Rabu, 03 Februari 2010

Pembahasan Tentang Kafir, Dzalim dan Fasiq dalam Al Qur’an

Pembahasan Tentang Kafir, Dzalim dan Fasiq dalam Al Qur’an

Ayat-ayat yang dimaksud adalah:

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS. Al maidah : 44)

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” (QS. Al Maidah : 45)

Serta ayat;

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al Maidah : 47)

Ada beberapa point yang penting untuk dicatat dalam pembahasan ayat-ayat ini:

1. Meski sebab turunnya ayat ini mengenai orang-orang kafir; yahudi (QS:5:44 dan 45) dan Nashrani (QS:4:47) akan tetapi ayat ini juga berlaku bagi kaum muslimin. Karena redaksi مَنْ (barang siapa) berlaku bagi siapa saja termasuk kaum muslimin. Dalam konteks inilah maka kaidah “al ‘ibratu bi ‘umumil lafdzi laa bi khususi sabab” (Sebuah pengertian diambil dari keumuman lafadz bukan dari kekhususan sebab).

2. Berdasarkan point (1) maka ayat-ayat ini juga berlaku bagi siapa saja yang termasuk dalam obyek seruan ayat ini. Tidak hanya penguasa (Negara) tapi juga individu dan juga jama’ah.

3. Ketiga ayat ini berbicara tentang hukum bukan pembahasan aqidah. Maka pada saat pada ayat 44 disebutkan status kafir maka yang dimaksud adalah kafir (mengingkari) terhadap perkara syariah yang qath’i tsubut maupun qath’I dilalah atau dengan kata lain mengingkari perkara agama yang telah jelas (ma’lumun minaddiin bin dharurah). Bukan pengingkaran terhadap perkara yang ijtihadi. Hal ini juga dapat difahami dari sebab turun ayat ini (QS:5:44), yaitu pengingkaran orang-orang yahudi terhadap hukum rajam bagi penzina muhshan. Padahal status haramnya zina telah ditetapkan dengan dalil yang qath’i tsubut maupun qath’I dilalah. Dari sabab nuzul ini pula dapat difahami bahwa pengingkaran yang dilakukan adalah terhadap had Allah (jenis sanksi yang menjadi hak Allah SWT seperti mencuri, minum khamar dll, lihat nizham al-uqubat, Syaik Abdurrahman al maliki). Perkara lain yang menjadi syarat kafirnya seseorang karena menolak hokum Allah SWT adalah hal ini dilakukan secara penuh keyakinan (I’tiqadi) bukan karena malas atau pertimbangan maslahat dan alasan-alasan lain. Hal ini dapat difahami antara lain bahwa Nabi tidak menghukimi kafir pada Mais al salami dan Ghaimidiyah yang telah berzina. Padahal pelanggaran zina jelas pelanggaran terhadap syariat yang besar (Lihat Taisiru ashuli at tafsir, Syaikh ‘Atha abu Rasythah). Demikian pula jumhur ‘ulama menyatakan tidak kafirnya orang yang meninggalkan shalat yang tidak didasari I’tiqad (misalnya mengungkari wajibnya shalat). Padahal terdapat hadist yang menerangkan kafirnya orang yang meninggalkan shalat. Antara lain:

عن أبي سفيان قال سمعت جابرا يقول: سمعت النبي صلى الله عليه و سلم يقول إن بين الرجل وبين الشرك والكفر ترك الصلاة

Artinya: dari Abu Sufyan ra ia berkata; aku mendengar Jabir berkata: Aku mendengar nabi saw bersabda “sesungguhnya yang membedakan antara seorang muslim dengan syirik dan kafir adalah meninggalkan shalat (HR. Muslim no. 134)

4. Sedangkan dzalim adalah melampaui batas yang telah disyariatkan khususnya pelanggaran terhadap hak-hak manusia. Tapi pelanggaran syariat ini tidak atas dasar keyakinan (misalnya karena belum mampu, malas dsb dst). Dalam konteks ini sebenarnya sebenarnya antara dzalim dengan fasiq memilki kesamaan yaitu sama-sama melanggar syariat tapi bukan atas dasar I’tiqadi. Seperti penyataan Ibnu Abbas berikut ini:

من جحد ما أنزل الله فقد كفر. ومن أقر به ولم يحكم فهو ظالم فاسق

Artinya: barang siapa mengingkari apa-apa yang diturunkan Allah maka sungguh dia telah kafir dan barang siapa yang masih mengakui hokum Allah tapi dia tidak berhukum dengannya maka dia dzalim yang fasiq (lihat tafsir Ibnu Katsir)

Hanya saja definisi fasiq lebih umum. Seperti yang dinyatakan Imam Ibnu katsir dalam kitab tafsirnya saat menafsirnya redaksi faasiquun beliau menyatakan:

الخارجون عن طاعة ربهم، المائلون إلى الباطل، التاركون للحق أي:

Artinya: yaitu oaring-orang yang keluar dari ketaatan kepada Allah, cenderung pada kebatilan dan meninggalkan kebenaran.

Berdasarkan definisi ini maka fasiq lebih umum untuk semua bentuk pelanggaran. Sedangkan dzalim lebih khusus untuk pelanggaran hak-hak manusia dan pelanggaran hak itu disebabkan karena tidak berhukum dengan hokum Allah. Sebagaimana kita sekarang kita didzalimi oleh penguasa bejat dan system kapitalisme yang mencengram kita. Pemahaman seperti dapat kita lihat apabila kita membaca ayat ini secara utuh, yaitu:

وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالأنْفَ بِالأنْفِ وَالأذُنَ بِالأذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ فَمَنْ تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Artinya : “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” (QS. Al Maidah : 45)

Tambahan

Berikut saya tambahkan penjelasan kata kafir, dzalim dan fasiq dari beberapa kitab tafsir dan lughah.

Al Fakhrurozi (wafat 606 H) menyebutkan lima jawaban, diantaranya adalah apa yang dikatakan oleh Ikrimah, yaitu : bahwa hukum kafir adalah untuk orang yang mengkufuri dan mengingkari. Adapun seorang mukmin yang menghukum dengan hukum Allah akan tetapi orang itu melanggarnya maka ia telah berbuat maksiat. Dia mengatakan bahwa kufur adalah mengurangi hak Allah swt sedangkan zhalim adalah mengurangi hak jiwa.

Al Baidhowi (wafat. 685 H) menyebutkan bahwa kekufuran mereka adalah karena pengingkaran mereka, kezhaliman mereka adalah karena menghukum dengan menyalahinya sedangkan kefasikan mereka adalah karena keluar darinya.

Az Zamakhsyari (wafat 528 H) mengatakan bahwa barangsiapa yang mengingkari hukum Allah adalah kafir, barangsiapa yang tidak menghukum dengannya sedangkan dirinya meyakini—hukum tersebut—maka ia adalah zhalim fasik.

Al Alusiy (wafat 1270 H) mengatakan bahwa bisa jadi disifatkannya mereka dengan tiga sifat yang berbeda-beda itu adalah bahwa barangsiapa yang mengingkarinya maka mereka disifatkan dengan orang-orang kafir, jika mereka meletakkan hukum Allah bukan pada tempat yang sebenarnya maka mereka disifatkan dengan orang-orang zhalim sedangkan jika mereka keluar dari kebenaran maka mereka disifatkan dengan orang-orang fasiq. (Fatawa al Azhar juz VIII hal 2)

Kafir adalah siapa saja yang tidak beriman kepada Allah dan Nabi Muhammad saw atau mengingkari perkara syariat yang telah difahami secara umum (ma’lumun minaddiin bid dharurah) atau dengan sengaja mengurangi ketetapan Allah atau risalah Islam (Mu’jam lughah al fuqaha hal 286). Dzalim adalah mengambil hak manusia secara semena-mena (Mu’jam lughah al fuqaha hal 335). Fasiq adalah orang yang melakukan dosa besar atau membiasakan dosa kecil (Mu’jam lughah al fuqaha hal 257)

Wallahu ‘alam

Yogyakarta, 2 Februari 2010

Wahyudi Abu Syamil Ramadhan

Tidak ada komentar: