Sabtu, 17 April 2010

Hukum Bermain Catur

Hukum Bermain Catur
Bermain catur (اللّعب بالشّطرنج) hukumnya haram apabila tercampur dengan yang haram seperti taruhan/judi, ada unsur kebohongan ataupun menghantarkan pada dharar seperti permusuhan dsb. Termasuk yang menyebabkan keharamannya adalah apabila melalaikan dari melaksanakan yang wajib seperti melalaikan shalat. Pendapat seperti ini telah menjadi kesepakatan para ulama (Al mausu’ah al fiqhiyah juz 2 hal 12946, halal haram dalam Islam hal.375, fiqhul islam wa adillatuhu 4/212)


Hal ini dapat difahami karena terdapat kaidah ushul fikih yang menyatakan: al washilah ila haram fahuwa haramun (sarana yang menghantarkan pada keharam maka sarana tersebut hukumnya haram). Selain itu juga terdapat kaidah fikih yang menyatakan: idza ijtma’a al halal wal haram faghulib al haram (jika terkumpul antara yang halal dengan yang haram maka yang dimenangkan adalah yang haram) (Abdul karim Zaidan, 100 kaidah fikih)
Bagaimana hokum bermain catur apabila tidak tercampur dengan yang haram dan tidak melalaikan dari kewajiban?
Dalam hal ini ada tiga pendapat antara mubah, makruh dan haram. (Al mausu’ah al fiqhiyah juz 2 hal 12946, halal haram dalam Islam hal.374)
Mazdhab Maliki, Hanafi dan sebagian Ulama Syafi’iyyah menyatakan haram secara mutlak. Semikian pula sebagian sahabat seperti Ali bin Abi Thalib, Ibnu Abbas, Abdullah bin Umar, Sa’id bin Musayyab dll. Mereka radhiyallhu ‘anhum berdalil dengan satu atsar dari Ali bin Abi Thalib, bahwasanya beliau berjalan melewati sekelompok orang yang sedang bermain catur. Kemudian beliau menegur dengan menyatakan:
ما هذه التّماثيل الّتي أنتم لها عاكفون ؟ لأن يمسّ جمراً حتّى يطفى خير من أن يمسّها
Bukankah patung ini (catur) yang kalian dilarang (memainkanya). Karena menyentuh kerikil hingga tawaf adalah lebih baik dari menyentuhnya.
Imam Malik meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa beliau menjadi wali harta anak yatim kemudian beliau menemukan catur maka beliau membakarnya.
Dalil lain pengharaman catur adalah diqiyas pada keharaman dadu. Padahal catur lebih menyibukan fikiran dari pada dadu dan dapat melalaikan dari mengingat Allah. (Al mausu’ah al fiqhiyah juz 2 hal 12946)
Sedangkan madzab hanafi, Syafi’I dan sebagian ulama malikyyah menyatakan bahwa hukumnya makruh. Dalilnya adalah hadist dari Jabir bin Amir dari nabi saw, beliau bersabda:
كل شيءٍ ليس من ذكر اللّه عزّ وجلّ فهو لهوٌ أو سهوٌ إلا أربع خصالٍ : مشي الرّجل بين الغرضين ، وتأديبه فرسه ، وملاعبة أهله ، وتعلم السّباحة
Segala sesuatu yang bukan terkategori mengingat Allah maka ia adalah hiburan atau melenakan kecuali empat kebiasaan: laki-laki yang berjalan antara dua tujuan, menunggang kuda, bersendagurau dengan keluarganya, dan belajar berenang.
Dan hadist dari uqbah bin Amir, Nabi saw bersabda:
ليس من اللّهو ثلاثة : تأديب الرّجل فرسه ، وملاعبته زوجه ، ورميه بنبله عن قوسه
Tidak termasuk dalam lahwun (hiburan yang dilarang) pada tiga hal: laki-laki yang belajar menunggang kuda, bercumburayu dengan dengan istri dan memanah.

Sedangkan pendapat ketiga menyatakan mubah. Ini adalah pendapat Abu Yusuf dan sebagian ulama madzhab Syafi’I dan Maliki. Hal ini juga merupakan pendapat dari Syaikh Yusuf al Qardhawi al ustadz Dr. Wahbah az Zuhaili. Alasannya adalah kaidah:
الأصل الإباحة ولم يرد بتحريمه نص ولا هو في معنى المنصوص عليه
Hokum asal (benda) adalah mubah sebelum ada dalil yang mengharamkannya
Kaidah ini serupa dengan kaidah:
الأصل في الأشياء الإباحة ما لم يرد دليل التحريم
Hokum asal benda adalah mubah selama tidak ada dalil yang mengharamkan
Menurut kami pendapat yang rajih adalah yang menyatakan mubah. Karena beberapa alasan:
1. Pendapat sahabat selama tidak menjadi ijma (konsensus) sahabat maka statusnya bukanlah dalil tapi pendapat pribadi sahabat. Sehingga berdalil dengan pendapat Imam Ali ataupun Ibnu Abbas tidaklah tepat karena pendapat keduanya bukanlah dalil.
2. Tentang pendapat menyatakan makruh maka hadist-hadist diatas tidaklah menunjukan pelarangan yang lainnya. Hal ini dapat difahami apabila kita mengumpulkan dua hadist diatas. Hadist pentama menyatakan: Segala sesuatu yang bukan terkategori mengingat Allah maka ia adalah hiburan atau melenakan kecuali empat kebiasaan: laki-laki yang berjalan antara dua tujuan, menunggang kuda, bersendagurau dengan keluarganya, dan belajar berenang). Tapi nyatanya dalam hadist yang lain menyatakan anjuran untuk belajar memanah. Padahal memanah tidak termasuk dalam empat hal yang disebutkan dalam hadist diatas.
3. Bermain catur tidak bisa diqiyas pada bermain dadu. Karena dua hal: dadu lebih dekat pada al azlam (mengundi nasib) dan dalam permaian catur terdapat pelajaran tentang taktik perang hal ini serupa dengan memanah dan menunggang kuda (Al mausu’ah al fiqhiyah juz 2 hal 12946, halal dan haram dalam islam oleh Syaikh Yusuf al Qardhawi hal. 375)
Kalau ada yang mengatakan. Bukankah dalam catur ada unsur hadharahnya yaitu bentuk salib pada makkota raja. Maka menurut kami bentuk mahkota raja bukanlah bentuk salib karena apabila itu bentuk salib tentulah para sahabat dan ulama mengharamkannya secara mutlak dengan alasan adanya unsur kukufuran. Sebagaimana nabi saw melarang sahabat Adi bin Hatim yang berkata:
أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِي عُنُقِي صَلِيبٌ مِنْ ذَهَبٍ فَقَالَ يَا عَدِيُّ اطْرَحْ عَنْكَ هَذَا الْوَثَنَ
Aku pernah datang kepada Nabi saw., sementara di leherku bergantung salib yang terbuat dari emas. Nabi saw. Lalu bersabda, “Wahai Adi, campakkan berhala itu dari tubuhmu!” (Sunan at Tirmidzi 10/361).
Tapi kenyataannya tidak satupun ulama yang menyatakan haram atau makruh beralasan bahwa haram atau makruhnya karena ada unsure kekufuran yaitu salib. Hal ini menunjukan bahwa bentuk mahkota raja bukanlah salib tapu tanda kros (tambah) biasa.

Yogyakarta, 17 April 2010
Al Faqir ilaLLAH Wahyudi Abu Syamil Ramadhan











1 komentar:

Anonim mengatakan...

Silakan pembaca semuanya melihat juga link berikut untuk masalah catur http://www.almanhaj.or.id/content/1931/slash/0 dan http://www.almanhaj.or.id/content/1563/slash/0.
Dahulukanlah nash dan keimanan, jangan dahulukan akal dan perasaan kita.
Terima kasih.

Herry Setiawan