Minggu, 17 Juli 2011

HUKUM UNDIAN BERHADIAH

Apa hukum mengikuti undian berhadiah karena kita membeli produk tertentu, tanpa ada unsur taruhan?. Misalnya kita membeli produk A, kemudian kita mengirimkan bungkusnya untuk diundi. Apakah termasuk mengundi nasib yang dilarang dalam al qur’an? (Deden Koeswara, Banjarmasin) 

Undian atau dalam bahasa arab adalah qur’ah, secara bahasa adalah as-sahm (bagian) atau an-nashib (andil, nasib) (Kamus al-Munawwir hal. 1110; Mu’jam lughat al fuqaha hal. 275). 
Secara istilah qur’ah(undian) adalah: 
تَمْيِيزُ الْحِصَصِ بَعْضِهَا مِنْ بَعْضٍ 
Membedakan/menentukan bagian (hak) sebagian orang atas sebagian orang yang lain (al mausu’ah al fiqhiyyah al kuwatiyyah 34/320). 

Hukum asal undian adalah mubah/boleh menurut kesepakatan fuqaha (ahli fikih). Berdasarkan al qur’an dan as sunnah. Diantara dalil al qur’an adalah:
وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ إذْ يُلْقُونَ أَقْلَامَهُمْ أَيُّهُمْ يَكْفُلُ مَرْيَمَ
padahal kamu tidak hadir beserta mereka, ketika mereka melemparkan anak-anak panah mereka (untuk mengundi) siapa di antara mereka yang akan memelihara Maryam (QS. Ali’Imron [3]: 44) 
Menurut Imam asy Syafi’I dalam saat menafsiri ayat ini menyatakan: asal mula terjadinya undian yang diceritakan dalam al qur’an adalah undian untuk menetapkan siapa yang memelihara Maryam (ahkamul qur’an 2/157). Ayat ini jelas menunjukkan bolehnya undian.
Selanjutnya firman Allah: 
فَسَاهَمَ فَكَانَ مِنْ الْمُدْحَضِينَ
kemudian ia (Yunus) ikut berundi lalu dia termasuk orang-orang yang kalah dalam undian (QS. Ash shoffat[37]:141) 
Menurut Ibnu ‘Abbas ra. Lafadz fasaahama maknanya adalah aqra’a (berundi). Adapun dalil dari as-sunnah adalah: 
Pertama, hadist dari Ibunda ‘Aisyah rah. Beliau berkata: 
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إذَا أَرَادَ سَفَرًا أَقْرَعَ بَيْنَ نِسَائِهِ , فَأَيَّتُهُنَّ خَرَجَ سَهْمُهَا خَرَجَ بِهَا مَعَهُ 
Nabi saw jika hendak bepergian, beliau mengundi diantara istri-istinya, maka jika telah terpilih maka ia kebagian pergi bersama Rasul saw (HR.Bukhari, Muslim) 
Kedua, bahwa pernah ada seorang laki-laki menjelang kematiannya ingin membebaskan 6 budak yang dimilikinya. Padahal ia tidak memiliki harta selain 6 budak tersebut. Maka ia membebaskan dua budak dari keenam budak tersebut (sepertiganya) dengan cara melakukan undian (Tafsir Qurtubi, 15/125) 
Ketiga, bahwa ada dua orang lelaki yang mengadukan perkaranya kepada Nabi saw,yaitu masalah warisan berupa harta yang sudah tidak jelas lagi siapa yang berhak. Maka nabi memerintahkan keduanya untuk melakukan undian (Tafsir Qurtubi, 15/125). 

Undian dengan pengertian ini tidaklah terkategori judi, demikian pula tidak termasuk mengundi nasib (mausu’ah al fiqhiyyah al kuwaitiyyah, 5/88). Tidak termasuk judi karena memang tidak ada harta yang dipertaruhkan, sedang tidak termasuk dalam pengertian mengundi nasib karena pengertian mengundi nasib adalah:
الأزلام هي عيدان يستقسمون بها في الجاهلية لمعرفة الخير من الشر والربح من الخسارة ، ومثلها قرعة الأنبياء ، وخط الرمل ، والحساب بالمسبحة 
Al azlaam (mengundi nasib adalah) tongkat (anak panah) yang digunakan di masa jahiliyah untuk mengundi dengan tujuan mengetahui baik atau buruk, untung atau rugi. Atau dengan cara lain, seperti mengundi informasi, mengaris di pasir, dan menghitung biji tasbih (Aisaaru at-tafaasir, 1/374) 

Al Azlaam artinya: anak panah yang belum pakai bulu. Orang Arab Jahiliyah menggunakan anak panah yang belum pakai bulu untuk menentukan apakah mereka akan melakukan suatu perbuatan atau tidak. Caranya ialah: mereka ambil tiga buah anak panah yang belum pakai bulu. Setelah ditulis masing-masing yaitu dengan: lakukanlah, jangan lakukan, sedang yang ketiga tidak ditulis apa-apa, diletakkan dalam sebuah tempat dan disimpan dalam Ka'bah. Bila mereka hendak melakukan sesuatu maka mereka meminta supaya juru kunci Ka'bah mengambil sebuah anak panah itu. Terserahlah nanti apakah mereka akan melakukan atau tidak melakukan sesuatu, sesuai dengan tulisan anak panah yang diambil itu. Kalau yang terambil anak panah yang tidak ada tulisannya, maka undian diulang sekali lagi (terjemah al qur’an Depag) 

Dari pengertian di atas jelas bahwa mengundi nasib adalah cara untuk mengetahui keadaan di masa depan atau perkara yang ghaib yang berdasarkan undian tersebut ditentukan pilihan perbuatan antara melakukan atau meninggalkan. Dengan kata lain teknis menentukannya memang dengan undian, hanya saja tujuannya adalah untuk menebak perkara yang ghaib yang dengan hasil tebakan tersebut ditentukan tindakan yang akan dilakukan. 

Kesimpulannya, undian bisa saja terjadi pada perkara yang halal seperti menentukan siapa istri yang diajak safar, menentukan siapa yang “menarik” duluan dalam arisan, siapa yang berhak mendapatkan door prize, termasuk undian untuk menentukan siapa yang berhak untuk mendapatkan hadiah yang tidak ada unsur taruhan seperti yang ditanyakan. Meski demikian terdapat undian yang haram jika dijadikan untuk menebak perkara yan ghaib yaitu al azlaam, atau undian yang dilakukan dalam taruhan judi. 

Wallahu ‘alam bi shawab 
Banjarmasin, 16 Sya’ban 1432 H/ 18 Juli 2011pukul 00.022 Wita 
Wahyudi Abu Syamil (08555362242)

Tidak ada komentar: