS ABDURRAHMAN
68 HK ASURANSI YAHYA ABDURRAHMAN
69 BABI HALAL BABI HARAM ALBAGDADY
70 BENDERA NABI ABDULLAH AL HUJAILY
71 ISLAM YANG TERASINGKAN IBNU TAIMIYAH



72 POLITIK & FIKIH SIYASAH PERBANDINGAN PEMERINTAHAN INU KENCANA
73 PENGANTAR PEMIKIRAN POLITIK PROKLAMATOR NII CHAIDAR
74 AL AHKAM AS SULTHANIYAH IMAM AL MAWARDI
75 NEGARA, PASAR & RAKYAT FAKHRI HAMZAH
76 PEMIKIRAN POLITIK BARAT FIRDAUS SYAM
77 PETA PEMIKIRAN KARL MARX ANDI MUAWIYAH RAMLI
78 KHILAFAH DAN JEJAK ISLAM PTI
79 PANCASILA BUKAN UNTUK ADIAN HUSAINI
80 KAPITALISME THE SATANIC IDEOLOGY UMAR ABDULLAH
81 DOKTRIN ZIONISME DAN PANCASILA IRVAN S. AWWAS
82 WAJAH PERADABAN BARAT ADIAN HUSAINI
83 FIKIH MADZHAB PENGUASA SHABIRIN
84 DASAR2 ILMU POLITIK MIRIAM BUDIARDJO
85 HEGEMONI KRISTEN-BARAT ADIAN HUSAINI
86 KHILAFAH ISLAM;KEKUATAN GLOBAL ABU ABDULLAH
87 AMERIKA DI AMBANG KERUNTUHAN MAMDUH AZ ZUBI
88 PELITA YANG HILANG ABDULLAH AZZAM


89 SEJARAH INDONESIA API SEJARAH I AHMAD MANSUR SURYA NEGARA
90 PIAGAM JAKARTA 22 JUNI 1945 ENDANG SAIFUDDIN ANSHARI
91 POLITIK ISLAM HINDIA BELANDA SUMINTO
92 GERAKAN MODERN ISLAM DI INDONESIA DELIAN NOR
93 AKAR KONFLIK ISLAM DI INDONESIA DHURODUDDIN MASHAD
94 PROKLAMASI KESTIAAN PAD REPUBLIK WAJIDI
95 NASIONALISME INDONESIA


96 HADIST HADIST DHAIF DAN MAUDHU’ ABDUL HAKIM BIN AMIR ABDAT
97 SYARAH HADIST ARBAIN DAQIQ AL ‘ID
98 ILMU HADIST PRAKTIS MAHMUD THAHAN
99 HADIST LEMAH DAN PALSU DI IND AHMAD SABIQ
100 SEMBILAN PENDEKAR HADIST ABDULLAH BIN ABDULLAH
101 TAISIRU MUSTHALAH AL HADIST MAHMUD THAHAN
102 SHAHIHUL JAMI’ LI BUKHARI 1-4 IMAM BUKAHRI
103 IKHTISAR MUSHALAHIL HADIST FATHU RAHMAN


104 CHILDREN AYAHKU PAHLAWANKU
105 IBUKU PAHLAWANKU
106 20 KISAH TELADAN 1
107 40 KISAH PENGANTAR TIDUR
108 20 KISAH TELADAN 2
109 JUZ ‘AMMA LAFZDHIYYAH
110 FUN GAMES FOR KID BADIATUL


111 QURAN & ILMU QURAN ULUMUL QURAN M. BAQIR HAKIM
112 CAHAYA AL QURAN (5 JILID) M. ALI ASH SHABUNI
113 MENGAJARKAN AL QURAN PD ANAK DR. SA’AD RIYADH
114 ULUMUL QURAN ROSIHAN ANWAR
115 PENGANTAR ILMU AL QURAN M.ALI AL HASAN
116 STUDI AL QURAN KOMPREHENSIF (2 JLD) IMAM SUYUTHI
117 TERJEMAHAN KALIMAT AL QURAN 1-4 M. MUHAIMIN
118 STUDI ILMU2 AL QURAN MANNA KHALIL AN QATHTHAN
119 ULUMUL QURAN PRAKTIS HAFIDZ ABDURRAHMAN
220 VISI DAN PARADIGMA TAFSIR AL QURAN ABDUL MAJID ABDUSSALAM
221 TAFSIR SURAH AN NUR M. ALI AL HASAN
222 METODE PENAFSIRAN AL QURAN NASRUDDIN BAIDAN

223 AHKAMU AL QURAN IMAM SYAFI’I
224 TAFSIRU AL QURAN AL ADHIM IMAM IBNU KATSIR
225 TAFSIR JALALAIN IMAM JALALAIN
226 TAISIRU AL KARIM AR RAHMAN ABDURRAHMAN AS SA’DI
227 TERJ LUBABU AN NUQUL FI ASBABI AN NUZUL IMAM SUYUTHI
228 AT TIBYAN FI ADABI HAMALATIL QURAN AN NAWAWI
229 I’RABUL QURAN WA BAYANUHU MUHYIDDIN DARWISY
230 QAWA’IDUL HISAN FI TAFSIRIL QURAN AS SA’DI
231 PANDANGAN ULAMA TTG AYAT2 MUTASYABIHAT ABDULLAH YUSUF


232 KITAB SYABAB (IND/TERJ) STUDI DASAR PEMIKIRAN ISLAM M. HUSAIN ABDULLAH
233 PERJANJIAN INTERNASIONAL IYADH HILAL
234 MAFAHIM ISLAMIYAH M. HUSAIN ABDULLAH
235 REVOLUSI JALAN TERANG PERUBAHAN SYAMSUDDIN RAMADHAN
236 PENGEMBAN DAKAH KEWAJIBAN DAN SIFAT MAHMUD ABDUL LATHIF
237 DAKWAH ISLAM I AHMAD MAHMUD
238 DAKWAH ISLAM II AHMAD MAHMUD
239 ISLAM IDEOLOGI ISMAIL YUSANTO
240 PERADABAN ISLAM VS BARAT AHMAD AL QASHSHAS
241 BAIAT MAHMUD AL KHALIDI
242 MENENTANG AMERIKA FARID WADJDI
243 KOREKSI ILMU KALAM & FILSAFAT HAFIDZ ABDURRAHMAN
244 FALSAFAH KEBANGKITAN HAFIDZ SHALIH
245 POLITIK PARTAI M.HAWARI
246 HIDUP SEJAHTERA DIBAWAH ISLAM ABDUL AZIZ AL BADRI
247 DAKWAH ISLAM DAN MASA DEPAN UMAT ABDURRAHMAN AL BAGDADI
248 MPI MR. KURNIA
249 KUMPULAN AYAT HADIST HAFIZD ABDURRAHMAN
250 LEGISLASI HUKUM ISLAM AHMAD MUFTI
251 INVASI AD KE IRAK TEAM
252 KEKASIH ALLAH THALEB ‘AWADALLAH
253 IPS HAFIDZ ABDURRAHMAN



254 SYABAB (ARAB) AT TAISIR FI USHULI TAFSIR ABU RUSYTHAH
256 MASAAILU FIQHIYYATU MUKHTARATUN SYAIKH UWAIDHAH
257 MASYRU QANUNI AL AHZAB FI DAULATIL KHILAFAH ZIYAD GAZAL
258 MASYRU’ QANUNI AL BUYU’ FI DAULATIL KHILAFAH ZIYAD GAZAL
259 ISTIDAL BI DZAN FIL AQIDAH FATHI SALIM
260 THARIQUL IIMAN SAMIH ATH THAIF AZ ZAIN
261 AJWIBAH ASILAH ATHO ABU RUSYTHOH
262 ASH SHUFIAH FI NAZHARIL ISLAM SAMIH ATH THAIF AZ ZAIN
263 NADZRATIN FI USUSI A IQTISHADI AR RA’SUMALIYAH FATHI SALIM


264 ISLAM VS SAIN/TSAQAFAH INTEGRASI PSIKOLOGI DG ISLAM HANNA DJUMAHA BASTAMAN
265 FILSAFAT HIDUP;DUSTUR ILAHI DALAM FISIKA HAFID DABANA
266 MENGGUNGKAP RAHASIA SIDIK JARI FIKRI ABDILLAH
267 JAM HIJRIYAH DARMAWAN ABDULLAH

268 HAROKAH BERSAMA KAFILAH IKHWAN ABBAS AS SIISI
269 MUHAMMADIYAH SBG GERAKAN ISLAM MUSTHAFA KAMAL PASHA
270 MAZDHAB CINTA (SYIAH) IRAWAN MASSIE
271 AL MILAL WA NIHAL ASY SYAHRASTANI
272 SALAFY SEBUAH FASE SEJARAH AL BUTHY
273 IJTIHAD MEMBANGUN BASIS GERAKAN AMIN SUDARSONO
274 AL JAMA’AH, TAFARRUQ DAN KHILAF MR. KURNIA
275 MAZDHAB AL ASY’ARY IDRUS RAMLI
276 HT DALAM SOROTAN M. IDRUS RAMLI
277 HAKIKAT AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH SYAMSUDDIN RAMADHAN
278 MENUJU JAMAH ISLAM HUSAIN BIN ALI JABIR
279 SGI BARU ABU ZA’RUR
280 HT MU’TAZILAH GAYA BARU AL ALBANI
281 SGI MUHAMMAD KHALID
282 KUN SALAFIYAN ‘ALA JAADDAH



283 HIZBUT TAHRIR SISTEM SANKSI DALAM ISLAM ABDURRAHMAN AL MALIKI
284 PILAR PENGOKOH NAFSIYAH HTI PRESS
285 BUNGA RAMPAI SI HTI PRESS
286 MEMBANGUN SISTEM EKONOMI ALTERNATIF AN NABHANI
287 SISTEM PEMERINTAHAN ISLAM AN NABHANI
289 KEPRIBADIAN ISLAM I & II AN NABHANI
290 SISTEM PERGAULAN AN NABHANI
291 KRITIK ATAS SOSIALISME MARXISME GHANIM ABDUH
292 KHILAFAH RASYIDAH HTI
293 MA’LUMAT LI SYABAB AN NABHANI
294 HAKIKAT BERFIKIR AN NABHANI
295 SENJATA PEMUSNAH MASAL HTI
296 BUNGA RAMPAI PEMIKIRAN ISLAM M. ISMAIL2
297 DEMOKRASI SISTEM KUFUR ZALLUM
298 PEMBENTUKAN PARPOL ISLAM AN NABHANI
299 SURATUL BADIHAH AN NABHANI
300 BENDEL BULETIN AL ISLAM HTI
301 SERUAN HT HT
302 KONSPIRASI BARAT MERUNTUHKAN KHILAFAH ZALLUM
303 SISTEM SANKSI & HUKUM PEMBUKTIAN ABDURRAHMAN AL MALIKI & AHMAD DAUR
304 SISTEM KEUANGAN ZALLUM
305 KONSEPSI POLITIK HT AN NABHANI
306 POLITIK EKONOMI ISLAM ABDURRAHMAN AL MALIKI
307 BENTURAN PERADABAN HT



308 ARAB AD DAULAH AL ISLAMIYAH AN NABHANI
309 SYAKHSHIYAH ISLAMIYAH 1-3 AN NABHANI
310 MUQADDIMAH DUSTUR 1-2 AN NABHANI AN NABHANI
311 MAFAHIM SIYASIYAH LI HIZBI AT TAHRIR AN NABHANI
312 AN NIZHON AL IJTIMAI AN NABHANI
313 AN NIZDOM IQTISHADI AN NABHANI
314 NIZHOM ISLAM AN NABHANI
315 MAFAHIM HT
316 AJHIZAH DAULATI AL KHILAFAH FIL HUKMI WAL IDARAH ATHO ABU RUSTHAH
317 MIN MUQAWWIMAT ATHO ABU RUSTHAH



318 TAZKIYAH NAFZ/TASAWUF/ADAB MENSUCIKAN JIWA SA’ID HAWA
319 KESESATAN SUFI DR. ABDULLAJ MUSTHAFA NUMSUK
320 TASAWUF DAN IHSAN HISYAM KABBANI
321 TAWASSUL ABU ANAS
322 MADRASAH JIWA MAS UDIK
323 JALAN CINTA MENUJU ALLAH ABU SA’ID AL KHARRAZ
324 KITABU ADAB (ARAB) FU’AD BIN ‘ABDUL AZIZ SYALBUB


325 PENGEMBANGAN DIRI & MANAJEMEN SYARIAH THE POWER OF PUBLIK SPEAKING CBS
326 MANAJER SUKSES M. ABDUL JAWWAD
327 MANAJEMEN STRATEGIS KAREBET WIDJDJAKUSUMA
328 ETOS KERJA ISLAM TOTO TASMARA
329 KEKUATAN SANG MURABBI TAUFIK YUSUF AL WA’IY
330 MENJADI PRIBADI SUKSES DR.AKRIM RIDHO
331 USE YOUR PERFECT MEMORY TONY BUZAN
332 AKU BISA AA GYM
333 BE THE BEST NOT BE ASA KAREBET
334 GILA BACA ALA ULAMA ALI BIN MUHAMMAD AL ’IMRON
335 MENJADI MURABBI SUKSES SATRIA HADI LUBIS
336 MELAWAN DG CINTA ABAY
337 USNDERSTANDING YOUR COMMUNICATION STYLES PONIJAN LIAW
338 MUSLIMONOT HUSAIN MATLA
339 MILLENIUM KE-3 JACQUES ATTALI
340 YAHUDI MENGAPA MEREKA BERPRESTASI TOTO TASMARA
341 MANAJEMEN WAKTU SEORANG MUSLIM YUSUF QARDHAWI


342 THIBUN NABAWI BEKAM SUNNAH NABI& MUKJIZAT MEDIS SYIHAB BADRI YASIN
343 PRAKTEK KEDOKTERAN NABI IBNUL QAYYIM
344 SEMBUH DG SATU TITIK DR. WADA’ UMAR
345 KEMANA SEHARUSNYA ANDA BEROBAT SAEFUDDIN HAKIM
346 PIJAT REFLEKSI GATOT
347 HIDUP SEHAT DG HABAH SAUDA SUBHI SULAIMAN

348 ALIRAN SESAT MELACAK IDEOLOGI AHMADIYAH DR. IHSAN ILAHI DZOHIR
349 ZIONISME GERAKAN MENAKLUKKAN DUNIA ZA MAULANI
350 ISLAM LIBERAL ADIAN HUSAINI
351 BAHAYA ISLAM JAMA’AH LPPI
352 JALAN DIALOG HUNS KUNG CRCS
353 MENYINGKAP ALIRAN SESAT AHMAD BIN YAHYA
354 CUCI OTAK GAYA NII M. AMIN DJAMALUDDIN


355 BAHASA ARAB PERCAKAPAN 3 BAHASA AL MAHIR ACHMAD SUNARTO
256 CARA PRAKTIS MEMAHAMI BHS AL QURAN ROSIHAN ANWAR
357 TERJ NAHWUL WADHIH 1-3 MUSTAFA AMIN
358 NAHWU PRAKTIS IR. SYAMSUDDIN
359 SHARAF
360 GRAMATIKA B. ARAB AHMAD SALABI
361 MUKHTARAT AUNU RAFIQ
362 METODE PRAKTIS BELAJAR NAHWU SANI ABU ZAHRA
363 DASAR2 PENGUASAAN BA AZHAR ARSYAD
364 BELAJAR CPT BHS ARAB 30 JAM AHMAD MUNAWARI
365 AGAR BAHASA ARAB TERASA MUDAH MAGHFUR WAHID
366 BUKU PINTAR MENERJEMAH ARAB-IND NU MUFID
367 TERJ AL BALAGHAH AL WADHIHAH ALI AL KARIM & MUSTHAFA AMIN
368 ILMU NAHWU PRAKTIS A ZAKARIA

369 ARAB JAMI’ AD DURUS AL’ARABIYAH MUSTHOFA AL GHALAYAINI
370 AL MUQARRAR ARABIC LIL JAMI’
371 AL ‘ARABIYYAH LI NASYIIN 3-4
372 QISHSHATU AL I’RAB
373 AL MU’JAM FIL ‘IRAB
374 MULAKASH FUAD NI’MAH
375 AL MUYASSAR FI ILMI NAHWI A ZKARIA

376 EKONOMI /FIKIH EKONOMI SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM NUR CHAMID, MM
377 KRIRIS KAPITALISME GLOBAL GEORGE SOROS
378 BAHAYA NEOLIB REVRISOND BASWIR
379 HALAL HARAM DALAM BISNIS KONTEMPORER SA’ID ABDUL ADZIM
380 MEMBANGUN IND TANPA PAJAK DAN UTANG ENDAH KARTIKA SARI
381 MENYONGSONG SISTEM EKONOMI ANTI KRISIS HTI
382 BISNIS ISLAMI YUSUF SABATIN
383 BUKU PINTAR BISNIS SYARI ZIYAD GAZAL
384 BAHAYA SISTEM EKO KAPITALIS M. AL KHALIDI
385 MUQADDIMAH SISTEM EKONOMI HAFIDZ ABDURRAHMAN

386 LOGIKA ZUBDATUL MANTIQIYYAH MA’SHUM ZAINI
387 LOGIKA MANTIK AHMAD MUDLOR

388 SAMARA MEMBAHAGIAKAN S3 SJAK MALAM PERTAMA NIPAN ABDUL HALIM
389 APA BAHAYA MENIKAH DENGA WAN NON MUSLIM ABDUL MUTHA’AL
390 RUMAH PENUH CINTA IZZATUL JANNAH
391 MENCAPAI PERNIKAHAN BAROKAH FAUZIL ADZIM
392 MEMILIH JODOH ISLAM HUSSAIN MUHAMMAD
393 150 MASLAH NIKAH MIFTAH FARID
394 SENI BERGHONJU IMAM SUYUTHI
395 FIKIH JIMA’ DR.ABDULLAH AL FAQIH


396 FIKIH SHALAT SHALAT 4 MAZDHAB ABDUL QADIR AR RAHBAWI
397 SIFAT SHALAT NABI AL ALBANI
398 AHKAM SHALAH (TERJ) ALI RAGHIB
399 TUNTUNAN SHALAT LENGKAP SYAIKH UWAIDHAH
400 AHKAM SHALAH (ARAB) ALI RAGHIB



401 NISA TAMPIL CANTIK DG HERBAL GHADAH AHMAD SAID
402 HUKUM WANITA HAMIL YAHYA ABDURRAHMAN AL KHATIB
403 MABAHITSU FI AL LIBAASI ASY SYAR’IE LIL MARATIL MUSLIMAH (ARAB) USTMAN ZAAHID
444 FIKIH WANITA SYAIKH KAMIL UWAIDHAH


404 ILMU FALAK ILMU FALAK MUHYIDDIN KHAZIN


405 FIKIH PUASA UMAT BERSATULAH (RUKYAT HILAL) AL BAGDADI
406 PUASA MENUJU SEHAT AHMAD SYAIFUDDIN
407 BISA JADI RAMADHAN TERAKHIR SALMAN BIN AL FADH
408 TUNTUNAN PUASA SYAIKH UWAIDHAH
409 BIMBINGAN MERAIH KEMULIAAN RAMADHAN SYAIKH FAUZAN AL FAUZAN
410 BEKAL RAMADHAN SYUHUKH

411 PARENTING MENJADI ORTU SEJATI RIDHO SALAMAH
412 ANAK KU ISLAM ITU INDAH DR. YULIANA
413 MY PARENT GOOD MY FRIEND DR. YULIANA
414 TAHAPAN MENDIDIK ANAK JAMAL ABDURRAHMA
415 FIKIH ANAK HUZAIMAH
416 MEMBENTUK ANAK SHALEH SITI RAFIDAH
417 PANDUAN PRAKTIS MENGGAMBAR & MEWARNA AS’ADI M.



418 REMAJA REMAJA, MEDIA, DAN IDOLA YUSUF HANAFI
419 PENDIDIKAN MASA PUBERTAS ZAID ABDURRAHMAN


420 BID’AH KAIDAH MEMAHAMI BID’AH MUHAMMAD BIN HUSAIN
421 MEMBEDAH SELUK BELUK BID’AH ABDUL QADIR SAQAF

422 USHUL FIKIH STUDI TENTANG USHUL FIKIH IYAD HILAL

423 ILMU QAWAIDUL FIQHIYYAH ADE ROHAYANI
424 AL WAJIZ;100 KAIDAH FIKIH ABDUL KARIM ZAIDAN
425 METODE TARJIH M. WAFA
426 MUQARANAH MAZAHIB ROMLI SA
427 USHUL FIQIH HAFIDZ ABDURRAHMAN
428 USHUL FIQIH KHAIRUL UMAM
429 USHUL FIQIH PRAKTIS ATHO IBNU KHALIL

430 AL WADHIH FI USHULIL FIQH M.HUSAIN ABDULLAH
431 AL USHUL MIN ‘ILMI USHUL SYAIKH ‘UTSAIMIN
432 MANDZUMAH USHUL AL FIQHI WA QAWA’IDIHI SYAIKH ‘UTSAIMIN
433 AL MUKHTAR FI USHUL FIQH AHMAD LABIB
434 TAISIRU AL WUSHUL ILAL USHUL (2X) ATHO IBNU KHALIL
435 SYARAH AL WARAQAT FI USHUL FIQH SYAIKH FAUZAN


436 PENDIDIKAN 40 METODE PENDI & PENGAJARAN RASUL ABDUL FATAH
437 STRATEGI PENDIDIKAN NEGARA KHILAFAH ABU YASIN
438 SISTEM PENDIDIKAN DI MASA KHILAFAH AL BAGHDADI


439 DLL PIKIRAN & PERILAKU ISLAMI H. SYAFRIANSYAH
440 KEJAHATAN THDP NEGARA
441 PENYESATAN OPINI ADIAN HUSAINI
442 BAHAYA PEMIKIRAN AL AFGHANI SULAIMAN BIN SHALEH
443 YAHUDI CATATAN HITAM SEJARAH MAHIR AHMAD AGHA
446 BUKU2 KECIL YANG MENCAPAI 50 JUDUL

Jumat, 28 Oktober 2011

‘LARINYA’ PULAU LARI-LARIAN DAN WACANA KALIMANTAN MERDEKA DALAM SOROTAN ISLAM


Pendahuluan
Hampir seluruh media lokal di Kalimantan selatan pada hari Jumat, 28 Oktober 2011 mengangkat headline yang sama yaitu wacana Kalimantan merdeka. Wacana ini mencuat sebagai gertak atas Peraturan Mendagri no. 43 tahun 2011 yang menetapkan bahwa pulau Lari-larian merupakan wilayah dari provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) ditambah sikap cuek dari Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi yang tidak menerima audiensi Gurbernur Kalsel, Ketua DPRD Kalsel, dan Bupati Kotabaru yang bermaksud menanyakan mengenai Permendagri tersebut. Wakil Ketua DPRD Kalsel HM Iqbal Yudiannor, Kamis (27/10) menyatakan: “Apabila Permendagri yang menyatakan pulau Lari-larian masuk wilayah Sulbar tidak dicabut, maka Kalsel harus berani fight dan mengusulkan judicial review terhadap Permendagri tersebut. Apabila judicial review tidak disetujui juga maka kemungkinan akan terbentuk Kalimantan Merdeka”. Meski pernyataan ini adalah pernyataan pribadi, tapi nampaknya HM Iqbal yang juga putera mantan Bupati Kotabaru Sjachrani Mataja ini tidak main-main, setidaknya hal ini dapat disimpulkan dari upayanya menjalin komunikasi dengan Kaltim. Ia menyatakan: “Seluruh Kalimantan ada wacana tersebut (baca: wacana Kalimantan merdeka). Kita sudah berkomunikasi dengan Kaltim. Kalimantan mungkin akan bergolak. Bukan hanya Kalsel, Kaltim sekarang sedang ribut pula tentang Pulau Balakan” (Media Kalimantan, 28/10/11)

Tulisan singkat ini mencoba memaparkan potensi alam pulau Lari-larian yang diperebutkan, mengkaji wacana Kalimantan merdeka menurut sudut pandang Islam, akar masalah sengketa batas wilayah, dan tidak ketinggalan solusi Islam terhadap masalah ini.

Posisi dan Potensi Alam Pulau Lari-Larian
Disebut 'Pulau lari-larian' karena pulau ini tempat pelarian masyarakat Kotabaru karena takut dikejar-kejar gerombolan. Selain tempat pelarian, pulau yang memiliki panjang sekitar 340 meter dengan lebar sekitar 146 meter total luas sekitar 3,5 hektare itu juga menjadi lokasi penyelesaian sengeketa antar nelayan dari berbagai wilayah yang menangkap ikan di perairan tersebut.

Pulau Lari-larian terletak pada koordinat 3°30'58′ LS 117°27'44′ BT Negara Indonesia Gugus kepulauan Kalimantan Provinsi Kalimantan Selatan Kabupaten Kotabaru. Pulau Lari-Larian berjarak dengan Pulau Sebuku Kabupaten Kotabaru sekitar 60 mil laut dengan Pulau Sambergelap Kotabaru sekitar 40 mil laut. Sedangkan jarak Pulau Lari-Larian dengan wilayah daratan Sulawesi Barat sekitar 80 mil laut.
Berdasarkan publikasi Adimiralty Notices to Mariners edisi mingguan ke-53 pada 31 Agustuss 2006 (diterbitkan UK-Hydrographic Office, Inggris) lari-larian termasuk dalam kelompok Pulau Laut Kalimantan. Selain itu, pulau Lari-larian juga merupakan daerah navigasi Administrasi Pelabuhan Kalimantan Selatan termasuk dalam peta Neraca Sumber Daya Alam Kabupaten Kotabaru terbitan Bakosurtanal. Oleh karena itu pada 2006, bupati Kotabaru mengeluarkan SK No.471/2006 tentang penegasan pulau Lari-larian sebagai wilayah Kotabaru.


Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kotabaru potensi sumber energi di pulau ini berupa gas kering (dry gas) dengan kandungan 97-98 % metana, 0,5 -0,75 mol % CO 2 dan 0, 2 – 0, 32 % nitrogen dan gasnya tidak mengandung logam berat. Ringkasnya potensi alam pulau ini bernilai triliyunan rupiah. Wajar jika diperebutkan!


Kalimantan Merdeka=Disintegrasi; Haram!
Meski baru wacana yang bersifat pribadi. Jika ditinjau dari sudut pandang Islam gagasan ini haram untuk diwacanakan, lebih-lebih untuk direalisasikan. Setidaknya ditinjau dari 2 hal berikut. Pertama, wacana Kalimantan merdeka adalah upaya membagi-bagi wilayah Indonesia menjadi bagian-bagian kecil. Dan jelas hal ini hukumnya haram. Karena Nabi bersabda:
مَنْ أَتَاكُمْ وَأَمْرُكُمْ جَمِيعٌ عَلَى رَجُلٍ وَاحِدٍ يُرِيدُ أَنْ يَشُقَّ عَصَاكُمْ أَوْ يُفَرِّقَ جَمَاعَتَكُمْ فَاقْتُلُوهُ
Siapa saja yang datang kepada kalian, sementara urusan kalian berkumpul di tangan seseorang (Khalifah), kemudian dia hendak merobek kesatuan kalian dan memecah-belah jamaah kalian, maka bunuhlah. (HR Muslim no. 4904).

Harus diakui bahwa masyarakat Kalimantan umumnya dan kalsel khususnya belum bisa menikmati sepenuhnya kekayaan SDA yang ada. Kalsel sebagai provinsi penyumbang 25 % produksi batu bara secara Nasional, namun 727.840 jiwa atau 5, 21 % dari keseluruhan penduduk Kalsel yang berjumlah 3.626.119 jiwa masih hidup dalam kondisi melarat. Tetapi persoalannya tidak semata pada perimbangan pembagian pendapatan antara pusat dan daerah. Tetapi lebih pada salahurusnya SDA tersebut dengan diserahkan pada pihak swasta baik lokal maupun asing. Sehingga mewacanakan Kalimantan merdeka bukanlah solusi efektif bagi persoalan kesejahteraan masyarakat kalsel.
Kedua, pemisahan (baca: pecah belah) adalah pintu yang dapat digunakan asing untuk semakin mengokohkan cengkeramannya. Keberadaan perusahaan multinasional di wilayah Kalimantan seperi PT. ADARO, PT. PAMA, Total, Schlumberger, Palm Oil Engineers, dll menjadi bukti kokohnya cengkeraman asing. Lepasnya Timor-Timur semestinya menjadi pelajaran berharga, betapa disintegrasi adalah pintu lebar penguasaan asing. Bahkan tidak menutup kemungkinan asing bermain dalam upaya Kalimantan merdeka ini. Padahal Allah berfirman:
وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا
dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman (QS: An-Nisa [4]:141)
Lafazd sabiila dalam ayat di atas berupa isim nakirah. Sedang ayat ini di awali dengan huruf lan (huruf nashab yang berfungsi menafikan). Dalam kaidah penafsiran al-quran disebutkan:
إذا وقعت النكرة في سياق النفي أو النهي أو الشرط أو الاستفهام دلت على العموم
jika isim nakirah terletak pada susunan penafian, larangan, syarat, atau tanya maka isim nakirah tersebut menunjukkan konotasi umum. (Qawa’idul hisan fi tafsiril qur’an karya Syaikh Abdurrhaman as sa’di hal. 9)
Lafadz sabiila dalam ayat di atas adalah lafazd umum. Sehingga jalan apapun yang dapat menghantarkan pada penguasaan orang kafir terhadap kaum muslimin hukumnya haram.

OTDA Sumber Sengketa
Otonomi daerah (OTDA) adalah sumber sengketa horizontal (antar kabupaten dan provinsi). Menurut Jenderal Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri, Timbul Mujianto Sejak otonomi daerah (OTDA) telah terjadi 8.000-an titik sengketa batas wilayah yang terjadi di sejumlah wilayah Indonesia. Mayoritas sengketa batas wilayah dipicu kasus perebutan penguasaan sumber daya alam dan perkebunan. Ironisnya hanya 18 % yang dapat diselesaikan (http://www.mediaindonesia.com). Di Kalsel sendiri sengketa antar wilayah ini sudah berulang kali terjadi baik antar kabupaten seperti antara Kabupaten Banjar dengan Tanah Laut, Tanah Laut dengan Tanah Bumbu, dan yang sedang hangat saat ini antara Kab Batola dengan Tapin. Sengketa perbatasan ini juga terjadi antar provinsi seperti antara Kab Batola dengan Kapuas. Apakah dengan Kalimantan merdeka sengketa batas wilayah ini akan berakhir?

Kesenjangan satu daerah dengan daerah lain menjadi masalah permanen yang tak kunjung usai terutama pasca pemekaran daerah. Sebagai contoh pasca pemekaran Kab. HSU dengan Kab. Balangan. Jadilah HSU menjadi kabupaten miskin yang minim PAD (Pendapatan Asli Daerah) dan hanya mengandalkan DAU (Dana Alokasi Umum) dan DAK (Dana Alokasi Khusus) dari Pemerintah Pusat.
Dengan minimnya pendapatan daerah ditambah tidak wajarnya tunjangan (khususnya para pejabat) membuat kesejahteraan rakyat tak kunjung membaik. Dalam catatan FITRA, sebanyak 124 daerah memiliki anggaran belanja pegawai diatas 60 persen dengan belanja modal hanya 1-15 persen. Dari jumlah tersebut, sebanyak 16 daerah bahkan memiliki anggaran belanja pegawai diatas 70 persen. Pemerintah Daerah (Pemda) yang paling besar mengalokasikan anggaran belanja pegawai adalah Kabupaten Lumajang hingga 83 persen dan belanja modal hanya 1 persen.
Melalui OTDA pula Pemerintah Daerah ‘kreatif’ menggali potensi daerah. Bukan potensi daerah berupa ekploitasi SDA yang ada, agar digunakan untuk kemakmuran masyarakatnya. Tetapi mengekploitasi rakyatnya dengan dengan beragam pungutan dan retribusi. Sekali lagi hal ini dilegalkan lewat UU OTDA.

Selain sengketa horizontal, sengketa vertikal antara pusat dengan daerah sering pula terjadi. Sengketa pulau Lari-larian merupakan contohnya. Sumber sengketa biasanya berkisar pembagian pendapatan daerah. Beradarkan UU No. 22 tahun 1999 tentang Daerah yang lebih popular disebut UU Otonomi Daerah/OTDA yang telah diperbaharui dengan UU No. 32 tahun 2004 pada pasal 157 (b) menetapkan mengenai dana perimbangan pusat dan daerah. Khusus dana perimbagan daerah dari sektor SDA dijelaskan pada pasal 160 (2). Mengenai prosentase bagi hasil antara pusat dan daerah diatur secara spesifik dalam UU UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pada Pasal 14 huruf e UU No 33 disebutkan untuk minyak 84,5 persen merupakan bagian pemerintah dan 15,5 persen untuk daerah. Sedangkan untuk gas, pemerintah mendapat 69,5 persen dan daerah 30,5 persen.

Dengan fakta di atas dapatlah disimpulkan bahwa OTDA justru menjadi sumber sengketa yang dapat mengarah pada disintegrasi bangsa. Otonomi khusus yang diterapkan di Papua menjadi buah simalakama bagi Indonesia. Alih-alih meredam gejolak sosial disana, yang terjadi justru ancaman keamanan yang semakin membahayakan. Jangan sampai Indonesia menjadi Negara yang hancur seperti Uni Soviet, Yogoslavia, dan Sudan. Menurut Ketua Yayasan Arsari, Hashim Djojohadikusumo Indonesia sangat berpotensi menjadi seperti 3 negara di atas.

OTDA dalam Tinjauan Islam
Secara etimologi, otonomi berasal dari kata autonomos/autonomia (Yunani), yang berarti keputusan sendiri (self ruling). Otonomi mengandung pengertian: kondisi atau ciri untuk tidak dikontrol pihak lain atau kekuatan luar; atau bentuk pemerinahan sendiri. Konsep otonomi daerah biasanya dipicu karena ketidakpuasan daerah terhadap pusat. Dalam konteks Indenesia dipicu karena peran pusat yang terlalu dominan di masa orba. Pasca reformasi sebenarnya terjadi perdebatan yang cukup sengit mengenai model pembagian wewenang antara pusat dan daerah. Amin Rais saat itu menawarkan konsep Negara Federal. Sedang Riyas Rasyid menawarkan konsep OTDA. Konsep OTDA inilah yang diadopsi, bahkan menghantarkan pengagasnya menjadi menteri OTDA di era Gusdur.

Di dalam UU No. 32 tahun 2004 bidang yang menjadi wewenang pemerintah pusat hanya tersisa bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional; dan agama. Secara subtansial UU tersebut sebenarnya mirip dengan federasi, hanya ‘merek’nya yang lain, yakni memberi wewenang kepada Pemda untuk mengatur daerahnya. Fakta ini mirip dengan definisi sistem pemerintahan federasi yaitu sistem yang membagi-bagi wilayah-wiayahnya dalam otonominya sendiri dan bersatu dalam pemerintahan secara umum
Inilah fakta OTDA. Sementara dalam Islam, bentuk Negara adalah Negara kesatuan bukan negara federasi atau federasi semu semacam OTDA . Wilayah kekuasaan Negara Islam adalah wilayah yang satu. Hal ini ditegaskan dalam banyak hadist Nabi, diantaranya.
كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمُ الأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِىٌّ خَلَفَهُ نَبِىٌّ وَإِنَّهُ لاَ نَبِىَّ بَعْدِى وَسَتَكُونُ خُلَفَاءُ فَتَكْثُرُ ». قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ « فُوا بِبَيْعَةِ الأَوَّلِ فَالأَوَّلِ وَأَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ
"Dulu Bani Israel diurusi dan dipelihara oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi meninggal digantikan oleh nabi yang lain.Akan tetapi, sesungguhnya tidak ada nabi sesudahku, yang akan ada adalah para khalifah, dan mereka banyak." Para sahabat bertanya, “Lalu apa yang engkau perintahkan kepada kami?” Nabi bersabda, “Penuhilah baiat yang pertama, yang pertama saja, berikanlah kepada mereka hak mereka. Sesungguhnya Allah akan meminta pertanggungjawaban mereka atas apa saja yang mereka urus/pelihara." (HR al-Bukhari dan Muslim)
إِذَا بُويِعَ لِخَلِيفَتَيْنِ فَاقْتُلُوا الآخَرَ مِنْهُمَا

Jika dibaiat dua orang khalifah maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya.
(HR Muslim)

Demikian pula potensi kekayaan alamnya seluruhnya dianggap satu. Begitupula pemenuhan kebutuhan pemenuhan kebutuhan rakyat akan diberikan secara merata untuk kepentingan seluruh rakyat, tanpa melihat potensi alam atau PAD daerahnya. Jika wilayah (semacam provinsi) telah menyerahkan sumber pemasukan Negara (zakat, jizyah, kharaj, dll), sementara kebutuhannya daerahnya sedikit, maka wilayah tersebut akan mendapatkan dana dari pusat sesuai dengan kebutuhannya. Sebaliknya jika terdapat wilayah yang minim pendapatannya, maka tetap diberikan dana sesuai kebutuhannya dengan sistem subsidi silang dari daerah yang lebih mampu. Inilah konsep Islam mengenai pengaturan sistem keuangan. Dengan manajemen yang baik dan ditopang aparatur Negara yang profesional dan amanah sistem ini terbukti telah memberikan pemerataan kesejahteraan. Pada masa ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz, tidak ada seorang pun yang dipandang berhak menerima zakat. Beliau sampai memerintahkan para pegawainya berkali-kali untuk menyeru ketengah masyrakat ramai, kalau-kalau diantara mereka ada yang membutuhkan harta, namun tidak ada seorangpun yang memenuhi seruannya. Pada masa beliau pula tidak ada satu orangpun penduduk Afrika yang mau mengambil harta zakat. Gaji pegawai Negara hingga ada yang mencapai 300 dinar (1275 gram emas) atau setara Rp. 114. 750.000,-
Dengan Negara kesatuan (versi Islam) pula khalifah (kepala Negara) berhak mengangkat dan memberhentikan para wali (semacam gurbernur), ‘amil (semacam bupati), hakim, panglima militer, dst. Sehingga ongkos politik menjadi murah, potensi konflik sebagai dampak pilkada juga dapat dicegah, dan yang jelas syar’ie menurut tuntunan Islam. Berbeda dengan sistem OTDA yang menetapkan pemilihan gurbernur dan bupati dengan pemilihan langsung. Jika ada anggapan atau kekhawatiran akan terjadi otoriterisme. Maka anggapan tersebut dapat ditepis dari sisi, yaitu:
a. Khalifah tidak memiliki masa jabatan tertentu. Dia bisa diberhentikan kapan saja, termasuk jika dengan sengaja melanggar syariat atau terbukti mengkhianati rakyat.
b. Jabatan pemerintahan dalam Islam bukanlah kedudukan untuk memperkaya diri. Jabatan pemerintahan adalah amanah ri’ayah (melayani umat) sehingga pejabat pemerintahan (khalifah, wali, dan amil) tidak berhak mendapat gaji.
c. Pencerdasan politik yang dilakukan Negara dan parpol menjadikan rakyat cerdas dan berani mengoreksi penguasa.
d. Khalifah dan seluruh pejabat pemerintahan memiliki keududukan yang sama di depan hukum. Sehingga khalifah dan pejabat Negara dapat dituntut di pengadilan dengan sistem yang adil tentunya.
e. Khalifah dipilih dengan syarat yang ketat diantara dia harus orang yang ‘adil (tidak orang yang dhalim atau fasik apalagi kafir)
Demikianlah OTDA bertentangan dengan syariat Islam dalam beberapa hal. Apalagi jika OTDA terbukti menjadi sumber konflik baik vertikal maupun horizontal yang mengarah pada disintegrasi bangsa, maka sistem ini adalah sistem batil yang haram untuk diambil dan diterapkan di bumi Allah manapun. Demikian pula wacana Kalimantan merdeka adalah pewacanaan yang haram dan mesti dihentikan. Selanjutnya penjajahan asing dalam bentuk apapun harus dienyahkan dari bumi Indonesia dan seluruh bumi Allah. Tentunya dengan sistem syariah di bawah payung politik al khilafah. Wallahu ‘alam bi shawab

Banjarmasin, 2 Dzulhijjah 1532 H/29 Oktober 2011
Al Faqiir ila ALLAH Wahyudi Abu Syamil Ramadhan

Rabu, 26 Oktober 2011

THALABUN-NUSHRAH: METODE MENEGAKKAN KHILAFAH Refleksi Thalabun-Nushroh di Masa Nabi dan Kini


Pengantar
Dukungan terhadap penegakkan syariah dan khilafah kian hari semakin mendapat dukungan dari umat, lebih-lebih para ulama. Indikasinya, kegiatan-kegiatan penyadaran untuk membentuk kesadaran umum senantiasa dihadiri para alim-ulama yang ikhlas untuk mengembalikan kejayaan Islam. Hanya saja ada satu pertanyaan penting yang senantiasa mengemuka dalam beragam kegiatan tersebut. Bagaimana upaya atau metode efektif untuk menegakkan khilafah?.

Disisi lain, setidaknya ada dua pelajaran terpenting adalah: Pertama, pembentukan opini umum berlandaskan kesadaran umum ternyata kurang optimal. Kedua: proses peralihan kekuasaan tidak menghasilkan kekuasaan baru sesuai tuntutan Islam.

Dalam konteks inilah penting untuk mengkaji kembali metode praktis dan efektif yang dicontohkan Nabi saw dalam menegakkan khilafah yaitu metode thalabun-nushrah. Tulisan yang merupakan intisari dari tulisan KH. Muhammad Siddiq al Jawi dan Syaikh Abu al Mu’tashim dalam majalah al wa’ie (edisi arab) ed. 282-283 dengan judul Tahayya`u al-Ajwâ` li Thalab an-Nushrah, diterjemahkan oleh Ustadz Fathiy Syamsuddin Ramadhan An Nawiy mencoba menjawab pertanyaan krusial di atas. Apa pengertian thalabu an nushroh? Apakah benar thalabu an nushroh metode menegakkan khilafah? Siapa sesungguhnya ahlu an nushroh? Bagaimana thalabu an nushroh yang dilakukan Nabi saw? Bagaimana mengimplementasikan thalabu an nushroh di masa kini?

Pengertian dan Tujuan
An-Nushrah dan al-munâsharah memiliki makna i’ânah ‘alâ al-amr (menolong atas suatu perkara). Orang Arab menyatakan, “nasharahu ‘alâ ‘adwihi wa yanshuruhu nashran (menolong seseorang atas musuhnya, dan ia sedang memberikan sebuah pertolongan). Ibnu Mandzur ketika mengutip hadist Nabi saw
انصُر أَخاك ظالِماً أَو مظلوماً وتفسيره أَن يمنَعه من الظلم إِن وجده ظالِماً وإِن كان مظلوماً أَعانه على ظالمه والاسم النُّصْرة (لسان العرب ابن منظور ج. 5 ص. 210)

Sedangkan menurut istilah, thalabun nushrah adalah aktivitas meminta pertolongan (nushrah) yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kewenangan (amîr) kepada orang-orang yang memiliki kekuasaan untuk tujuan penyerahan kekuasaan dan penegakkan Daulah Islamiyyah, atau untuk tujuan-tujuan lain yang berhubungan dengan dukungan terhadap dakwah, misalnya: (1) untuk melindungi para pengemban dakwah di negeri-negeri Islam, agar mereka mampu menyampaikan maksud dan tujuan dakwah mereka di tengah-tengah masyarakat, (2) untuk menyingkirkan berbagai macam keburukan, baik yang akan menimpa maupun yang telah menimpa pengemban dakwah.

Thalabun-nushrah bukanlah suatu tahapan (marhalah) dakwah, melainkan suatu amal (aktivitas) dakwah dalam suatu tahapan dakwah. Thalabun-nushrah dilakukan pada saat masyarakat, khususnya para pemimpinnya, menolak penerapan Islam dalam kehidupan bernegara dan terjadi tindakan represif seperti penganiayaan terhadap para aktivis partai politik yang berjuang menegakkan Khilafah (M. Husain Abdullah, Ath-Thariqah asy-Syar’iyah li Isti’naf al-Hayah al-Islamiyah, hlm. 90).

Thalabun-nushrah mempunyai dua tujuan:
1. Mendapatkan perlindungan (himayah) bagi para individu pengemban dakwah dan kegiatan dakwahnya. Misal, Rasulullah saw. mendapat perlindungan dari pamannya (Abu Thalib), atau Rasulullah saw. mendapat jaminan keamanan dari Muth’im bin Adi sepulangnya dari Thaif.
2. Mendapatkan kekuasaan (al-hukm) guna menegakkan hukum Allah dalam negara Khilafah. Misal, dulu Rasulullah saw. menerima kekuasaan dari kaum Anshar sehingga beliau kemudian dapat menegakkan Daulah Islamiyah di Madinah (Manhaj Hizbut Tahrir, 2009, hal. 49; M. Khair Haikal, Al-Jihad wa al-Qital, I/409).

Metode Mendirikan Khilafah
Thalabun-nushrah adalah thariqah (metode) yang tetap dan wajib dilaksanakan untuk menegakkan Khilafah. Jadi, thalabun-nushrah bukan uslub (cara) yang hukumnya mubah yang dapat berubah-ubah sesuai situasi dan kondisi. (Ahmad Al-Mahmud, Ad-Da’wah ila al-Islam, hlm. 34).

Kewajiban thalabun-nushrah didasarkan pada teladan Rasulullah saw. dalam perjuangan beliau mencari perlindungan dan kekuasaan dari para kepala kabilah (suku) saat itu. Rasulullah saw. mulai melakukannya pada tahun ke-8 kenabian, khususnya setelah wafatnya paman beliau Abu Thalib dan istri beliau Khadijah, dan semakin meningkatnya gangguan fisik dari kaum Quraisy kepada beliau. Rasulullah saw.
melakukan thalabun-nushrah kepada banyak kabilah, baik di kampung mereka maupun di tempat-tempat mereka saat musim haji di Makkah. Ibnu Saad dalam kitabnya At-Thabaqat menyebutkan 15 kabilah yang didatangi Rasulullah saw. dalam rangka thalabun-nushrah, di antaranya kabilah Kindah, Hanifah, Bani ‘Amir bin Sha’sha’ah, Kalb, Bakar bin Wail, Hamdan, dan lain-lain. Kepada setiap kabilah Rasulullah saw. mengajak mereka untuk beriman dan memberi nushrah kepada beliau untuk memberikan kekuasaan demi tegaknya agama Allah. (M. Abdullah Al-Mas’ari, Al-Mana’ah wa Thalab an-Nushrah, hlm. 3-8).

Sungguh, upaya ini memang tidak mudah. Penolakan demi penolakan datang beruntun silih berganti. Namun, Rasulullah saw. tidak mengubah cara ini dengan cara lain dan terus memegang teguh cara ini dengan gigih walaupun sering menghadapi kegagalan dan penolakan. Ini merupakan qarinah (indikasi) yang jazim (tegas) bahwa thalabun-nushrah yang dilakukan Rasulullah saw. adalah suatu kewajiban dan perintah syar’i, yakni perintah dari Allah SWT, bukan inisiatif Rasulullah saw. sendiri atau sekadar tuntutan keadaan. Alhamdulillah, akhirnya Rasulullah saw. berhasil mendapatkan nushrah dari kaum Anshar pada tahun ke-12 kenabian yang menyerahkan kekuasaan mereka di Madinah kepada beliau (‘Atha bin Khalil, Taysir al-Wushul ila al-Ushul, hlm. 21; Ahmad al-Mahmud, Ad-Da’wah ila al-Islam, hlm. 35; M. Muhsin Radhi, Hizb at-Tahrir Tsaqafatuhu wa Manhajuhu, hlm. 311).

Jelaslah, satu-satunya metode yang sahih untuk mendapatkan kekuasaan dan mendirikan Khilafah adalah thalabun-nushrah; bukan dengan cara-cara lain semisal mendirikan masjid, rumah sakit, sekolah; atau menolong kaum fakir-miskin dan mengajak pada akhlaqul karimah. Ini semua amal salih, tetapi bukan metode menegakkan Khilafah. Metodenya bukan pula dengan mengangkat senjata memerangi penguasa, atau dengan terjun ke politik praktis dengan masuk parlemen atau pemerintahan sekular, atau dengan pengerahan massa (people power) untuk menggulingkan kekuasaan. Semua cara ini adalah penyimpangan (mukhalafah) dari teladan thalabun-nushrah yang dicontohkan Rasulullah saw. untuk menegakkan Daulah Islamiyah (Ahmad al-Mahmud, Ad-Da’wah ila al-Islam, hlm. 37).

Thalabun nushrah-tidaklah identik dengan kudeta militer (al-inqilab al-‘askari). Thalabun-nushrah adalah aktivitas politik, bukan aktivitas militer. Jadi keliru kalau ada yang berpendapat thalabun-nushrah sama saja dengan kudeta militer. Yang benar, kudeta militer hanyalah salah satu cara (uslub)—bukan satu-satunya cara—yang dapat dilaksanakan oleh Ahlun Nushrah. Sebagai metode, thalabun-nushrah adalah langkah prinsipil yang tunggal dan tetap yang dilakukan oleh jamaah/harakah dakwah kepada Ahlun Nushrah demi peralihan kekuasaan. Adapun teknis peralihan kekuasaannya bergantung sepenuhnya kepada Ahlun Nushrah; boleh jadi dengan kudeta militer atau dengan cara lain yang damai, tergantung situasi yang ada. Bahkan dulu kaum Anshar memberikan kekuasaan kepada Rasulullah saw. dengan cara damai, karena memang saat itu kaum Anshar sendirilah yang sedang memegang kekuasaan (Hazim ‘Ied Badar, Thariqah Hizb at-Tahrir fi at-Taghyir, hlm.18).

Thalabun-nushroh pada masa Nabi SAW
Dengan mengkaji sirah Nabi saw akan menyaksikan bahwa Nabi saw melakukan beberapa aktivitas penting dan berkesinambungan sebelum mempersiapkan suasana nushrah dan penyerahan kekuasaan di Madinah adalah sbb:
1. Mengontak delegasi suku Khazraj yang berkunjung ke Mekah dan meminta mereka masuk ke dalam Islam. Setelah masuk Islam, Nabi saw memerintahkan mereka kembali ke Madinah untuk mendakwahkan Islam kepada kaumnya. Setibanya di kota Madinah, mereka menampakkan keislaman mereka dan mengajak kaumnya masuk ke dalam Islam. Jumlah kaum Muslim terus bertambah.
2. Pada tahun berikutnya, mereka kembali menemui Rasulullah saw. Jumlah mereka pada saat itu adalah 12 orang. Nabi saw menerima mereka dan mengutus Mush’ab bin ‘Umair ra. untuk menjadi pengajar mereka di Madinah.
3. Akhirnya, melalui tangan Mush’ab bin ‘Umair ra, pembesar-pembesar Auz dan Khazraj masuk ke dalam agama Islam dan menunjukkan dukungan dan loyalitas yang amat kuat terhadap Islam.
4. Setelah melihat kesiapan masyarakat Madinah, yang tampak pada masuk Islamnya pembesar-pembesar Auz dan Khazraj serta terbentuknya opini umum tentang Islam yang lahir dari kesadaran umum pada penduduk Madinah, Nabi saw meminta mereka untuk menemui Beliau saw pada musim haji.
5. Melakukan Baiat aqabah II
Bai’at ‘Aqabah II –bai’at yang menandai terjadinya penyerahan kekuasaan di Madinah– adalah realitas yang dipersiapkan untuk pembentukan opini umum membela Islam dengan kekuatan. Artinya, Madinah dipersiapkan sedemikian rupa hingga Islam diterima oleh mayoritas penduduk Madinah dan menjadi opini umum yang mampu mendominasi penganut-penganut agama lain di Madinah. Tidak hanya itu saja, opini umum tersebut juga ditujukan agar masyarakat Madinah siap membela kepemimpinan baru –yakni kepemimpinan Rasulullah saw. Artinya, opini umum di sana dipersiapkan begitu rupa hingga masyarakat Madinah siap menerima kepemimpinan gerakan Nabi saw. Opini umum untuk membela Islam tersebut lahir dari kesadaran umum mayoritas masyarakat Madinah dan pembesar-pembesarnya atas hakekat Islam dan atas Rasulullah saw dalam kapasitasnya sebagai Nabi dan pemimpin takattul shahabat.
6. Hijrah Ke Madinah dan menerapkan hukum-hukum Islam

Siapa Ahlun-Nushroh?
Ahlun Nushrah atau disebut juga Ahlul Quwwah artinya adalah al-qadirun ‘ala i’tha’ al-hukm, yaitu orang-orang yang berkemampuan untuk memberikan kekuasaan. Mereka bisa jadi adalah orang-orang yang sedang memegang kekuasaan, misalnya presiden atau panglima militer, atau bisa jadi tidak sedang memegang kekuasaan, namun memiliki pengaruh yang kuat kepada masyarakat, misalnya kepala kabilah, pimpinan partai politik, dsb (Abu Al-Harits, Thalab an-Nushrah, hlm. 1; M. Muhsin Radhi, Hizb at-Tahrir Tsaqafatuhu wa Manhajuhu, hlm. 312).

Berdasarkan Sirah Nabi saw., dapat disimpulkan beberapa poin penting terkait Ahlun Nushrah.
1. Ahlun Nushrah haruslah sebuah kelompok (jama’ah), bukan individu.
2. Ahlun Nushrah haruslah kelompok yang kuat, yakni berkemampuan menyerahkan kekuasaan, termasuk mampu mempertahan-kan Khilafah kalau sudah berdiri.
3. Ahlun Nushrah wajib orang-orang Muslim, tak boleh non-Muslim.
4. Ahlun Nushrah haruslah orang-orang yang mendukung syariah dan Khilafah, bukan orang yang memusuhi Islam seperti kaum sekular, liberal, dsb.
5. Ahlun Nushrah harus berada sepenuhnya di bawah kendali partai politik yang mereka dukung, bukan menjadi kekuatan terpisah di luar control.
6. Ahlun Nushrah tidak dibenarkan meminta kompensasi atau konsesi tertentu sebagai imbalan melakukan thalabun-nushrah, misalnya meminta jabatan tertentu setelah Khilafah berdiri.
7. Ahlun Nushrah disyaratkan tidak terikat dengan perjanjian internasional yang bertentangan dengan dakwah, sementara mereka pun tak mampu melepaskan diri dari perjanjian internasional itu.

Thalabun-nushroh di Masa Kini
Thalabun-nushroh sebagaimana yang dicontohkan Nabi saw juga senantiasa relevan di masa kini. Karena thalabun-nushroh adalah satu-satunya metode yang beliau contohkan dalam upaya menegakkan khilafah. Mentauladani metode beliau dalam berdakwah merupakan implementasi kecintaan kita kepada Allah SWT. Saat menafsiri surah ali ‘Imron ayat ke-31, al hafidz Imam Ibnu Katsir menyatakan:
هذه الآية الكريمة حاكمة على كل من ادعى محبة الله، وليس هو على الطريقة المحمدية فإنه كاذب في دعواه في نفس الأمر، حتى يتبع الشرع المحمدي والدين النبوي في جميع أقواله وأحواله، كما ثبت في الصحيح عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه قال: "مَنْ عَمِلَ عَمَلا لَيْسَ عليه أمْرُنَا فَهُوَ رَدُّ" (تفسير القرآن العظيم لإبن كثير ج.2 ص. 32)
Hanya saja aktivitas thalabun-nushrah adalah aktivitas yang khusus dan rahasia. Sebab, tabiat thalabun-nushrah memang hanya menghendaki keterlibatan sejumlah kecil orang saja, bukan banyak orang (M. Muhsin Radhi, Hizb at-Tahrir Tsaqafatuhu wa Manhajuhu, hlm. 312).

Tugas kita adalah mempersiapkan suasana nushroh, yaitu mewujudkan kesadaran umum sehingga terbentuk opini umum. Yang dimaksud dengan opini umum pada konteks sekarang adalah, adanya keinginan untuk diatur dan diperintah oleh kekuasaan Islam pada mayoritas kaum Muslim yang ada di sebuah negeri yang layak dilakukan thalabun nushrah. Keinginan tersebut juga harus muncul pada diri ahlu al-quwwah –panglima perang, pemimpin kabilah, dan lain sebagainya–, dan tidak cukup hanya muncul pada mayoritas kaum Muslim belaka.

Adapun yang dimaksud dengan kesadaran umum (wa’y al-’âm) adalah kesadaran umum terhadap beberapa hal; (1) tentang Islam, terutama pemikiran tentang Khilafah dan kekuasaan; (2) permusuhan dan upaya-upaya penyesatan yang dilakukan kaum kafir untuk menghalang-halangi tegaknya Khilafah, (3) umat tidak akan pernah bisa melepaskan diri dari problematikanya, kecuali jika mereka mampu membebaskan dirinya dari pemerintahan yang menerapkan hukum-hukum kufur, dan (4) kesadaran terhadap tipu daya dan permainan politik kaum kafir untuk memalingkan umat dari jalan yang benar. Dalam konteks inilah maka upaya edukasi kepada umat akan urgensinya syariah dan khilafah sebagai solusi persoalan umat mesti disampaikan secara terang-terangan dan terbuka.

Disinilah peran dan tanggung jawab besar yang dipikul oleh para ulama, yaitu memberikan penyadaran kepada umat sehingga terbentuk kesadaran umum yang mengarahkan terwujudnya opini umum hingga umat siap bahu membahu, bekerja siang dan malam, mengorbankan apa yang bisa mereka korbankan untuk perjuangan yang mulia ini. Hingga datangnya pertolongan Allah dengan tegaknya Khilafah.
وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ (4) بِنَصْرِ اللَّهِ يَنْصُرُ مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ

Wallahu ‘alam bi shawab
Al Faqiir ila Allah: Wahyudi Abu Syamil Ramadhan
Banjarmasin, 27 Dzul Qa’dah 1432 H/26 Oktober 2011
Disampaikan pada diskusi tokoh terbatas


Minggu, 09 Oktober 2011

DEFINISI JIHAD


Jihad adalah mengerahkan segenap usaha untuk berperang di jalan Allah baik secara langsung maupun dengan bantuan harta, pandangan, ataupun mobilisasi pasukan, dsb. Dengan kata lain jihad adalah berperang untuk meninggikan kalimat Allah. Yang dimaksud berjihad dengan pandangan (ar-ra’yu) adalah jika berkaitan secara langsung dengan perang di jalan Allah. Jika tidak berkaitan secara langsung dengan perang maka tidak disebut jihad secara syar’ie. Meskipun terdapat kesulitan ataupun berimplikasi pada manfaat-manfaat yang dapat meninggikan kalimat Allah. Karena pengertian jihad secara syar’ie hanya terbatas pada makna perang dan yang berkaitan secara langsung dengan perang. Serupa dengan ar-ra’yu adalah tulisan, khutbah/pidato yang berkaitan secara langsung dengan perang, seperti pidato untuk membakar semangat jihad pasukan atau tulisan yang memompa semangat pasukan untuk memerangi musuh, selain itu tidak disebut jihad.

Oleh karena itulah maka memerangi ahlul bughah yang membangkang pada khalifah, perjuangan politik (al kifaah as-siyasiy), bekerja mencari nafkah, memerangi hawa nafsu, melawan penguasa muslim yang dhalim dan mengoreksinya (muhasabah al hukkam) tidaklah disebut sebagai jihad ditinjau dari makna syar’ie. Jikapun disebut jihad maka maksudnya adalah jihad dalam makna bahasa. Meskipun pahala melakukan aktivitas-aktivitas tadi sungguhlah besar dan faidahnya bagi kaum muslimin juga besar lagi agung. Akan tetapi masalahnya bukan pada besarnya kesulitan yang didapat, bukan pula besarnya manfaatnya akan tetapi dikembalikan pada makna syar’ie yang menjelaskan pengertian jihad, yaitu perang dan seluruh aktivitas yang berkaitan dengannya secara langsung seperti pendapat (ar-ra’yu), pidato, tulisan, strategi, dsb.
Diterjemahkan dengan bebas dari kitab Al Jihad fil Islam hal.7
Pembahasan ini ditulis untuk menjawab pertanyaan saudara Umar
Banjarmasin, 9 Oktober 2011
Wahyudi Abu Syamil

HANYA DENGAN KHILAFAH PALESTINA AKAN MERDEKA


Pendahuluan
Setelah melalui perdebatan dan tarik ulur yang cukup alot, termasuk ancaman penghentian bantuan dari AS , akhirnya Mahmoud Abbas , Pemimpin otoritas Palestina mengajukan permohonan pengakuan kemerdekaan Palestina pada Sidang Umum PBB (23/9/2011). Tidak hanya itu Mahmoud Abbas juga ‘mengemis’ agar Palestina diterima menjadi anggota PBB yang ke-194. Meski dibayang-bayangi veto dari negara pimpinan Barack Obama, dukungan mengalir dari 126 negara-negara anggota tetap DK PBB, negara-negara arab, tidak terkecuali Indonesia. Dalam siaran pers, Kamis (15/9), Menlu Marty Natalegawa menyatakan: “…Indonesia akan menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina dan masuknya Palestina menjadi anggota PBB”. Tulisan ini mencoba memotret dan mengetahui keefektifan perjuangan rakyat Palestina untuk mendapatkan kemerdekaan melalui jalur diplomasi dan menemukan solusi komprehensif lagi efektif bagi masalah palestina.
Jalan Buntu Jalur Diplomasi
Pada Sidang Majelis Umum PBB 23 September 2010 Obama menjanjikan Palestina akan diterima dalam keanggotaan PBB. Dia menyatakan: “Bila kita berkumpul lagi di sini tahun depan, sudah ada kesepakatan mengenai suatu anggota baru Perserikatan Bangsa-Bangsa--negara Palestina yang merdeka dan berdaulat, hidup berdampingan secara damai dengan Israel." Selain maneuver politik untuk meningatkan popularitas Mahmoud Abbas dimata rakyat Palestina, nampaknya bualan dari si pembohong besar inilah yang menjadikan pimpinan otoritas Palestina ini masih menaruh harapan bagi kemerdekaan rakyat palestina melalui jalur diplomasi.

Namun apa sikap AS sekarang? Seperti biasanya si pembohong besar Obama kembali berbohong. Alih-alih menepati janjinya. AS mengancam akan menghentikan bantuan dana sebesar 200 juta dolar AS jika Palestina tetap ngotot ingin menjadi anggota PBB. AS juga telah melobi lebih dari 70 negara untuk menentang pengakuan Palestina di PBB. Mereka beralasan hal ini akan menimbulkan ketidakstabilan di kawasan. AS beranggapan pengakuan negara Palestina dari PBB baru bisa terjadi setelah adanya kesepakatan dengan Israel, termasuk mengenai isu perbatasan. AS bersikukuh melanjutkan perundingan perdamaian kedua negara, nyatanya perundingan mandek karena Israel melanggar kesepakatan tidak membangun pemukiman Yahudi di wilayah Palestina.

Seperti biasanya juga AS berencana menggunakan hak vetonya. Perdana menteri Israel benyamin Netanyahu mengungkapkan, "Upaya Palestina untuk meraih dukungan dari PBB akan gagal, setelah Amerika Serikat (AS) berniat untuk memveto dukungan itu," jelas Netanyahu seperti dikutip MENAFN, Senin (19/9/2011). Tercatat sejak tahun 1972 sampai tahun 2009, sudah lebih dari 68 resolusi PBB yang berhubungan dengan eksistensi Israel di Palestina diveto Amerika.

Semestinya para penguasa kaum muslimin belajar dari sejarah agar tidak terjatuh pada lubang yang sama. Tapi kenyataannya mereka telah terjatuh pada lubang yang sama, tidak hanya dua kali tapi sudah berulang kali. Semestinya mereka sadar bahwa PBB tidak lebih sebuah alat untuk memuluskan kepentingan-kepentingan sekelompok negara. Semestinya mereka sadar bahwa PBB adalah ‘bidan’ yang melahirkan Negara Isreal sekaligus yang ‘mengaborsi’ hak rakyat Palestina.

Tentu kita tidak akan pernah lupa, bahwa pada 29 September 1947, PBB mengeluarkan resolusi nomor 181 yang kemudian menjadi titik awal legitimasi Israel atas hak tanah Palestina. PBB membagi Palestina menjadi dua wilayah; antara Yahudi dan Arab. Resolusi yang sangat tidak adil karena mempersilahkan maling mencaplok kue pemiliknya dengan membagi dataran suci itu antara 43% bagi muslim Palestina dan 53% untuk bangsa bengis Yahudi. Dan dari Resolusi PBB No. 181 itulah mereka mengantarkan David Ben Gourion untuk memproklamirkan negara Yahudi dengan Ideologi zionisme sebagai asasnya pada 14 Mei tahun 1948.
PBB adalah satu-satunya lembaga yang gemar mengoleksi resolusi. Ya sekali lagi, resolusi! Resolusi yang hanya bisa mengecam, mengkritik, mengutimatum Zionis Laknatullah tanpa ada realisasi berarti. Seperti Resolusi 106: The Palestine Question (29 Maret 1955) yang 'mengutuk' serangan israel untuk Gaza. Resolusi 111 yang 'mengutuk' Israel karena serangan di Suriah yang menewaskan lima puluh enam orang". Resolusi 162yang 'mendesak' Israel untuk mematuhi keputusan PBB". Atau Resolusi 237 yang lagi-lagi hanya meminta Israel untuk mengizinkan kembalinya pengungsi Palestina tahun 1967 dan masih banyak lagi. Maka melihat resolusi-resolusi itu Israel tetap bergeming.
Melanggar relosuli PBB bagi Israel adalah hal yang remeh. Jangankan resolusi buatan manusia hukum Allah saja yang jelas-jelas hukum tertinggi di muka bumi mereka langgar bahkan para Nabi utusan Allah pun mereka tidak segan untuk membunuhnya. Allah berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِآَيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّينَ بِغَيْرِ حَقٍّ وَيَقْتُلُونَ الَّذِينَ يَأْمُرُونَ بِالْقِسْطِ مِنَ النَّاسِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
"Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para Nabi tanpa alasan yang benar, dan membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil, maka gembirakanlah mereka dengan siksa yang pedih". (QS. Ali ‘Imran [3]: 21)
Berharap pada PBB tidak lebih seperti berharap belas kasihan pada pimpinan mafia saat ada anggota mafia tersebut merampas hak dan kehormatan kita. Jelas mereka tetap tidak akan bergeming. Karena telah jelas kebencian dari mulut-mulut mereka, dan kebencian yang ada di dada-dada mereka lebih besar lagi. Allah berfirman:
قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآَيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ
Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya (QS: Ali ‘Imron [3]: 118
Haram Hukumnya bergabung dalam PBB
Dalam kitab muqaddimah ad-dustur aw al- asbaabu al-mujibatu lahu pada bagian yang kedua pada pasal yang ke-191 disebutkan:
المنظمات التي تقوم على غير أساس الإسلام، أو تطبيق أحكام غير أحكام الإسلام، لا يجوز للدولة أن تشترك فيها، وذلك كالمنظمات الدولية مثل هيئة الأمم، ومحكمة العدل الدولية، وصندوق النقد الدولي، والبنك الدولي. وكالمنظمات الإقليمية مثل الجامعة العربية
(Pada) organisasi-organisasi yang berdiri dengan asas yang tidak Islami atau menerapkan hukum yang tidak Islami maka Negara khilafah tidak boleh bergabung di dalamnya. Baik organisasi-organisasi internasional seperti PBB, Pengadilan Internasional, IMF, Bank Dunia, maupun organisasi-organisasi regional seperti Liga Arab. (Muqaddimah ad-dustur aw al- asbaabu al-mujibatu lahu juz 2 hal. 210-211)
Mengapa haram bergabung dengan oranisasi-organisasi semacam ini? Karena organisasi ini berasaskan ideologi dan sistem kapitalislisme yang kufur. Terlebih organisasi-organisasi ini hanyalah alat yang digunakan oleh Negara-negara besar untuk melanggengkan kepentingan politik-ekonomi mereka. Bergabungnya negeri muslim kedalam lembaga seperti ini adalah langkah untuk memuluskan tercapainya kepentingan mereka. Jelas hal ini adalah sesuatu yang dimurkai Allah SWT, karena Allah saja tidak pernah memberikan jalan kepada orang kafir untuk menguasai orang-orang beriman. Allah berfiman:
وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا
dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman (QS: An-Nisa [4]:141)
Lafazd sabiila dalam ayat di atas berupa isim nakirah. Sedang ayat ini di awali dengan huruf lan (huruf nashab yang berfungsi menafikan). Dalam kaidah penafsiran al-quran disebutkan:
إذا وقعت النكرة في سياق النفي أو النهي أو الشرط أو الاستفهام دلت على العموم
jika isim nakirah terletak pada susunan penafian, larangan, syarat, atau tanya maka isim nakirah tersebut menunjukkan konotani umum. (Qawa’idul hisan fi tafsiril qur’an karya Syaikh Abdurrhaman as sa’di hal. 9)
Lafadz sabiila dalam ayat di atas adalah lafazd umum. Sehingga jalan apapun yang dapat menghantarkan pada penguasaan orang kafir terhadap kaum muslimin hukumnya haram.
Dalil lain haramnya berharap pada PBB adalah firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَتُرِيدُونَ أَنْ تَجْعَلُوا لِلَّهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا مُبِينًا
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?" (QS An Nisaa':144)
Jihad dan Khilafah Solusinya
Solusi bagi masalah Palestina bukanlah dengan mengemis kemerdekaan pada PBB atau AS . Apalagi pelanggaran terhadap puluhan resolusi PBB sejatinya menunjukkan bahwa Israel dan pendukungnya AS hanya mengerti bahasa perang. Maka jihad akbar adalah jawaban atas sikap bebal dan congkak yang dipertontonkan keduanya. Jihad adalah afdholul ‘amal sekaligus solusi jitu untuk mengembalikan kedaulatan bumi mi’raj ini.
Sudah semestinya para penguasa kaum muslmin memiliki sedikit keberanian untuk mengirimkan tentaranya dan persenjataan militer yang mereka miliki untuk memusnahkan bangsa keturunan kera, Yahudi laknatullah. Jika AS berada di kubu Israel maka yakinlah dengan pertolongan Allah dan potensi yang besar yang Allah berikan kepada negeri-negeri kaum muslimin. Kekuatan militer negeri-negeri muslim jika digabungkan hampir mencapai 6 juta personil atau 1/2 juta lebih banyak daripada yang dimiliki anggota tetap dewan keamanan PBB. AS yang bertindak sebagai polisi dunia hanya memiliki 1,5 juta personil militer aktif, Rusia 1 juta, Cina 2 juta, dan 2 anggota permanen Dewan Keamanan PBB lainnya yaitu Prancis dan Inggris masing-masing hanya memiliki kurang dari ½ juta personil militer aktif.
Selain itu, dunia Islam memegang monopoli cadangan minyak dunia, yakni sekitar 72% dari cadangan minyak dunia. Sehingga dengan potensi ini saja, cukup dengan embargo minyak maka jet-jet tempur milik AS akan mogok, tank-tank mereka tidak dapat beroperasi, dst.
Namun jika kalian engan mengobarkan jihad, maka kami akan mengobarkan ‘jihad’ untuk menggantikan kalian dengan seorang pemimpin yang dibaiat umat untuk menerapkan syariat Islam dan mengobarkan jihad untuk membebaskan negeri-negeri Islam. Dialah khalifah dengan sistem khilafah. Khilafah yang akan berdiri dalam waktu yang tidak lama lagilah yang akan menhimpun segenap potensi yang dimiliki negeri-negeri Islam. dengan demikian khilafah akan menjadi Negara adidaya dalam waktu yang singkat. Dan mengenyahkan bangsa Israel hanya soal waktu saja . Nabi bersabda:
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ فَيَقْتُلَهُمْ الْمُسْلِمُونَ حَتَّى يَخْتَبِئَ الْيَهُودِيُّ وَرَاءَ الْحَجَرِ أَوْ الشَّجَرَةِ فَيَقُولُ الْحَجَرُ أَوْ الشَّجَرُ يَا مُسْلِمُ يَا عَبْدَ اللَّهِ هَذَا يَهُودِيٌّ خَلْفِي فَتَعَالَ فَاقْتُلْهُ إِلَّا الْغَرْقَدَ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرِ الْيَهُودِ
"Tidak akan terjadi hari kiamat sehingga kalian memerangi orang-orang Yahudi, kaum muslimin akan memerangi mereka sehingga ada seorang yahudi bersembunyi di balik batu atau pohon, lalu batu atau pohon tersebut berkata; 'Wahai muslim, wahai hamba Allah, ini ada seorang yahudi bersembunyi di belakangku, kemari dan bunuhlah ia, ' kecuali pohon gharqad, karena ia adalah pohon yahudi." (HR. Ahmad no. 9029)
Dan palestina akan menjadi negeri yang damai bahkan menjadi salah satu kota yang menjadi pusat Negara khilafah. Ibn Hawalah menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah berkata:
لَتُفْتَحَنَّ لَكُمْ الشَّامُ ثُمَّ لَتُقْسَمَنَّ لَكُمْ كُنُوْزُ فَارِسِ وَالرُّوْمِ وَلَيَكُوْنَنَّ ِلأَحَدِكُمْ مِنَ الْمَالِ كَذَا وَكَذَا حَتَّى إِنَّ أَحَدَكُمْ لِيُعْطَى مِائَةَ دِيْنَارٍ فَيَتَسَخَطَهَا ثُمَّ وَضَعَ يَدَهُ عَلَى رَأْسِى فَقَالَ يَا اِبْنَ حَوَالَةَ إِذَا رَأَيْتَ الْخِلاَفَةَ قَدْ نَزَلَتِ اْلأَرْضَ الْمُقَدَّسَةَ فَقَدْ أَتَتْ الْزَلاَزِلُ وَالسَّلاَسِلُ وَاْلبَلاَبِلُ وَالْفِتَنُ وَاْلأُمُوْرُ اْلعِظاَمُ وَالسَّاعَةُ أَقْرَبُ إِلَى النَّاسِ مِنْ يَدِي هَذِهِ إِلَى رَأْسِكَ
“Sungguh Syam akan ditaklukan untuk kalian. Kekayaan Persia dan Roma akan dibagikan kepada kalian. Kemudian salah seorang dari kalian akan memiliki harta begini dan begini hingga salah seorang akan diberi harta seratus dinar, tetapi ia marah karenanya.” Kemudian Beliau meletakkan tangannya di kepalaku dan bersabda, “Jika engkau telah melihat Khilafah menempati tanah yang disucikan (Palestina) maka akan datanglah saatnya banyak gempa, guncangan, fitnah dan perkara-perkara besar. Saat itu Kiamat lebih dekat dari manusia daripada tanganku ini dari kepalamu.” (HR Ahmad, Abu Dawd, ath-Thabrani, al-Hakim, al-Baihaqi dan adh-Dhiya).
Al Faqiir ila Allah Wahyudi Abu Syamil Ramadhan
Banjarmasin, 9 Oktober 2011

Jumat, 09 September 2011

HUKUM SEPUTAR LEMBAGA ZAKAT, HAKIKAT ‘AMIL , DAN HUKUM MENYERAHKAN ZAKAT PADA PENGUASA SAAT INI


Siapakah yang berhak mengumpulkan dan membagikan zakat? Bolehkah lembaga-lembaga yang bergerak di bidang sosial, pendidikan,yayasan milik perorangan atau kelompok memungut dan membagikan zakat?

Jawaban
Zakat merupakan salah satu dari kewajiban-kewajiban Islam, sepertinya halnya shalat, shaum, jihad, dll. Di dalam al quran terdapat puluhan ayat mengenai zakat. Salah satunya adalah:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
Ambillah sedekah (zakat) dari sebagian harta mereka untuk mensucikan dan membersihkan mereka (QS. At-Taubah [9]: 103)
Dalam menafsirkan ayat ini, Kamaluddin bin Human, seorang Muhaqqiq Madzhab Hanafi berkata :
“Bahwa dhahir dari firman Allah SWT: ambillah zakat dari sebagian harta mereka…, mewajibkan hak mengambil zakat itu secara mutlak oleh penguasa (Imam/khalifah),baik harta dzahir dan batin”
Imam ar-Razi dalam menafsirkan surah at-taubah ayat 60, beliau menghubungkannya dengan sura at-taubah ayat 103. Ar-Razi berkata :
“Ayat ini menunjukkan bahwa zakat inim yang mengurus pengambilan dan pembagiannya adalah penguasa (Imam/Khalifah) dan orang-orang yang ditunjuknya”.
Sedang al-Jashahsh berpendapat bahwa pengambilan zakat adalah semata-mata kewajiban (hak) seorang imam. Apabila dikeluarkan oleh muzakki kepada orang miskin, maka hal itu tidak dibolehkan. Sebab, hak seorang imam/khalifah untuk seterusnya tetap ada dalam kewajibannya mengumpulkan dan membagikan zakat. Hal tersebut tidak boleh dialihkan kepada orang lain .
Hal ini semakin diperkuat dengan banyak hadist yang menegaskan bahwa penguasa (Imam/khliafah)lah yang mengangkat orang yang berhak memungut zakat. Dari Ibnu ‘Abbas, ketika itu Rasulullah mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman. Beliau bersabda:
فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِى أَمْوَالِهِمْ ، تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ وَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ
Beritahukanlah kepada mereka (Penduduk Yaman), bahwa Allah SWT telah mewajibkan atas sebagain harta mereka untuk dikeluarkan sedekah (zakat)nya. Ambilllah ia dari orang-orang kaya dari mereka dan bagikan pada orang miskin dari mereka (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam menjelaskan hadist ini, Imam Ibnu Hajar al Atsqalani berkata :
“Hadist ini dapat dijadikan alas an bahwa penguasa adalah orang yang bertugas mengumpulkan dan membagikan zakat, baik dilakukannya sendiri secara langsung laupun melalui wakilnya. Siapa saja di antara mereka ada yang menolak mengeluarkan zakat, maka hendaklah zakat itu diambil dari orang tersebut secara paksa”.
Demikian juga, bila kita tinjau dari aspek siapakah sejatinya yang disebut ‘amil zakat, maka ha ini semakin menegaskan bahwa yang berhak memungut dan mendistribusikan zakat hanyalah Imam. Pada saat menafsirkan surah at-taubah ayat 60 Imam Qurthubi menjelaskanpengertian ‘amil, yaitu orang-orang yang ditugaskan oleh imam/khalifah untuk mengumpulkan zakat zakat seiizin dari Imam tersebut . Demikian pula saat membahas masalah ini, Imam Nawawi mengatakan :
“Wajib bagi Imam menugaskan seseorang sebagai petugas yang mengambil sedekah (zakat). Sebab Nabi saw dan khalifah sesudah beliaupun selalu mengutus petugas zakat ini. Hal ini dilakukan karena di antara manusia ada orang yang memiliki harta tetapi tidak tahu yang wajib baginya. Selain itu, adapula orang yang kikir sehingga wajib bagi penguasa mengutus seseorang untuk mengambilnya”.
Demikian pula syaikh Abdul Qadim Zallum menyatakan :
“Zakat, baik berupa ternak, buah-buahan/biji-bijian,uang atau harta perdagangan, semua itu harus diserahkan kepada khalifah atau orang-orang yang mewakilinya , yang dalam hal ini bisa para wali (semacam gurbernur) atau para amil (semacam bupati) yang ditunjuk oleh khalifah. Atau tugas ini diserahkan pada amil-amil zakat”.
Syiakh Mahmud ‘Abdul Latif ‘Uwaidhah menyatakan :
وحتى العاملين عليها لا وجود لهم الآن بعد أن توقف الحكم بالإسلام في بلاد المسلمين ، ولم تبق دولة واحدة فيها تطبِّق شرع الله كما أمر الله سبحانه .
“Demikian pula ‘amil zakat pada saat ini realitasnya tidak ada lagi, setelah berakhirnya pemerintahan Islam di negeri-negeri kaum muslimin dan tidak ada satu negara yang menerapkan syariat Allah sebagaimana yang telah Allah perintahkan”.
Dari uraian di atas jelas bahwa penerimaan dan penyaluran zakat merupakan kewajiban penguasa, yaitu imam atau khalifah atau orang yang ditunjuknya. Tidak diperbolehkan lembaga-lembaga sosial, pendidikan, yayasan atau apapun yang serupa dengannya memungut dan menyalurkan zakat.
Zakat Versus Penguasa Zhalim
Apabila penguasa atau imam melakukan kedhaliman apakah zakat tetap perlu diserahkan kepadanya?
Mengenai masalah ini terdapat beberapa hadist yang menjawab pertanyaan ini,di antaranya adalah hadist riwayat Imam Ahmad dari Anas, ia berkata bahwa ada seorang lelaki yang bertanya kepada Rasulullah saw:
إِذَا أَدَّيْتُ الزَّكَاةَ إِلَى رَسُولِكَ فَقَدْ بَرِئْتُ مِنْهَا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « نَعَمْ إِذَا أَدَّيْتَهَا إِلَى رَسُولِى فَقَدْ بَرِئْتَ مِنْهَا فَلَكَ أَجْرُهَا وَإِثْمُهَا عَلَى مَنْ بَدَّلَهَا
Jika aku telah menyerahkan zakat kepada utusanmu (Rasul), apakah aku terlah terbebas dari kewajiban kepada Allah dan Rasul-Nya? Rasul menjawab: tentu. Jika engkau telah menyerahkan zakat itu kepada utusanku, maka engkau telah terbebas dari kewajiban kepada Allah dan Rasul-Nya. Bagimu ada ganjaran pahala dan berdosalah bagi orang yang mengubah (ketentuan zakat itu) (HR. Ahmad no. 12729)
Dalam memahami permasalahan tersebut, perlu kita memahami hadist-hadist yang membahas tentang ketaatan kepada imam. Dari Wail bin Hijr ia berkata:
أرأيت إن كان علينا أمراء يمنعونا حقنا ويسألونا حقهم فقال : اسمعوا وأطيعوا فإنما عليهم ما حملوا وعليكم ما حملتم
Aku mendengar seseorang bertanya kepada Rasulullah saw: Bagaimana pendapat anda jika kami memiliki para penguasa yang tidak mau memberikan hak kepada kami, tetapi ia meminta haknya kepada kami? Rasul menjawab: Dengar dan taatilah mereka. Sesungguhnya bagi mereka apa yang mereka perbuat dan bagi kalian apa yang kalian kerjakan (HR. Muslim dan Tirmidzi dalam Nailul authar 4/220)
Mengenai hal ini IBnu Qudamah berpendapat :
“Apabila kaum Khawarij dan penguasa dzalim mengambil zakat, maka dianggap sah pengambilan zakat tersebut atas pemilik harta. Sama saja apakah penguasa tersebut taat (tunduk pada syari’at) dalam hal zakat, atau zhalim. Juga apakah mereka mengambilnya dengan paksaan atau pemilik menyerahkannya dengan sukarela”.
Berdasarkan penjelasan di atas jelaslah bahwa zakat boleh diserahkan kepada imam yang dhalim. Sebagaimana pernah terjadi dalam sejarah Islam, yaitu beberapa khalifah yang bertindak zhalim. Walaupun demikian mereka masih menerapkan syariat Islam dalam kehidupan masyarakat dan kenegaraan.

Hukum Menyerahkan Zakat Bagi Penguasa saat ini
Realitas penguasa saat ini adalah penguasa yang memisahkan urusan agama dengan urusan negera, penguasa yang mencampakkan aturan al-qur’an dan as-sunnah, sebaliknya mereka malah memungut ide sampah dari peradaban barat seperti demokrasi dsb. Demikian pula penguasa yang ada sekarang adalah penguasa yang memerangi Islam dan pengembannya. Apakah penguasa seperti ini memiliki hak untuk memungut dan mendistrbusikan zakat kaum muslimin?.
Mengenai hal ini Syaikh Rasyid Ridho telah menjelaskan dengan panjang lebar dalam kitab tafsirnya :
“… Kini kaum muslimin berada di bawah cengkeraman kekuasaan (Barat) Eropa. Sebagian lagi berada di bawah kekuasaan pemerintahan yang murtad terhadap Islam atau mengingkari Islam…Terhadap pemerintahan seperti ini zakat tidak boleh diserahkan kepada mereka, apapun nama panggilan kepala negaranya (raja, presiden, dll) dan agama resmi mereka”.
Jelaslah bahwa zakat tidak boleh diserahkan kepada penguasa semacam ini. Meski demikian kewajiban zakat tetap harus ditunaikan. Caranya dengan menyerahkannya langsung kepada pihak yang berhak menerima zakat (mustahiq). Inilah pendapat Imam asy-Syafi’I dalam qaul jadidnya atau pendapat beliu yang terakhir. Beliau berpendapat bahwa zakat tidak harus diserahkan kepada penguasa . Senada dengan Imam Syafi’I adalah Imam al Mawardi dan mayoritas pendapat madzhab Maliki .
Wallahu ‘alam bi shawab
Sumber: diringkas dari buku Tafaqquh fiddin wa siyasah dan sedikit penambahan
Banjarmasin, 10Ramadhan 1432 H/8 September 2011 pukul 20.10 Wita
Wahyudi Abu Syamil Ramadhan


Rabu, 07 September 2011

AL FARQU BAINA AL 'ILLAH WA AS SABAB

PERBEDAAN ANTARA ‘ILLAT DENGAN SEBAB (AS-SABAB)
1. Ditinjau dari segi pengertian, ‘illat adalah sesuatu yang menjadi tujuan ditetapkannya hukum, dengan kata lain ‘illat merupakan pemicu/dasar/latar belakang disyari’atkannya hukum. Sebagai contoh terlalaikannya shalat jum’at (ilhaau as-shalah al-jumu’ah) menjadi ‘illat diharamkannya berjual-beli saat adzan berkumandang. ‘illat ini digali dari firman Allah SWT.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ
Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli (QS. Al-Jumu’ah [62]: 9)

Sedangkan as-sabab (sebab) tanda/indikator mengenai kapan hukum harus dilaksanakan. Sebagai contoh tergelincirnya matahari menjadi tanda atau indikator masuknya pelaksanaan waktu shalat jum’at. Sebagaimana hadist dari Salamah bin akwa’, dia berkata:
كُنَّا نُجَمِّعُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا زَالَتْ الشَّمْسُ ثُمَّ نَرْجِعُ نَتَتَبَّعُ الْفَيْءَ
"Kami shalat Jum'at bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika matahari tergelincir. Setelah itu kami pulang dalam keadaan masih perlu mencari-cari naungan untuk tempat berlindung."(HR. Muslim no. 1423)

Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa ‘illat adalah dasar/alasan pensyaraiatan hukum sedangkan as-sabab bukan alasan/dasar pensyaraiatan hukum melainkan hanya tanda kapan pelaksanaan hukum yang telah disyaraiatkan oleh dalil yang lain. Tergelincirnya waktu bukan menjadi pemicu/dasar mengenai wajibnya shalat jum’at. Akan tetapi kewajiban shalat jumat ditetapkan berdasarkan mantuq dari ayat 9 surah al-jumu’ah di atas.

Demikian pula tergelincirnya matahari merupakan sebab (waktu) pelaksanaan shalat dzuhur. Sebagaimana firman Allah SWT:
أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ
Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir (QS. Al-Isro’[17]:78).
Akan tetapi wajibnya shalat lima waktu (termasuk dzuhur) tidak didasarkan pada tergelincirnya matahari akan tetapi berdasarkan dalil yang lain.

Contoh yang lain adalah terlihatnya hilal (bulan baru) merupan sebab kapan shaum ramadhan mesti dilaksanakan, berdasarkan hadist nabi:
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ
Berpuasalah kalian karena melihat hilal (HR. Bukhari dan Muslim).
Sedangkan hukum tentang wajibnya shaum tidak ditetapkan berdasarkan dalil ini, tetapi dengan dalil lain, diantaranya perintah Allah dalam surah al-Baqarah ayat 183.

2. Ditinjau dari segi hubungannya dengan hukum syariat dan konsekuensinya. ‘illat menempel pada hukum dengan konsekuensi jika ‘illatnya ada maka hukum berlaku, sedang jika ‘illatnya tidak ada maka hukum yang berkaitan dengan ‘illat tidak berlaku. Sedangkan as-sabab berada sebelum terwujudnya hukum. Jika sebab ada/terpenuhi maka hukum wajib dilaksanakan (jika status hukumnya wajib, seperti shalat dan shaum ramadhan). Akan tetapi jika sebab tidak ada maka pelaksanaan hukum saat itu tidak wajib, meski kewajiban tidak gugur (dalam arti jika sebab terpenuhi maka kewajiban tersebut tetap harus dilaksanakan). Sebagai contoh hukum shalat jum’at adalah wajib, hukum wajibnya shalat jumat senantiasa tetap mengikuti dalil yang menegaskan kewajibannya. Hanya saja kapan waktu wajib pelaksanaannya bergantung pada datangnya sebab yakni tergelincirnya matahari. Jika matahari telah tergelincir maka wajib pelaksanaanya telah jatuh, tetap jika matahari masih ditengah langit (belum tergelincir) maka waktu pelaksanaannya belum jatuh.
3. Ditinjau dari sisi cakupan pemberlakuannya. Cakupan pemberlakuan ‘illat tidak hanya terbatas pada hukum yang disebutkan dalam nash, akan tetapi dapat diterapkan pada kasus-kasus lain yang berkesesuaian ‘illatnya. Sebagai contoh ‘illat telalaikannya shalat jum’at tidak hanya berlaku untuk larangan jual-beli, akan tetapi juga kasus-kasus lain yang dapat menghalangi orang untuk melaksanakan shalat jumat seperti proses belajar mengajar, jasa taksi angkot, dsb. Sedangkan sebab hanya berlaku untuk kasus khusus yang tercantum dalam nash. Tergelincirnya matahari hanya menjadi sebab untuk jatuhnya pelaksanaan shalat dzuhur atau jum’at dan tidak bisa dijadikan sebab untuk waktu shalat yang lain.
Daftar Rujukan:
Ahmad Labib. tt. Al-Muhktar fi ushuli al-fiqh hal 43-44. Surabaya: Ma’had ‘Umdatul Ummah
‘Atha Ibnu Khalil. 2000.Taisiru al-wushul ilal ushul hal. 104-105. Beirut: Darul Ummah
Muhammad Husain Abdullah. Al-Wadhih fi ushuli al fiqh hal. 129. Beirut: Darul Bayariq

Banjarmasin, 9 Syawal 1432 H/ 7 September 2011, pukul 23.53 Wita
Wahyudi Abu Syamil Ramadhan

Kamis, 18 Agustus 2011

KHUTBAH IDUL FITRI 1432 H MEWUJUDKAN KETAKWAAN HAKIKI


ألله اكبر ألله اكبر ألله اكبر x 3 ألله اكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا أشهد أن لااله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى أله وأصحابه ومن تبعهم باحسان إلى يوم الدين.أما بعد : فيا ايها الحاضرون والحاضرات اتقوا الله فقد فاز المتقون ز واعلموا أن يومكم هذا يوم عظيم وعيد كريم قال الله تعالى اعوذ بالله من الشيطان الرجيم بسم الله الرحمن الرحيم وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ.الله أكبر ألله أكبر ألله أكبر ولله الحمد
Ma’syiral muslimin rahimakumullah
Pertama sekali kami sampaikan ucapan: تفبل الله منا ومنكم “Semoga Allah menerima amal ibadah dari kami dan dari Anda sekalian” dan من العائدين الفائزين المقبولين “Semoga Allah menjadikan kita sekalian orang-orang yang kembali ke fithrah yang berbahagia dan yang diterima amal ibadahnya.” Amien.
الله أكبر ألله أكبر ألله أكبر ولله الحمد
Ma’syiral muslimin rahimakumullah
Hasil akhir dari amaliyah ramadhan adalah “la’allakum tattaqun” (menjadi pribadi-pribadi yang bertaqwa). Pengertian taqwa menurut ulama adalah:
التقوئ :خشية الله و طاعته و الإستعداد للقائه سبحانه
Takwa adalah perasaan takut kepada Allah SWT, taat kepada-Nya, dan mempersiapkan diri untuk bertemu dengan Allah SWT (At-Taisir fi ushuli at-tafsir hal. 213)
Yang dimaksud dengan takut kepada Allah adalah takut dengan murka dari Allah SWT. Orang takut kepada Allah akan senantiasa merasa dikontrol oleh Allah. Rasa takut inilah yang mencegah bermaksiat kepada-Nya, baik di keramaian maupun saat sendirian. Rasa takut yang semestinya tumbuh dalam menjalankan amaliyah puasa di bulan ramadhan. Kita tidak berani membatalkan puasa saat sendirian meski dengan seteguk air. Demikian pula kita tidak berani berbuka puasa sebelum waktunya, meskipun tinggal satu menit.
Ma’syiral muslimin rahimakumullah
Rasa takut ini semestinya terwujud dalam setiap aktivitas kita yang lain. Kita tidak berani mengambil uang yang bukan hak kita. Kita takut mengambil harta riba meskipun hanya 1 rupiah. Kita takut memasukkan dalam tubuh kita dan keluarga kita dari harta yang diharamkan Allah, meskipun itu hanya satu suap. Dan seterusnya. Rasa takut kepada Allah seperti inilah yang akan menolong kita dari dahsyatnya hari kiamat kelak. Allah SWT akan menolong dengan naungan-Nya saat tidak ada naungan kecuali naungan dari Allah semata. Nabi bersabda:
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِى ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ … وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّى أَخَافُ اللَّهَ
Ada tujuh golongan yang akan dinaungi Allah di bawah naungan- Nya, pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya … Seorang lelaki yang diajak seorang perempuan cantik dan berkedudukan untuk berzina tetapi dia berkata, “Aku takut kepada Allah!”(Mutafaq ‘alaih)
الله أكبر ألله أكبر ألله أكبر ولله الحمد
Ma’syiral muslimin rahimakumullah
Ciri yang kedua dari orang yang bertakwa kepada Allah adalah taat dengan seluruh perintah Allah. Puasa selama satu bulan, melatih ketaatan untuk bangun sebelum fajar untuk makan sahur, menahan diri dari hal-hal yang diluar puasa diperbolehkan, seperti makan dan minum, membasahi lisan dengan tilawah al quran, dan qiyam lail di malam bulan ramadhan. Muslim yang taat kepada Allah tidak akan memilih-milih hokum Allah. Jika hokum Allah mendatangkan keuntungan keduniaan maka dia bersegera melaksanakan, sebaliknya jika syariat Allah tidak sesuai dengan kehendaknya, dia menolaknya. Sikap mukmin yang benar jika diseru Allah dan Rasul-Nya adalah kalimat: “sami’na wa atho’na” kami mendengar dan kami taat. Bukan “kami mendengar, kami timbang-timbang dulu, jika menguntungkan kami taat, tapi jika mengurangi pendapatan, jika melanggar HAM, jika bertentangan dengan demokrasi maka kami tolak. Na’u dzubillah min dzalik.
Namun, kenyataannya inilah yang terjadi. Gosip yang notabene ghibah yang diharamkan digemari dengan alasan hiburan atau infotainment. Zina yang jelas haram dibolehkan oleh UU jika dilakukan atas dasar suka sama suka. Sementara orang yang berpoligami dicaci-maki. Ada seorang politisi lebih nyaman mengaku “kumpul kebo” ketimbang mengakui bahwa telah melakukan nikah siri. Wanita yang menutup aurat dengan baik tidak disenangi, sebaliknya wanita yang mengumbar aurat dipuji dan dinanti. Orang yang ingin menerapkan syariat Islam secara kaffah dituduh fundamentalis, radikalis, dan teroris. Sementara koruptor dilindungi. Hokum qishas (hokum bunuh dalam kasus pembunuhan terencana) dianggap melanggar HAM sehingga ditolak habis-habisan. Padahal perintah hokum qisash lafadznya dalam al qur’an hamper sama dengan perintah ibadah puasa, bahkan masih dalam surah yang sama, yakni surah al baqarah. Jika perintah puasa berbunyi “ya ayyuhalladzina aamanu kutiba ‘alaikum ash-shiyam” dalam surah al-baqarah ayat 185 disambut dengan gegap gempita. Namun sambutan berbeda terhadap perintah “ya ayyuhalladzina aamanu kutiba ‘alaikum al-qishash fi al qatla” wahai orang-orang yang beriman telah diwajibkan atas kalian hokum qishash dalam kasus pembunuhan (QS.Al Baqarah [2]: 178). Na’u dzubillah min dzalik. Bukankah ini sikap memilih-milih hokum Allah. Padahal Allah berfirman:
أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ
Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat (QS. Al-Baqarah [2]: 85)
الله أكبر ألله أكبر ألله أكبر ولله الحمد
Ma’syiral muslimin rahimakumullah
Ciri ketiga dari orang yang bertakwa adalah senantiasa mempersiapkan diri untuk pertemuan dengan Allah SWT. Ada dua kegembiraan orang yang berpuasa yaitu saat berbuka dan saat bertemu dengan Allah SWT. Kebahagiaan saat dapat menatap zat yang telah menghidupkannya, zat yang memberinya rizki, dan zat yang melapangkan segala urusannya. Padahal hanya orang yang masuk surga saja yang dapat bertemu dan menyaksikan Allah SWT. Maka orang yang bertakwa senantiasa mempersiapkan diri untuk menyongsong pertemuan tersebut. Dan sebaik-baik bekal yaitu takwa. Sebagaimana firman Allah:
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa (QS. Al-Baqarah[2]: 197)
Bekal menyongsong pertemuan dengan Allah bukanlah harta, karena harta hanya mengantar kita hingga di pintu rumah. Bukan pula keluarga, karena keluarga hanya mengantar hingga di depan liang lahat. Bukan pula jabatan, popularitas, title yang berderet-deret, dsb.
الله أكبر ألله أكبر ألله أكبر ولله الحمد
Ma’syiral muslimin rahimakumullah
Untuk mencapai predikat takwa yang sesungguhnya. Tidak hanya ketakwaan secara individual tapi juga ketakwaan kolektif. Maka setidaknya ada 3 pilar penting yang mesti ditegakkan.
Pertama, mempelajari, memahami, dan mendalami ilmu-ilmu agama
Dengan ilmu kita dapat ma’rifat atau mengenal Allah dengan lebih dekat, dengan ilmu kita dapat membaca al quran dan memahaminya dengan pemahaman yang benar, dengan ilmu kita mengetahui yang halal dan yang haram, dengan ilmu kita akan takut dengan murka Allah. Karena hanya hamba Allah yang berilmu saja yang akan takut kepada-Nya. Allah berfirman:
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ [فاطر: 28]
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama (QS. Faathir [35]: 28)
Kedua, mesti ada lingkungan atau kebiasaan saling nasihat-menasihati.
Tidak boleh ada anggapan “yang penting kulo lan keluargo selamet, wong lio ben wae” yang penting saya dan keluarga selamat, orang lain biar saja. Sungguh ini adalah anggapan yang keliru. Karena seandainya sikap ini yang ada tentu Islam tidak akan sampai ke tempat kita ini. Tapi karena kesungguhan para da’I, para wali yang menyebarkan Islam maka kita mendapati cahaya kebenaran ini. Selain itu Rasul saw menggambarkan masyarakat itu bagaikan sebuah kapal dengan dua lantai. Cadangan minuman ada dilantai 2. ketika orang yang ada di lantai 1 haus dan mereka tidak ingin merepotkan orang yang ada dilantai 2, lalu mereka melubangi kapal untuk mendapatkan air. Selanjutnya orang yang ada di lantai 2 tidak mencegahnya. Maka apa yang terjadi? Bukan hanya orang yang melubangi kapal atau orang yang berbuat kesalahan yang tenggelam,tapi semuanya.
Pilar ketiga adalah Negara/ulil amri yang melaksanakan syariat.
Islam yang sempurna tidak akan tegak secara sempurna tanpa ada Negara yang menjalankannya. Hujjatul Islam Imam al Ghazali bahkan menegaskan bahwa agama dan kekuasaan adalah ibarat saudara kembar yang tidak dapat dipisahkan.
الدينُ والسلطانُ تَوْأَمَانِ... الدين أُسٌ والسلطانُ حارسٌ وما لا أُس له فمهدومٌ وما لا حارس له فضائعٌ (الإقتصاد في الإعتقاد ص .76)
Agama dan kekuasaan bagaikan saudara kembar… agama adalah asasnya dan kekuasaan adalah penjaganya, apa saja yang tidak memiliki asas maka akan hilang dan apa saja yang tidak memiliki penjaga maka akan hancur.
Maka keberadaan Negara yang menerapkan syariah mutlak diperlukan untuk mewujudkan pribadi-pribadi yang bertakwa. Yaitu pribadi-pribadi yang senantiasa takut kepada Allah, taat kepadanya dan mempersiapkan diri untuk bertemu dengan rabbnya. Semoga kita termasuk orang yang sukses meraih predikat takwa.
بارك الله لى ولكم فى القرأن العظيم ونفعنى وإياكم بما فيه من الأيات والذكر الحكيم وتقبل منى ومنكم تلاوته إنه هو السميع العليم أقول قولى هذا وأستغفر الله العظيم لى ولكم ولسائر المسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم .
الخطبة الثانية
الله أكبر 3 الله أكبر 3 الله أكبر . الله أكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا.أشهد أن لاإله إلا الله وأشهد أن محمدا عبده ورسوله . اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى أله وصحبه أجمعين وسلم تسليما كثيرا .أما بعد. فيا أيها الناس اتقوا الله ولازموا الصلاة على خير خلقه عليه الصلاة والسلام. فقال تعلئ: إن الله وملائكته يصلون على النبى . يا أيها الذين أمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما. اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أله وصحبه أجمعين . وعلى التابعين ومن تبعهم بإحسان الى يوم الدين. وارحمنا معهم برحمتك يا أرحم الراحمين.
اللهم اغفر للمؤمنين والمؤمنات والمسلمين والمسلمات الأحياء منهم والأموات إنك على كل شيئ قدير . اللهم أعز الإسلام والمسلمين. وأهلك الكفرة والمشركين . ودمر أعداءك أعداءنا و أعداء الدين. ربنا اغفر لنا ولإخواننا الذين سبقونا بلإيمان ولا تجعل فى قلوبنا غلا للذين أمنوا ربنا إنك رؤوف الرحيم. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
Penyusun: Wahyudi Ibnu Yusuf (Mudir Ma’had Taqiyuddin An-Nabhani BJM)
Disampaikan di Masjid Nurul Islam desa Hayup Kec. Haruai Kab.Tabalong (Kampung halaman penyusun)