Senin, 05 April 2010

TEORI BELAJAR TOKOH DAN PRINSIFNYA

TEORI BELAJAR TOKOH DAN PRINSIFNYA
Oleh: Wahyudi

Secara garis besar teori pembelajaran dapat dikelompokan dalam dua aliran besar. Yaitu aliran Tingkah laku atau behaviorisme dan aliran kognitif atau konstruksivisme.
I. TEORI BELAJAR TINGKAH LAKU ATAU BEHAVIORISME

Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu. Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar.

Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perbahan perilaku organise sebagai pengaruh lingkungan

Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping


Tokoh beserta pandangannya pada aliran ini adalah:
1. Edward Edward Lee Thorndike (1874-1949)
Menurut Thorndike belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi anatara peristiwa yang disebut stimulus dan respon. Teori belajar ini disebut teori “connectionism”. Eksperimen yang dilakukan adalah dengan kucing yang dimasukkan pada sangkar tertutup yang apabila pintunya dapat dibuka secara otomatis bila knop di dalam sangkar disentuh. Percobaan tersebut menghasilkan teori Trial dan Error. Ciri-ciri belajar dengan Trial dan Error Yaitu : adanya aktivitas, ada berbagai respon terhadap berbagai situasi, adal eliminasai terhadap berbagai respon yang salah, ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan. Thorndike menemukan hukum-hukum. Thorndike menemukan hukum-hukum.


Hukum kesiapan (Law of Readiness)

Jika suatu organisme didukung oleh kesiapan yang kuat untuk memperoleh stimulus maka pelaksanaan tingkah laku akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosaiasi cenderung diperkuat.

Hukum latihan

Semakin sering suatu tingkah laku dilatih atau digunakan maka asosiasi tersebut semakin kuat.

Hukum akibat

Hubungan stimulus dan respon cenderung diperkuat bila akibat menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibanya tidak memuaskan.

2. Ivan Petrovich Pavlo (1849-1936)

Pavlo terkenal dengan teori belajar klasik. Ia mengadakan percobaan terhadap anjing. Dalam percobaan ini anjing di beri stimulus bersarat sehingga terjadi reaksi. Stimulusnya adalah pembiasaan membunyikan bel saat menjelang waktu makan. Setelah pembiasaan yang berulang-ulang ternyata anjing tersebut akan mengeluarkan liurnya saat dibunyikan bel meskipun belum waktunya makan.

Belajar menurut teori ini adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat yang menimbulkan reaksi.Yang terpenting dalam belajar menurut teori ini adalah adanya latihan dan pengulangan atau pembiasaan. Agar siswa belajar dengan baik maka harus dibiasakan dengan PR, biasakan memeriksan, menjelasakn dsb.

3. Burhus Frederic Skinner (1904-1990).
Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses belajar. Gajaran merupakan respon yang sifatnya mengembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya subyektif. Sedangkan penguatan merupakan suatu yang mengakibatkan meningkatnya kemungkinan suatu respond an lebih mengarah pada hal-hal yang sifatnya dapat diamati dan diukur.
Menurut Skinner, penguatan terdiri penguatan positif dan negative. Penguatan dapat dianggap sebagai stimulus positif, jika penguatan tersebut meningkatkan perilaku anak dalam melakukan pengulangan perilakunya.
Skinner menambahkan bahwa jika respon siswa baik maka harus segera diberi penguatan posistif agar respon siswa bisa lebih baik lagi atau minimal dipertahankan.

4. Robert Gagne ( 1916-2002).
Menurut Gagne, dalam belajar matematika ada dua obyek yang dapat diperoleh siswa, yaitu obyek langsung dan tak langsung. Obyek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap matematika, dan tahu bagaimana semestinya belajar. Sedangkan obyek langsung berupa fakta, keterampilan, konsep dan aturan.

Fakta adalah obyek matematika yang tinggal menerimanya seperti lambang bilangan, sudut, dan notasi matematika lainnya. Keterampilan berupa kemampuan memberikan jawaban dengan cepat dan tepat. Sedangkan konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan kita dapat mengelompokan obyek ke dalam ke dalam contoh dan non contoh. Misalnya keonsep bujur sangkar, bilangan prima, himpunan dan vektor. Aturan yang paling abstrak yang berupa sifat atau teorema.

Menurut Gagne, belajar dapat dikelompokan menjadi 8 tipe belajar, yaitu belajar isyarat, stimulus respon, rangkaian gerak, rangkaian verbal, membedakan, pembentukan konsep, pembentukan aturan, dan pemecahan masalah.

5. Albert Bandura (1925-sekarang)


Teori belajar Bandura adalah teori belajar social atau kognitif social serta efikasi diri yang menunjukkan pentingnya proses mengamati dan meniru perilaku, sikap dan emosi orang lain. Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi tingkah laku timbale balik yang berkesinambungan antara kognitine perilaku dan pengaruh lingkungan. Factor-faktor yang berproses dalam observasi adalah perhatian, mengingat, produksi motorik, motivasi.

Bandura menyatakan bahwa siswa belajar melalui meniru. Meniru disini bukan berarti menyontek. Tetapi meniru hal-hal yang dilakukan orang lain terutama guru.

6. Teori Ausabel

Teori ini dikenal dengan belajar bermaknanya dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai. Ia membedakan antara belajar menemukan dengan belajar menerima.

Ausabel menyatakan bahwa metode penemuan dan metode ceramah bisa menjadi belajar menerima atau belajar bermakna tergantung situasinya. Dia juga menyatakan bahwa ekspositori adalah metode mengajar yang paling baik dan bermakna.


II. ALIRAN KOGNITIF ATAU KONSTRUKSIVISME
Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan.
Implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak adalah sebagai berikut: (1) tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi, (2) kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari dan (3) peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
Tokoh beserta pandangannya pada aliran ini adalah:

1. Teori Jean Piaget
Jean Piaget menyebutkan bahwa struktur kognitif sebagai schemata, yaitu kumpulan dari skema-skema. Seorang individu dapat mengikat, memahami dan memberikan respon terhadap stimulus disebabkan karena bekerjaya schemata ini. Schemata ini berkembang secara kronologis, sebagai interaksi antara individu dengan lingkungan. Schemata tersebut membentuk suatu pola penalaran tertentu dalam fikiran anak. Makin baik kualitas skema ini makin baik pula pola penalaran anak.
Proses terjadinya adaptasi dari schemata yang telah terbentuk dengan stimulus baru ditentukan dengan dua cara, yaitu asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya. Dalam contoh di atas, melihat burung kenari dan memberinya label "burung" adalah contoh mengasimilasi binatang itu pada skema burung si anak.
Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali. Dalam contoh di atas, melihat burung unta dan mengubah skemanya tentang burung sebelum memberinya label "burung" adalah contoh mengakomodasi binatang itu pada skema burung si anak.
2. Teori Jerome Bruner
Jerome Bruner menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan pada konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, disamping hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur.
Bruner mengemukakan bahwa dalam proses belajarnya anak melewati 3 tahap yaitu:
a. Tahap Enaktif; anak langsung melihat dan memanipulasi (mengotak-atik) objek.
b. Tahap ikonik; kegiatan yang dilakukan anak berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasi.
c. Tahap simbolik; dalam tahap ini anak memanipulasi symbol-simbol atau lambing dari objek tertentu.
Bruner mengadakan pegamatan di sekolah-sekolah. Hasil dari pengamatan berupa dalil-dalil yaitu: dalil penyusunan (contruction theorem), dalil notasi (notation theorem), dalil kekontrasan dan keananekaragaman (contras and variation theorem) dan dalil pengaitan (connectivity theorem)
3. Lev Vygotsk
Vigotsky memandang bahwa sistem sosial sangat penting dalam perkembangan kognitif anak. Orangtua, guru dan teman berinteraksi dengan anak dan berkolaborasi untuk mengembangkan suatu pengertian. Jadi belajar terjadi dalam konteks sosial, dan muncul suatu istilah zona Perkembangan Proksimal (ZPD). ZPD diartikan sebagai daerah potensial seorang anak untuk belajar.
Konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya.
4. Teori Zoltan P. Dienes
Dasat teori Dienes adalah teori yang dikembangkan Piaget. Dienes berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi tentang struktur, memisahkan hubungan diantara struktur dan mengakategorikan hubungan-hubungan di dalam struktur.
Dienes mengemukakan bahwa konsep atau prinsip matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkret akan dapat difahami dengan baik. Bentuk konkret yang dimaksud Dienes adalah permainan, alat peraga dsb.
Menurut Dienes konsep-konsep matematika akan berhasil jika dipelajari dalam tahap-tahap tertentu. Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi 6 tahap, yaitu:
Permainan Bebas (Free Play)
Dalam setiap tahap belajar, tahap yang paling awal dari pengembangan konsep bermula dari permainan bebas. Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Anak didik diberi kebebasan untuk mengatur benda. Selama permainan pengetahuan anak muncul. Dalam tahap ini anak mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang dipelajari. Misalnya dengan diberi permainan block logic, anak didik mulai mempelajari konsep-konsep abstrak tentang warna, tebal tipisnya benda yang merupakan ciri/sifat dari benda yang dimanipulasi.
Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)
Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Keteraturan ini mungkin terdapat dalam konsep tertentu tapi tidak terdapat dalam konsep yang lainnya. Anak yang telah memahami aturan-aturan tadi. Jelaslah, dengan melalui permainan siswa diajak untuk mulai mengenal dan memikirkan bagaimana struktur matematika itu. Makin banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan dalam konsep tertentu, akan semakin jelas konsep yang dipahami siswa, karena akan memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang dipelajari itu. Menurut Dienes, untuk membuat konsep abstrak, anak didik memerlukan suatu kegiatan untuk mengumpulkan bermacam-macam pengalaman, dan kegiatan untuk yang tidak relevan dengan pengalaman itu. Contoh dengan permainan block logic, anak diberi kegiatan untuk membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang berwarna merah, kemudian membentuk kelompok benda berbentuk segitiga, atau yang tebal, dan sebagainya. Dalam membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang merah, timbul pengalaman terhadap konsep tipis dan merah, serta timbul penolakan terhadap bangun yang tipis (tebal), atau tidak merah (biru, hijau, kuning).
Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities)
Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatih dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka dengan menstranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan lain. Translasi ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan semula. Contoh kegiatan yang diberikan dengan permainan block logic, anak dihadapkan pada kelompok persegi dan persegi panjang yang tebal, anak diminta
mengidentifikasi sifat-sifat yang sama dari benda-benda dalam kelompok tersebut (anggota kelompok).
Permainan Representasi (Representation)
Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Para siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah mereka berhasil menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi yang dihadapinya itu. Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak, Dengan demikian telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari. Contoh kegiatan anak untuk menemukan banyaknya diagonal poligon (misal segi dua puluh tiga) dengan pendekatan induktif seperti berikut ini.
Segitiga Segiempat Segilima Segienam Segiduapuluhtiga
0 diagonal 2 diagonal 5 diagonal ….. diagonal ……. diagonal
Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization)
Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol matematika atau melalui perumusan verbal. Sebagai contoh, dari kegiatan mencari banyaknya diagonal dengan pendekatan induktif tersebut, kegiatan berikutnya menentukan rumus banyaknya diagonal suatu poligon yang digeneralisasikan dari pola yang didapat anak.
Permainan dengan Formalisasi (Formalization)
Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini siswa-siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut, sebagai contoh siswa yang telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu
merumuskan teorema dalam arti membuktikan teorema tersebut. Contohnya, anak didik telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan suatu teorema berdasarkan aksioma, dalam arti membuktikan teorema tersebut.
Pada tahap formalisasi anak tidak hanya mampu merumuskan teorema serta membuktikannya secara deduktif, tetapi mereka sudah mempunyai pengetahuan tentang sistem yang berlaku dari pemahaman konsep-konsep yang terlibat satu sama lainnya. Misalnya bilangan bulat dengan operasi penjumlahan peserta sifat-sifat tertutup, komutatif, asosiatif, adanya elemen identitas, dan mempunyai elemen invers, membentuk sebuah sistem matematika. Dienes menyatakan bahwa proses pemahaman (abstracton) berlangsung selama belajar. Untuk pengajaran konsep matematika yang lebih sulit perlu dikembangkan materi matematika secara kongkret agar konsep matematika dapat dipahami dengan tepat. Dienes berpendapat bahwa materi harus dinyatakan dalam berbagai penyajian (multiple embodiment), sehingga anak-anak dapat bermain dengan bermacam-macam material yang dapat mengembangkan minat anak didik. Berbagai penyajian materi (multiple embodinent) dapat mempermudah proses pengklasifikasian abstraksi konsep.

5. Teori Van Hiele
Van Hiele adalah seorang pakar pendidikan khususnya geometri. Dalam belajar geometri Hiele menguraikan tahap-tahap perkembangan mental anak. Ada tiga unsur dalam pembelajaran geometri yaitu waktu, materi pengajaran dan metode pengajaran.
Hiele menyatakan ada 5 tahap belajar anak dalam belajar geometri, yaitu tahap pengenalan, tahap analisis, tahap pengurutan, tahap deduksi, dan tahap akurasi.


Tidak ada komentar: