Kamis, 12 Agustus 2010

Kajian Jelang Ramadhan


Idul Fitri Serentak dengan Khilafah
Secara astronomi, sangat mungkin kaum muslimin melaksanakan puasa pada hari yang sama, meski berbeda jam memulainya. Hal ini dengan catatan bahwa satu wilayah dengan wilayah lain masih berada pada malam yang sama. Sebagai contoh seandainya hilal (bulan baru) berhasil dilihat di Senegal. Asumsikan hilal terlihat pada jam 6 sore waktu setempat. Karena Indonesia lebih awal 10 maka di Indonesia sudah jam 4 dini hari. Meski demikian jika informasinya cepat  maka saat itu pula kaum muslimin dapat berniat puasa untuk besok hari sekaligus makan sahur. Maka penyatuan awal ramadhan satu hal sangat mungkin dalam perspektif astronomi. Lain halnya jika hilal berhasil dilihat di wilayah Amerika. Jika bulan terlihat jam 6 sore maka di Indonesia sudah jam 6 pagi, maka pada hari itu kaum muslimin tidak bisa berpuasa, karena tidak sempat berniat puasa. Lain halnya jika yang terihat adalah hilal  untuk bulan syawal, maka umat Islam sangat mungkin merayakan idul fitri pada hari yang sama. Kembali kepada contoh di atas jika hilal terlihat di wilayah terjauh (misalnya Amerika) yang terpaut 12 jam. Maka pagi hari kaum muslimin yang sebelumnya telah berniat puasa tinggal membatalkan puasanya dan melaksanakan sholat idul fitri secara serentak di seluruh belahan bumi.
Ulasan di atas disampaikan oleh ustadz DR. Andang Widi Harto, MT dosen Fakultas Teknik UGM sekalgus ketua Gugus Tugas Intelektual HTI DIY dalam Kajian Jelang Ramadhan yang digelar HTI Daerah DIY dengan tema: Penetapan awal-akhir Ramadhan: tinjauan astronomi dan fikih Islam. Acara ini dilaksanakan pada hari Ahad, 1 Juli 2010 dengan mengambil tempat di Masjid Nurul Ashri jl Deresan 2. Ustadz Wahyudi Abu Syamil sebagai moderator sekaligus Ketua Lajnah Tasqafah HTI DIY menyampaikan bahwa tujuan digelarnya acara ini adalah untuk mencari solusi perbedaan mengawali ramadhan dan mengakhirinya.  
Tampak hadir dalam acara ini jamaah masjid Nurul Ashri dan masyarakat sekitar. Mereka terlihat antusias dengan melontarkan banyak pertanyaan. Salah seoarang peserta bahkan menyatakan penjelasan dalam tinjauan astronomi ini sangat logis dan bisa diterima.

Pada sesi kedua al Ustadz KH Siddiq al Jawi, MSI  menyampaikan materi “Penentuan Awal Bulan Kamariah:Perspektif Hizbut Tahrir Indonesia”. Beliau memaparkan bahwa metode syar’I untuk menetapkan bulan baru adalah rukyat (melihat), bukan hisab. Karena hadist-hadist Nabi memerintahkan demikian. Hadist-hadist Nabi ini harus difahami dengan benar. Berdasarkan kaidah ushul “al ashlu fil kalami al haqiqah , laa yusharrifu ilal majaazi illa bi qarinatin” makna asal dari sebuah kalam adalah makna hakikat dan tidak tidak boleh dialihkan pada makna majas kecuali dengan indikasi tertentu (qarinah). Sehingga makna rukyat dalam hadist nabi harus difahami dengan rukyat bil ‘ain (melihat dengan mata) dan tidak dapat dialihkan ke makna majas misalnua rukyat bil ‘ilmi (melihat dengan ilmu astronomi) karena tidak terdapat qarinah yang dapat mengalihkan makna tersebut. Hanya saja rukyat yang diadopsi HTI adalah rukyat global sebagaimana pendapat jumhur ulama. Yaitu jika telah terlihat hilal di satu wilayah maka berlaku bagi seluruh kaum muslimin.

Sebagaimana pada sesi pertama, pada sesi kedua ini juga banyak pertanyaannya yang disampaikan oleh peserta. Salah satunya bertanya tentang sebab ketidakseragaman kaum muslimin dalam menetapkan awal dan akhir ramadhan. KH Siddiq al Jawi menjelaskan bahwa hal ini disebabkan oleh tiga sebab, yaitu sebab pemahaman dari mazhab-mazhab yang ada, sebab ilmu pengetahuan dan teknologi dengan perbedaan penetapan derajat kapan penetapan bulan baru, dan yang ketiga sebab politis yaitu faham nasionalisme. Beliau kemudian menegaskan untuk menyelesaikan sebab pertama kaum muslimin harus mentarjih pendapat yang terkuat, solusi untuk sebab kedua dengan melakukan pelelitian yang akurat sehingga didapatkan patokan umum pada derajat berapa biasanya hilal dapat dilihat dan solusi untuk sebab kedua adalah dengan mencerabut ide nasionalisme dari dada kaum muslimin dan menegakan khilafah. Khilafahlah yang akan menyatukan kaum muslimin termasuk menyatukan perbedaan penetapan awal dan akhir bulan kamariah. (WASR LTS)

Tidak ada komentar: