Selasa, 19 Juli 2011

HUKUM ORGANISASI SOSIAL-KEMASYARAKATAN

Dalam buku pemikiran politik Islam dinyatakan bahwa tugas untuk melayani dan memenuhi urusan rakyat hanya tanggung jawab penguasa dan orang yang ditugaskan. Pertanyaan: Bagaimana hukum ormas/LSM yang bergerak di bidang sosial yang turut memenuhi kebutuhan rakyat seperti sekarang ini? (Fadlan, Banjarmasin)

Dalam sistem kapitalisme dan demokrasi, pelayanan kepada rakyat boleh ditanggani oleh suatu lembaga atau organisasi. Sebab Negara dalam sistem ini hanyalah salah satu lembaga pengendalian sosial (Agent of sosial control). Prof. Miriam Budiardjo menyatakan bahwa pada sistem kapitalisme-demokrasi, Negara dianggap sebagai salah satu asosiasi dari sekian banyak asosiasi yang ada yang bertugas sebagai lembaga pengendalian masyarakat (lihat Dasar-dasar Ilmu Politik hal. 20-21). Patut diketahui bahwa di samping Negara, ada tiga kategori golongan yang ikut andil dalam elit kekuasaan dalam system kapitalisme, yaitu: (1) partai-partai politik, (2) organisasi-organisasi sosial, (3) Serikat pekerja (union of labour). Dalam skala internasional kita kenal Palang Merah Internasional, Lions Rotary Club, Masyarakat Ekonomi Eropa (Uni Eropa), Salvation of Army (di Australia), dsb.

Berbeda dengan sistem Islam yang menetapkan Negara sebagai satu-satunya pihak yang berkewajiban melayani rakyatnya. Sedangkan individu sekedar dibolehkan (dengan status hukum sunnah) memberikan pelayanan kepada masyarakat dan haram hukumnya bagi lembaga, ormas, dan parpol memberikan pelayanan kepada rakyat secara terus menerus.
Dalil yang menegaskan bahwa Negara adalah satu-satunya pihak yang berkewajiban mengurusi urusan rakyatnya (riayah syu’un) adalah:
الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“…Imam (pemimpin) adalah bagaikan seorang pengembala. Dia bertanggung jawab terhadap rakyat (yang dipimpin)nya…” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dari Ibnu Umar)

Mengenai hadist ini, Ahmad bin Ali Al Muqri menyatakan: “disebut رَاعٍ untuk pemimpin Negara/Amir adalah karena dialah yang melaksanakan urusan masyarakat dan bertanggung jawab dalam urusan tersebut”. (Lihat kamus Misbahul Munir 1/231). Komentar yang sama disampaikan Imam Badruddin al ‘Aini, beliau menyatakan: “Hadist ini menunjukkan bahwa urusan dan kepentingan rakyat, wajib ditanggung oleh imam”. Kemudian beliau menyatakan: “ Tugas seorang imam dalam hal ini adalah memikul beban urusan rakyat dengan memenuhi hak mereka” (Lihat ‘Umdatul Qaari, Syarah shahih Bukhari XXIV/221)

Selain itu, Imam Badruddin menambahkan bahwa yang bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan rakyat adalah orang yang diangkat sulthan (Penguasa) untuk melaksanakan tugas tersebut. (Lihat ‘Umdatul Qaari, Syarah shahih Bukhari VI/191)

Dari keterangan tersebut telah cukup menjelaskan bahwa tidaklah dibenarkan adanya organisasi, yayasan atau parpol (yang berkiprah di bidang sosial), dan sejenisnya untuk mengurusi kepentingan umat berdasarkan mafhum hadist di atas. Sebab tugas dan wewenang ini ada di tangan imam (khalifah) atau orang yang ditunjuk oleh khalifah untuk mengatur urusan tersebut.

Apabila urusan ini dilakukan (diambil alih) oleh suatu organisasi sosial-kemasyarakatan dari kalangan kaum muslimin yang ada sekarang dan pada saat khalifah tidak ada, maka mereka telah berdosa karena telah melanggar syara’. Terlebih keberadaan organisasi-organisasi semacam ini telah menimbulkan mudharat (bahaya) bagi kaum muslimin yaitu mengalihkan perhatian umat untuk menegakkan Islam secara Kaffah dalam bingkai khilafah, mereka merasa aktivitas pelayanan masyarakat dalam bentuk layanan-layanan sosial tersebut adalah puncak dari perjuangan. Memang benar ada manfaat yang diraih dari keberadaan organisasi semacam ini, seperti terpenuhinya sebagian layanan kesehatan, pendidikan, dsb. Namun pelalaian upaya penegakkan syariah dan khilafah lebih besar mudharatnya.

Meski organisasi semacam ini diharamkan untuk memberikan pelayanan kepentingan masyarakat. Tetapi aktivitas ini boleh (jaiz) dengan status hukum sunnah dilakukan oleh individu atau sekelompok individu dalam masyarakat. Berdasarkan banyaknya dalil, baik dari al qur’an maupun as-sunnah yang mendorong untuk melakukan fi’lul khairat (melakukan kebaikan). Diantaranya:
وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا
Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. (QS. Al Insan [76]: 8)
Dari ‘Ustman bin ‘Affan, aku mendengar Nabi saw. Bersabda:
مَنْ بَنَى لِلَّهِ مَسْجِدًا بَنَى اللَّهُ لَهُ مِثْلَهُ فِى الْجَنَّةِ
Barang siapa membangun masjid karena Allah maka Allah akan membangunkannya baginya yang semisal di syurga (HR. Tirmidzi no. 319)
Dari Sahl bin Sa’ad, Nabi bersabda:
(( أَنَا وَكَافلُ اليَتِيمِ في الجَنَّةِ هَكَذا )) وَأَشارَ بالسَّبَّابَةِ وَالوُسْطَى ، وَفَرَّجَ بَيْنَهُمَا . رواه البخاري .
Aku dan orang-orang yang memelihara anak yatim dengan baik berada di syurga (berdekatan). Beliau member isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah (HR. Muslim, lihat riyadhu ash-shalihin)
مَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ بِهَا كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Barang siapa yang membantu kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Barang siapa membebaskan seorang muslim dari suatu kesulitan, maka Allah akan membebaskannya dari kesulitan pada hari kiamat. Dan barang siapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat kelak. (HR. Muslim)

Wallahu ‘alam bi shawab
Banjarmaisn, 20 Juli 2011 pukul 09. 52 Wita
Wahyudi Ibnu Yusuf (08565362242)

Tidak ada komentar: