Jumat, 28 Oktober 2011
‘LARINYA’ PULAU LARI-LARIAN DAN WACANA KALIMANTAN MERDEKA DALAM SOROTAN ISLAM
Pendahuluan
Hampir seluruh media lokal di Kalimantan selatan pada hari Jumat, 28 Oktober 2011 mengangkat headline yang sama yaitu wacana Kalimantan merdeka. Wacana ini mencuat sebagai gertak atas Peraturan Mendagri no. 43 tahun 2011 yang menetapkan bahwa pulau Lari-larian merupakan wilayah dari provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) ditambah sikap cuek dari Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi yang tidak menerima audiensi Gurbernur Kalsel, Ketua DPRD Kalsel, dan Bupati Kotabaru yang bermaksud menanyakan mengenai Permendagri tersebut. Wakil Ketua DPRD Kalsel HM Iqbal Yudiannor, Kamis (27/10) menyatakan: “Apabila Permendagri yang menyatakan pulau Lari-larian masuk wilayah Sulbar tidak dicabut, maka Kalsel harus berani fight dan mengusulkan judicial review terhadap Permendagri tersebut. Apabila judicial review tidak disetujui juga maka kemungkinan akan terbentuk Kalimantan Merdeka”. Meski pernyataan ini adalah pernyataan pribadi, tapi nampaknya HM Iqbal yang juga putera mantan Bupati Kotabaru Sjachrani Mataja ini tidak main-main, setidaknya hal ini dapat disimpulkan dari upayanya menjalin komunikasi dengan Kaltim. Ia menyatakan: “Seluruh Kalimantan ada wacana tersebut (baca: wacana Kalimantan merdeka). Kita sudah berkomunikasi dengan Kaltim. Kalimantan mungkin akan bergolak. Bukan hanya Kalsel, Kaltim sekarang sedang ribut pula tentang Pulau Balakan” (Media Kalimantan, 28/10/11)
Tulisan singkat ini mencoba memaparkan potensi alam pulau Lari-larian yang diperebutkan, mengkaji wacana Kalimantan merdeka menurut sudut pandang Islam, akar masalah sengketa batas wilayah, dan tidak ketinggalan solusi Islam terhadap masalah ini.
Posisi dan Potensi Alam Pulau Lari-Larian
Disebut 'Pulau lari-larian' karena pulau ini tempat pelarian masyarakat Kotabaru karena takut dikejar-kejar gerombolan. Selain tempat pelarian, pulau yang memiliki panjang sekitar 340 meter dengan lebar sekitar 146 meter total luas sekitar 3,5 hektare itu juga menjadi lokasi penyelesaian sengeketa antar nelayan dari berbagai wilayah yang menangkap ikan di perairan tersebut.
Pulau Lari-larian terletak pada koordinat 3°30'58′ LS 117°27'44′ BT Negara Indonesia Gugus kepulauan Kalimantan Provinsi Kalimantan Selatan Kabupaten Kotabaru. Pulau Lari-Larian berjarak dengan Pulau Sebuku Kabupaten Kotabaru sekitar 60 mil laut dengan Pulau Sambergelap Kotabaru sekitar 40 mil laut. Sedangkan jarak Pulau Lari-Larian dengan wilayah daratan Sulawesi Barat sekitar 80 mil laut.
Berdasarkan publikasi Adimiralty Notices to Mariners edisi mingguan ke-53 pada 31 Agustuss 2006 (diterbitkan UK-Hydrographic Office, Inggris) lari-larian termasuk dalam kelompok Pulau Laut Kalimantan. Selain itu, pulau Lari-larian juga merupakan daerah navigasi Administrasi Pelabuhan Kalimantan Selatan termasuk dalam peta Neraca Sumber Daya Alam Kabupaten Kotabaru terbitan Bakosurtanal. Oleh karena itu pada 2006, bupati Kotabaru mengeluarkan SK No.471/2006 tentang penegasan pulau Lari-larian sebagai wilayah Kotabaru.
Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kotabaru potensi sumber energi di pulau ini berupa gas kering (dry gas) dengan kandungan 97-98 % metana, 0,5 -0,75 mol % CO 2 dan 0, 2 – 0, 32 % nitrogen dan gasnya tidak mengandung logam berat. Ringkasnya potensi alam pulau ini bernilai triliyunan rupiah. Wajar jika diperebutkan!
Kalimantan Merdeka=Disintegrasi; Haram!
Meski baru wacana yang bersifat pribadi. Jika ditinjau dari sudut pandang Islam gagasan ini haram untuk diwacanakan, lebih-lebih untuk direalisasikan. Setidaknya ditinjau dari 2 hal berikut. Pertama, wacana Kalimantan merdeka adalah upaya membagi-bagi wilayah Indonesia menjadi bagian-bagian kecil. Dan jelas hal ini hukumnya haram. Karena Nabi bersabda:
مَنْ أَتَاكُمْ وَأَمْرُكُمْ جَمِيعٌ عَلَى رَجُلٍ وَاحِدٍ يُرِيدُ أَنْ يَشُقَّ عَصَاكُمْ أَوْ يُفَرِّقَ جَمَاعَتَكُمْ فَاقْتُلُوهُ
Siapa saja yang datang kepada kalian, sementara urusan kalian berkumpul di tangan seseorang (Khalifah), kemudian dia hendak merobek kesatuan kalian dan memecah-belah jamaah kalian, maka bunuhlah. (HR Muslim no. 4904).
Harus diakui bahwa masyarakat Kalimantan umumnya dan kalsel khususnya belum bisa menikmati sepenuhnya kekayaan SDA yang ada. Kalsel sebagai provinsi penyumbang 25 % produksi batu bara secara Nasional, namun 727.840 jiwa atau 5, 21 % dari keseluruhan penduduk Kalsel yang berjumlah 3.626.119 jiwa masih hidup dalam kondisi melarat. Tetapi persoalannya tidak semata pada perimbangan pembagian pendapatan antara pusat dan daerah. Tetapi lebih pada salahurusnya SDA tersebut dengan diserahkan pada pihak swasta baik lokal maupun asing. Sehingga mewacanakan Kalimantan merdeka bukanlah solusi efektif bagi persoalan kesejahteraan masyarakat kalsel.
Kedua, pemisahan (baca: pecah belah) adalah pintu yang dapat digunakan asing untuk semakin mengokohkan cengkeramannya. Keberadaan perusahaan multinasional di wilayah Kalimantan seperi PT. ADARO, PT. PAMA, Total, Schlumberger, Palm Oil Engineers, dll menjadi bukti kokohnya cengkeraman asing. Lepasnya Timor-Timur semestinya menjadi pelajaran berharga, betapa disintegrasi adalah pintu lebar penguasaan asing. Bahkan tidak menutup kemungkinan asing bermain dalam upaya Kalimantan merdeka ini. Padahal Allah berfirman:
وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا
dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman (QS: An-Nisa [4]:141)
Lafazd sabiila dalam ayat di atas berupa isim nakirah. Sedang ayat ini di awali dengan huruf lan (huruf nashab yang berfungsi menafikan). Dalam kaidah penafsiran al-quran disebutkan:
إذا وقعت النكرة في سياق النفي أو النهي أو الشرط أو الاستفهام دلت على العموم
jika isim nakirah terletak pada susunan penafian, larangan, syarat, atau tanya maka isim nakirah tersebut menunjukkan konotasi umum. (Qawa’idul hisan fi tafsiril qur’an karya Syaikh Abdurrhaman as sa’di hal. 9)
Lafadz sabiila dalam ayat di atas adalah lafazd umum. Sehingga jalan apapun yang dapat menghantarkan pada penguasaan orang kafir terhadap kaum muslimin hukumnya haram.
OTDA Sumber Sengketa
Otonomi daerah (OTDA) adalah sumber sengketa horizontal (antar kabupaten dan provinsi). Menurut Jenderal Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri, Timbul Mujianto Sejak otonomi daerah (OTDA) telah terjadi 8.000-an titik sengketa batas wilayah yang terjadi di sejumlah wilayah Indonesia. Mayoritas sengketa batas wilayah dipicu kasus perebutan penguasaan sumber daya alam dan perkebunan. Ironisnya hanya 18 % yang dapat diselesaikan (http://www.mediaindonesia.com). Di Kalsel sendiri sengketa antar wilayah ini sudah berulang kali terjadi baik antar kabupaten seperti antara Kabupaten Banjar dengan Tanah Laut, Tanah Laut dengan Tanah Bumbu, dan yang sedang hangat saat ini antara Kab Batola dengan Tapin. Sengketa perbatasan ini juga terjadi antar provinsi seperti antara Kab Batola dengan Kapuas. Apakah dengan Kalimantan merdeka sengketa batas wilayah ini akan berakhir?
Kesenjangan satu daerah dengan daerah lain menjadi masalah permanen yang tak kunjung usai terutama pasca pemekaran daerah. Sebagai contoh pasca pemekaran Kab. HSU dengan Kab. Balangan. Jadilah HSU menjadi kabupaten miskin yang minim PAD (Pendapatan Asli Daerah) dan hanya mengandalkan DAU (Dana Alokasi Umum) dan DAK (Dana Alokasi Khusus) dari Pemerintah Pusat.
Dengan minimnya pendapatan daerah ditambah tidak wajarnya tunjangan (khususnya para pejabat) membuat kesejahteraan rakyat tak kunjung membaik. Dalam catatan FITRA, sebanyak 124 daerah memiliki anggaran belanja pegawai diatas 60 persen dengan belanja modal hanya 1-15 persen. Dari jumlah tersebut, sebanyak 16 daerah bahkan memiliki anggaran belanja pegawai diatas 70 persen. Pemerintah Daerah (Pemda) yang paling besar mengalokasikan anggaran belanja pegawai adalah Kabupaten Lumajang hingga 83 persen dan belanja modal hanya 1 persen.
Melalui OTDA pula Pemerintah Daerah ‘kreatif’ menggali potensi daerah. Bukan potensi daerah berupa ekploitasi SDA yang ada, agar digunakan untuk kemakmuran masyarakatnya. Tetapi mengekploitasi rakyatnya dengan dengan beragam pungutan dan retribusi. Sekali lagi hal ini dilegalkan lewat UU OTDA.
Selain sengketa horizontal, sengketa vertikal antara pusat dengan daerah sering pula terjadi. Sengketa pulau Lari-larian merupakan contohnya. Sumber sengketa biasanya berkisar pembagian pendapatan daerah. Beradarkan UU No. 22 tahun 1999 tentang Daerah yang lebih popular disebut UU Otonomi Daerah/OTDA yang telah diperbaharui dengan UU No. 32 tahun 2004 pada pasal 157 (b) menetapkan mengenai dana perimbangan pusat dan daerah. Khusus dana perimbagan daerah dari sektor SDA dijelaskan pada pasal 160 (2). Mengenai prosentase bagi hasil antara pusat dan daerah diatur secara spesifik dalam UU UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pada Pasal 14 huruf e UU No 33 disebutkan untuk minyak 84,5 persen merupakan bagian pemerintah dan 15,5 persen untuk daerah. Sedangkan untuk gas, pemerintah mendapat 69,5 persen dan daerah 30,5 persen.
Dengan fakta di atas dapatlah disimpulkan bahwa OTDA justru menjadi sumber sengketa yang dapat mengarah pada disintegrasi bangsa. Otonomi khusus yang diterapkan di Papua menjadi buah simalakama bagi Indonesia. Alih-alih meredam gejolak sosial disana, yang terjadi justru ancaman keamanan yang semakin membahayakan. Jangan sampai Indonesia menjadi Negara yang hancur seperti Uni Soviet, Yogoslavia, dan Sudan. Menurut Ketua Yayasan Arsari, Hashim Djojohadikusumo Indonesia sangat berpotensi menjadi seperti 3 negara di atas.
OTDA dalam Tinjauan Islam
Secara etimologi, otonomi berasal dari kata autonomos/autonomia (Yunani), yang berarti keputusan sendiri (self ruling). Otonomi mengandung pengertian: kondisi atau ciri untuk tidak dikontrol pihak lain atau kekuatan luar; atau bentuk pemerinahan sendiri. Konsep otonomi daerah biasanya dipicu karena ketidakpuasan daerah terhadap pusat. Dalam konteks Indenesia dipicu karena peran pusat yang terlalu dominan di masa orba. Pasca reformasi sebenarnya terjadi perdebatan yang cukup sengit mengenai model pembagian wewenang antara pusat dan daerah. Amin Rais saat itu menawarkan konsep Negara Federal. Sedang Riyas Rasyid menawarkan konsep OTDA. Konsep OTDA inilah yang diadopsi, bahkan menghantarkan pengagasnya menjadi menteri OTDA di era Gusdur.
Di dalam UU No. 32 tahun 2004 bidang yang menjadi wewenang pemerintah pusat hanya tersisa bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional; dan agama. Secara subtansial UU tersebut sebenarnya mirip dengan federasi, hanya ‘merek’nya yang lain, yakni memberi wewenang kepada Pemda untuk mengatur daerahnya. Fakta ini mirip dengan definisi sistem pemerintahan federasi yaitu sistem yang membagi-bagi wilayah-wiayahnya dalam otonominya sendiri dan bersatu dalam pemerintahan secara umum
Inilah fakta OTDA. Sementara dalam Islam, bentuk Negara adalah Negara kesatuan bukan negara federasi atau federasi semu semacam OTDA . Wilayah kekuasaan Negara Islam adalah wilayah yang satu. Hal ini ditegaskan dalam banyak hadist Nabi, diantaranya.
كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمُ الأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِىٌّ خَلَفَهُ نَبِىٌّ وَإِنَّهُ لاَ نَبِىَّ بَعْدِى وَسَتَكُونُ خُلَفَاءُ فَتَكْثُرُ ». قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ « فُوا بِبَيْعَةِ الأَوَّلِ فَالأَوَّلِ وَأَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ
"Dulu Bani Israel diurusi dan dipelihara oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi meninggal digantikan oleh nabi yang lain.Akan tetapi, sesungguhnya tidak ada nabi sesudahku, yang akan ada adalah para khalifah, dan mereka banyak." Para sahabat bertanya, “Lalu apa yang engkau perintahkan kepada kami?” Nabi bersabda, “Penuhilah baiat yang pertama, yang pertama saja, berikanlah kepada mereka hak mereka. Sesungguhnya Allah akan meminta pertanggungjawaban mereka atas apa saja yang mereka urus/pelihara." (HR al-Bukhari dan Muslim)
إِذَا بُويِعَ لِخَلِيفَتَيْنِ فَاقْتُلُوا الآخَرَ مِنْهُمَا
Jika dibaiat dua orang khalifah maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya.
(HR Muslim)
Demikian pula potensi kekayaan alamnya seluruhnya dianggap satu. Begitupula pemenuhan kebutuhan pemenuhan kebutuhan rakyat akan diberikan secara merata untuk kepentingan seluruh rakyat, tanpa melihat potensi alam atau PAD daerahnya. Jika wilayah (semacam provinsi) telah menyerahkan sumber pemasukan Negara (zakat, jizyah, kharaj, dll), sementara kebutuhannya daerahnya sedikit, maka wilayah tersebut akan mendapatkan dana dari pusat sesuai dengan kebutuhannya. Sebaliknya jika terdapat wilayah yang minim pendapatannya, maka tetap diberikan dana sesuai kebutuhannya dengan sistem subsidi silang dari daerah yang lebih mampu. Inilah konsep Islam mengenai pengaturan sistem keuangan. Dengan manajemen yang baik dan ditopang aparatur Negara yang profesional dan amanah sistem ini terbukti telah memberikan pemerataan kesejahteraan. Pada masa ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz, tidak ada seorang pun yang dipandang berhak menerima zakat. Beliau sampai memerintahkan para pegawainya berkali-kali untuk menyeru ketengah masyrakat ramai, kalau-kalau diantara mereka ada yang membutuhkan harta, namun tidak ada seorangpun yang memenuhi seruannya. Pada masa beliau pula tidak ada satu orangpun penduduk Afrika yang mau mengambil harta zakat. Gaji pegawai Negara hingga ada yang mencapai 300 dinar (1275 gram emas) atau setara Rp. 114. 750.000,-
Dengan Negara kesatuan (versi Islam) pula khalifah (kepala Negara) berhak mengangkat dan memberhentikan para wali (semacam gurbernur), ‘amil (semacam bupati), hakim, panglima militer, dst. Sehingga ongkos politik menjadi murah, potensi konflik sebagai dampak pilkada juga dapat dicegah, dan yang jelas syar’ie menurut tuntunan Islam. Berbeda dengan sistem OTDA yang menetapkan pemilihan gurbernur dan bupati dengan pemilihan langsung. Jika ada anggapan atau kekhawatiran akan terjadi otoriterisme. Maka anggapan tersebut dapat ditepis dari sisi, yaitu:
a. Khalifah tidak memiliki masa jabatan tertentu. Dia bisa diberhentikan kapan saja, termasuk jika dengan sengaja melanggar syariat atau terbukti mengkhianati rakyat.
b. Jabatan pemerintahan dalam Islam bukanlah kedudukan untuk memperkaya diri. Jabatan pemerintahan adalah amanah ri’ayah (melayani umat) sehingga pejabat pemerintahan (khalifah, wali, dan amil) tidak berhak mendapat gaji.
c. Pencerdasan politik yang dilakukan Negara dan parpol menjadikan rakyat cerdas dan berani mengoreksi penguasa.
d. Khalifah dan seluruh pejabat pemerintahan memiliki keududukan yang sama di depan hukum. Sehingga khalifah dan pejabat Negara dapat dituntut di pengadilan dengan sistem yang adil tentunya.
e. Khalifah dipilih dengan syarat yang ketat diantara dia harus orang yang ‘adil (tidak orang yang dhalim atau fasik apalagi kafir)
Demikianlah OTDA bertentangan dengan syariat Islam dalam beberapa hal. Apalagi jika OTDA terbukti menjadi sumber konflik baik vertikal maupun horizontal yang mengarah pada disintegrasi bangsa, maka sistem ini adalah sistem batil yang haram untuk diambil dan diterapkan di bumi Allah manapun. Demikian pula wacana Kalimantan merdeka adalah pewacanaan yang haram dan mesti dihentikan. Selanjutnya penjajahan asing dalam bentuk apapun harus dienyahkan dari bumi Indonesia dan seluruh bumi Allah. Tentunya dengan sistem syariah di bawah payung politik al khilafah. Wallahu ‘alam bi shawab
Banjarmasin, 2 Dzulhijjah 1532 H/29 Oktober 2011
Al Faqiir ila ALLAH Wahyudi Abu Syamil Ramadhan
Rabu, 26 Oktober 2011
THALABUN-NUSHRAH: METODE MENEGAKKAN KHILAFAH Refleksi Thalabun-Nushroh di Masa Nabi dan Kini
Pengantar
Dukungan terhadap penegakkan syariah dan khilafah kian hari semakin mendapat dukungan dari umat, lebih-lebih para ulama. Indikasinya, kegiatan-kegiatan penyadaran untuk membentuk kesadaran umum senantiasa dihadiri para alim-ulama yang ikhlas untuk mengembalikan kejayaan Islam. Hanya saja ada satu pertanyaan penting yang senantiasa mengemuka dalam beragam kegiatan tersebut. Bagaimana upaya atau metode efektif untuk menegakkan khilafah?.
Disisi lain, setidaknya ada dua pelajaran terpenting adalah: Pertama, pembentukan opini umum berlandaskan kesadaran umum ternyata kurang optimal. Kedua: proses peralihan kekuasaan tidak menghasilkan kekuasaan baru sesuai tuntutan Islam.
Dalam konteks inilah penting untuk mengkaji kembali metode praktis dan efektif yang dicontohkan Nabi saw dalam menegakkan khilafah yaitu metode thalabun-nushrah. Tulisan yang merupakan intisari dari tulisan KH. Muhammad Siddiq al Jawi dan Syaikh Abu al Mu’tashim dalam majalah al wa’ie (edisi arab) ed. 282-283 dengan judul Tahayya`u al-Ajwâ` li Thalab an-Nushrah, diterjemahkan oleh Ustadz Fathiy Syamsuddin Ramadhan An Nawiy mencoba menjawab pertanyaan krusial di atas. Apa pengertian thalabu an nushroh? Apakah benar thalabu an nushroh metode menegakkan khilafah? Siapa sesungguhnya ahlu an nushroh? Bagaimana thalabu an nushroh yang dilakukan Nabi saw? Bagaimana mengimplementasikan thalabu an nushroh di masa kini?
Pengertian dan Tujuan
An-Nushrah dan al-munâsharah memiliki makna i’ânah ‘alâ al-amr (menolong atas suatu perkara). Orang Arab menyatakan, “nasharahu ‘alâ ‘adwihi wa yanshuruhu nashran (menolong seseorang atas musuhnya, dan ia sedang memberikan sebuah pertolongan). Ibnu Mandzur ketika mengutip hadist Nabi saw
انصُر أَخاك ظالِماً أَو مظلوماً وتفسيره أَن يمنَعه من الظلم إِن وجده ظالِماً وإِن كان مظلوماً أَعانه على ظالمه والاسم النُّصْرة (لسان العرب ابن منظور ج. 5 ص. 210)
Sedangkan menurut istilah, thalabun nushrah adalah aktivitas meminta pertolongan (nushrah) yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kewenangan (amîr) kepada orang-orang yang memiliki kekuasaan untuk tujuan penyerahan kekuasaan dan penegakkan Daulah Islamiyyah, atau untuk tujuan-tujuan lain yang berhubungan dengan dukungan terhadap dakwah, misalnya: (1) untuk melindungi para pengemban dakwah di negeri-negeri Islam, agar mereka mampu menyampaikan maksud dan tujuan dakwah mereka di tengah-tengah masyarakat, (2) untuk menyingkirkan berbagai macam keburukan, baik yang akan menimpa maupun yang telah menimpa pengemban dakwah.
Thalabun-nushrah bukanlah suatu tahapan (marhalah) dakwah, melainkan suatu amal (aktivitas) dakwah dalam suatu tahapan dakwah. Thalabun-nushrah dilakukan pada saat masyarakat, khususnya para pemimpinnya, menolak penerapan Islam dalam kehidupan bernegara dan terjadi tindakan represif seperti penganiayaan terhadap para aktivis partai politik yang berjuang menegakkan Khilafah (M. Husain Abdullah, Ath-Thariqah asy-Syar’iyah li Isti’naf al-Hayah al-Islamiyah, hlm. 90).
Thalabun-nushrah mempunyai dua tujuan:
1. Mendapatkan perlindungan (himayah) bagi para individu pengemban dakwah dan kegiatan dakwahnya. Misal, Rasulullah saw. mendapat perlindungan dari pamannya (Abu Thalib), atau Rasulullah saw. mendapat jaminan keamanan dari Muth’im bin Adi sepulangnya dari Thaif.
2. Mendapatkan kekuasaan (al-hukm) guna menegakkan hukum Allah dalam negara Khilafah. Misal, dulu Rasulullah saw. menerima kekuasaan dari kaum Anshar sehingga beliau kemudian dapat menegakkan Daulah Islamiyah di Madinah (Manhaj Hizbut Tahrir, 2009, hal. 49; M. Khair Haikal, Al-Jihad wa al-Qital, I/409).
Metode Mendirikan Khilafah
Thalabun-nushrah adalah thariqah (metode) yang tetap dan wajib dilaksanakan untuk menegakkan Khilafah. Jadi, thalabun-nushrah bukan uslub (cara) yang hukumnya mubah yang dapat berubah-ubah sesuai situasi dan kondisi. (Ahmad Al-Mahmud, Ad-Da’wah ila al-Islam, hlm. 34).
Kewajiban thalabun-nushrah didasarkan pada teladan Rasulullah saw. dalam perjuangan beliau mencari perlindungan dan kekuasaan dari para kepala kabilah (suku) saat itu. Rasulullah saw. mulai melakukannya pada tahun ke-8 kenabian, khususnya setelah wafatnya paman beliau Abu Thalib dan istri beliau Khadijah, dan semakin meningkatnya gangguan fisik dari kaum Quraisy kepada beliau. Rasulullah saw.
melakukan thalabun-nushrah kepada banyak kabilah, baik di kampung mereka maupun di tempat-tempat mereka saat musim haji di Makkah. Ibnu Saad dalam kitabnya At-Thabaqat menyebutkan 15 kabilah yang didatangi Rasulullah saw. dalam rangka thalabun-nushrah, di antaranya kabilah Kindah, Hanifah, Bani ‘Amir bin Sha’sha’ah, Kalb, Bakar bin Wail, Hamdan, dan lain-lain. Kepada setiap kabilah Rasulullah saw. mengajak mereka untuk beriman dan memberi nushrah kepada beliau untuk memberikan kekuasaan demi tegaknya agama Allah. (M. Abdullah Al-Mas’ari, Al-Mana’ah wa Thalab an-Nushrah, hlm. 3-8).
Sungguh, upaya ini memang tidak mudah. Penolakan demi penolakan datang beruntun silih berganti. Namun, Rasulullah saw. tidak mengubah cara ini dengan cara lain dan terus memegang teguh cara ini dengan gigih walaupun sering menghadapi kegagalan dan penolakan. Ini merupakan qarinah (indikasi) yang jazim (tegas) bahwa thalabun-nushrah yang dilakukan Rasulullah saw. adalah suatu kewajiban dan perintah syar’i, yakni perintah dari Allah SWT, bukan inisiatif Rasulullah saw. sendiri atau sekadar tuntutan keadaan. Alhamdulillah, akhirnya Rasulullah saw. berhasil mendapatkan nushrah dari kaum Anshar pada tahun ke-12 kenabian yang menyerahkan kekuasaan mereka di Madinah kepada beliau (‘Atha bin Khalil, Taysir al-Wushul ila al-Ushul, hlm. 21; Ahmad al-Mahmud, Ad-Da’wah ila al-Islam, hlm. 35; M. Muhsin Radhi, Hizb at-Tahrir Tsaqafatuhu wa Manhajuhu, hlm. 311).
Jelaslah, satu-satunya metode yang sahih untuk mendapatkan kekuasaan dan mendirikan Khilafah adalah thalabun-nushrah; bukan dengan cara-cara lain semisal mendirikan masjid, rumah sakit, sekolah; atau menolong kaum fakir-miskin dan mengajak pada akhlaqul karimah. Ini semua amal salih, tetapi bukan metode menegakkan Khilafah. Metodenya bukan pula dengan mengangkat senjata memerangi penguasa, atau dengan terjun ke politik praktis dengan masuk parlemen atau pemerintahan sekular, atau dengan pengerahan massa (people power) untuk menggulingkan kekuasaan. Semua cara ini adalah penyimpangan (mukhalafah) dari teladan thalabun-nushrah yang dicontohkan Rasulullah saw. untuk menegakkan Daulah Islamiyah (Ahmad al-Mahmud, Ad-Da’wah ila al-Islam, hlm. 37).
Thalabun nushrah-tidaklah identik dengan kudeta militer (al-inqilab al-‘askari). Thalabun-nushrah adalah aktivitas politik, bukan aktivitas militer. Jadi keliru kalau ada yang berpendapat thalabun-nushrah sama saja dengan kudeta militer. Yang benar, kudeta militer hanyalah salah satu cara (uslub)—bukan satu-satunya cara—yang dapat dilaksanakan oleh Ahlun Nushrah. Sebagai metode, thalabun-nushrah adalah langkah prinsipil yang tunggal dan tetap yang dilakukan oleh jamaah/harakah dakwah kepada Ahlun Nushrah demi peralihan kekuasaan. Adapun teknis peralihan kekuasaannya bergantung sepenuhnya kepada Ahlun Nushrah; boleh jadi dengan kudeta militer atau dengan cara lain yang damai, tergantung situasi yang ada. Bahkan dulu kaum Anshar memberikan kekuasaan kepada Rasulullah saw. dengan cara damai, karena memang saat itu kaum Anshar sendirilah yang sedang memegang kekuasaan (Hazim ‘Ied Badar, Thariqah Hizb at-Tahrir fi at-Taghyir, hlm.18).
Thalabun-nushroh pada masa Nabi SAW
Dengan mengkaji sirah Nabi saw akan menyaksikan bahwa Nabi saw melakukan beberapa aktivitas penting dan berkesinambungan sebelum mempersiapkan suasana nushrah dan penyerahan kekuasaan di Madinah adalah sbb:
1. Mengontak delegasi suku Khazraj yang berkunjung ke Mekah dan meminta mereka masuk ke dalam Islam. Setelah masuk Islam, Nabi saw memerintahkan mereka kembali ke Madinah untuk mendakwahkan Islam kepada kaumnya. Setibanya di kota Madinah, mereka menampakkan keislaman mereka dan mengajak kaumnya masuk ke dalam Islam. Jumlah kaum Muslim terus bertambah.
2. Pada tahun berikutnya, mereka kembali menemui Rasulullah saw. Jumlah mereka pada saat itu adalah 12 orang. Nabi saw menerima mereka dan mengutus Mush’ab bin ‘Umair ra. untuk menjadi pengajar mereka di Madinah.
3. Akhirnya, melalui tangan Mush’ab bin ‘Umair ra, pembesar-pembesar Auz dan Khazraj masuk ke dalam agama Islam dan menunjukkan dukungan dan loyalitas yang amat kuat terhadap Islam.
4. Setelah melihat kesiapan masyarakat Madinah, yang tampak pada masuk Islamnya pembesar-pembesar Auz dan Khazraj serta terbentuknya opini umum tentang Islam yang lahir dari kesadaran umum pada penduduk Madinah, Nabi saw meminta mereka untuk menemui Beliau saw pada musim haji.
5. Melakukan Baiat aqabah II
Bai’at ‘Aqabah II –bai’at yang menandai terjadinya penyerahan kekuasaan di Madinah– adalah realitas yang dipersiapkan untuk pembentukan opini umum membela Islam dengan kekuatan. Artinya, Madinah dipersiapkan sedemikian rupa hingga Islam diterima oleh mayoritas penduduk Madinah dan menjadi opini umum yang mampu mendominasi penganut-penganut agama lain di Madinah. Tidak hanya itu saja, opini umum tersebut juga ditujukan agar masyarakat Madinah siap membela kepemimpinan baru –yakni kepemimpinan Rasulullah saw. Artinya, opini umum di sana dipersiapkan begitu rupa hingga masyarakat Madinah siap menerima kepemimpinan gerakan Nabi saw. Opini umum untuk membela Islam tersebut lahir dari kesadaran umum mayoritas masyarakat Madinah dan pembesar-pembesarnya atas hakekat Islam dan atas Rasulullah saw dalam kapasitasnya sebagai Nabi dan pemimpin takattul shahabat.
6. Hijrah Ke Madinah dan menerapkan hukum-hukum Islam
Siapa Ahlun-Nushroh?
Ahlun Nushrah atau disebut juga Ahlul Quwwah artinya adalah al-qadirun ‘ala i’tha’ al-hukm, yaitu orang-orang yang berkemampuan untuk memberikan kekuasaan. Mereka bisa jadi adalah orang-orang yang sedang memegang kekuasaan, misalnya presiden atau panglima militer, atau bisa jadi tidak sedang memegang kekuasaan, namun memiliki pengaruh yang kuat kepada masyarakat, misalnya kepala kabilah, pimpinan partai politik, dsb (Abu Al-Harits, Thalab an-Nushrah, hlm. 1; M. Muhsin Radhi, Hizb at-Tahrir Tsaqafatuhu wa Manhajuhu, hlm. 312).
Berdasarkan Sirah Nabi saw., dapat disimpulkan beberapa poin penting terkait Ahlun Nushrah.
1. Ahlun Nushrah haruslah sebuah kelompok (jama’ah), bukan individu.
2. Ahlun Nushrah haruslah kelompok yang kuat, yakni berkemampuan menyerahkan kekuasaan, termasuk mampu mempertahan-kan Khilafah kalau sudah berdiri.
3. Ahlun Nushrah wajib orang-orang Muslim, tak boleh non-Muslim.
4. Ahlun Nushrah haruslah orang-orang yang mendukung syariah dan Khilafah, bukan orang yang memusuhi Islam seperti kaum sekular, liberal, dsb.
5. Ahlun Nushrah harus berada sepenuhnya di bawah kendali partai politik yang mereka dukung, bukan menjadi kekuatan terpisah di luar control.
6. Ahlun Nushrah tidak dibenarkan meminta kompensasi atau konsesi tertentu sebagai imbalan melakukan thalabun-nushrah, misalnya meminta jabatan tertentu setelah Khilafah berdiri.
7. Ahlun Nushrah disyaratkan tidak terikat dengan perjanjian internasional yang bertentangan dengan dakwah, sementara mereka pun tak mampu melepaskan diri dari perjanjian internasional itu.
Thalabun-nushroh di Masa Kini
Thalabun-nushroh sebagaimana yang dicontohkan Nabi saw juga senantiasa relevan di masa kini. Karena thalabun-nushroh adalah satu-satunya metode yang beliau contohkan dalam upaya menegakkan khilafah. Mentauladani metode beliau dalam berdakwah merupakan implementasi kecintaan kita kepada Allah SWT. Saat menafsiri surah ali ‘Imron ayat ke-31, al hafidz Imam Ibnu Katsir menyatakan:
هذه الآية الكريمة حاكمة على كل من ادعى محبة الله، وليس هو على الطريقة المحمدية فإنه كاذب في دعواه في نفس الأمر، حتى يتبع الشرع المحمدي والدين النبوي في جميع أقواله وأحواله، كما ثبت في الصحيح عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه قال: "مَنْ عَمِلَ عَمَلا لَيْسَ عليه أمْرُنَا فَهُوَ رَدُّ" (تفسير القرآن العظيم لإبن كثير ج.2 ص. 32)
Hanya saja aktivitas thalabun-nushrah adalah aktivitas yang khusus dan rahasia. Sebab, tabiat thalabun-nushrah memang hanya menghendaki keterlibatan sejumlah kecil orang saja, bukan banyak orang (M. Muhsin Radhi, Hizb at-Tahrir Tsaqafatuhu wa Manhajuhu, hlm. 312).
Tugas kita adalah mempersiapkan suasana nushroh, yaitu mewujudkan kesadaran umum sehingga terbentuk opini umum. Yang dimaksud dengan opini umum pada konteks sekarang adalah, adanya keinginan untuk diatur dan diperintah oleh kekuasaan Islam pada mayoritas kaum Muslim yang ada di sebuah negeri yang layak dilakukan thalabun nushrah. Keinginan tersebut juga harus muncul pada diri ahlu al-quwwah –panglima perang, pemimpin kabilah, dan lain sebagainya–, dan tidak cukup hanya muncul pada mayoritas kaum Muslim belaka.
Adapun yang dimaksud dengan kesadaran umum (wa’y al-’âm) adalah kesadaran umum terhadap beberapa hal; (1) tentang Islam, terutama pemikiran tentang Khilafah dan kekuasaan; (2) permusuhan dan upaya-upaya penyesatan yang dilakukan kaum kafir untuk menghalang-halangi tegaknya Khilafah, (3) umat tidak akan pernah bisa melepaskan diri dari problematikanya, kecuali jika mereka mampu membebaskan dirinya dari pemerintahan yang menerapkan hukum-hukum kufur, dan (4) kesadaran terhadap tipu daya dan permainan politik kaum kafir untuk memalingkan umat dari jalan yang benar. Dalam konteks inilah maka upaya edukasi kepada umat akan urgensinya syariah dan khilafah sebagai solusi persoalan umat mesti disampaikan secara terang-terangan dan terbuka.
Disinilah peran dan tanggung jawab besar yang dipikul oleh para ulama, yaitu memberikan penyadaran kepada umat sehingga terbentuk kesadaran umum yang mengarahkan terwujudnya opini umum hingga umat siap bahu membahu, bekerja siang dan malam, mengorbankan apa yang bisa mereka korbankan untuk perjuangan yang mulia ini. Hingga datangnya pertolongan Allah dengan tegaknya Khilafah.
وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ (4) بِنَصْرِ اللَّهِ يَنْصُرُ مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ
Wallahu ‘alam bi shawab
Al Faqiir ila Allah: Wahyudi Abu Syamil Ramadhan
Banjarmasin, 27 Dzul Qa’dah 1432 H/26 Oktober 2011
Disampaikan pada diskusi tokoh terbatas
Minggu, 09 Oktober 2011
DEFINISI JIHAD
Jihad adalah mengerahkan segenap usaha untuk berperang di jalan Allah baik secara langsung maupun dengan bantuan harta, pandangan, ataupun mobilisasi pasukan, dsb. Dengan kata lain jihad adalah berperang untuk meninggikan kalimat Allah. Yang dimaksud berjihad dengan pandangan (ar-ra’yu) adalah jika berkaitan secara langsung dengan perang di jalan Allah. Jika tidak berkaitan secara langsung dengan perang maka tidak disebut jihad secara syar’ie. Meskipun terdapat kesulitan ataupun berimplikasi pada manfaat-manfaat yang dapat meninggikan kalimat Allah. Karena pengertian jihad secara syar’ie hanya terbatas pada makna perang dan yang berkaitan secara langsung dengan perang. Serupa dengan ar-ra’yu adalah tulisan, khutbah/pidato yang berkaitan secara langsung dengan perang, seperti pidato untuk membakar semangat jihad pasukan atau tulisan yang memompa semangat pasukan untuk memerangi musuh, selain itu tidak disebut jihad.
Oleh karena itulah maka memerangi ahlul bughah yang membangkang pada khalifah, perjuangan politik (al kifaah as-siyasiy), bekerja mencari nafkah, memerangi hawa nafsu, melawan penguasa muslim yang dhalim dan mengoreksinya (muhasabah al hukkam) tidaklah disebut sebagai jihad ditinjau dari makna syar’ie. Jikapun disebut jihad maka maksudnya adalah jihad dalam makna bahasa. Meskipun pahala melakukan aktivitas-aktivitas tadi sungguhlah besar dan faidahnya bagi kaum muslimin juga besar lagi agung. Akan tetapi masalahnya bukan pada besarnya kesulitan yang didapat, bukan pula besarnya manfaatnya akan tetapi dikembalikan pada makna syar’ie yang menjelaskan pengertian jihad, yaitu perang dan seluruh aktivitas yang berkaitan dengannya secara langsung seperti pendapat (ar-ra’yu), pidato, tulisan, strategi, dsb.
Diterjemahkan dengan bebas dari kitab Al Jihad fil Islam hal.7
Pembahasan ini ditulis untuk menjawab pertanyaan saudara Umar
Banjarmasin, 9 Oktober 2011
Wahyudi Abu Syamil
HANYA DENGAN KHILAFAH PALESTINA AKAN MERDEKA
Pendahuluan
Setelah melalui perdebatan dan tarik ulur yang cukup alot, termasuk ancaman penghentian bantuan dari AS , akhirnya Mahmoud Abbas , Pemimpin otoritas Palestina mengajukan permohonan pengakuan kemerdekaan Palestina pada Sidang Umum PBB (23/9/2011). Tidak hanya itu Mahmoud Abbas juga ‘mengemis’ agar Palestina diterima menjadi anggota PBB yang ke-194. Meski dibayang-bayangi veto dari negara pimpinan Barack Obama, dukungan mengalir dari 126 negara-negara anggota tetap DK PBB, negara-negara arab, tidak terkecuali Indonesia. Dalam siaran pers, Kamis (15/9), Menlu Marty Natalegawa menyatakan: “…Indonesia akan menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina dan masuknya Palestina menjadi anggota PBB”. Tulisan ini mencoba memotret dan mengetahui keefektifan perjuangan rakyat Palestina untuk mendapatkan kemerdekaan melalui jalur diplomasi dan menemukan solusi komprehensif lagi efektif bagi masalah palestina.
Jalan Buntu Jalur Diplomasi
Pada Sidang Majelis Umum PBB 23 September 2010 Obama menjanjikan Palestina akan diterima dalam keanggotaan PBB. Dia menyatakan: “Bila kita berkumpul lagi di sini tahun depan, sudah ada kesepakatan mengenai suatu anggota baru Perserikatan Bangsa-Bangsa--negara Palestina yang merdeka dan berdaulat, hidup berdampingan secara damai dengan Israel." Selain maneuver politik untuk meningatkan popularitas Mahmoud Abbas dimata rakyat Palestina, nampaknya bualan dari si pembohong besar inilah yang menjadikan pimpinan otoritas Palestina ini masih menaruh harapan bagi kemerdekaan rakyat palestina melalui jalur diplomasi.
Namun apa sikap AS sekarang? Seperti biasanya si pembohong besar Obama kembali berbohong. Alih-alih menepati janjinya. AS mengancam akan menghentikan bantuan dana sebesar 200 juta dolar AS jika Palestina tetap ngotot ingin menjadi anggota PBB. AS juga telah melobi lebih dari 70 negara untuk menentang pengakuan Palestina di PBB. Mereka beralasan hal ini akan menimbulkan ketidakstabilan di kawasan. AS beranggapan pengakuan negara Palestina dari PBB baru bisa terjadi setelah adanya kesepakatan dengan Israel, termasuk mengenai isu perbatasan. AS bersikukuh melanjutkan perundingan perdamaian kedua negara, nyatanya perundingan mandek karena Israel melanggar kesepakatan tidak membangun pemukiman Yahudi di wilayah Palestina.
Seperti biasanya juga AS berencana menggunakan hak vetonya. Perdana menteri Israel benyamin Netanyahu mengungkapkan, "Upaya Palestina untuk meraih dukungan dari PBB akan gagal, setelah Amerika Serikat (AS) berniat untuk memveto dukungan itu," jelas Netanyahu seperti dikutip MENAFN, Senin (19/9/2011). Tercatat sejak tahun 1972 sampai tahun 2009, sudah lebih dari 68 resolusi PBB yang berhubungan dengan eksistensi Israel di Palestina diveto Amerika.
Semestinya para penguasa kaum muslimin belajar dari sejarah agar tidak terjatuh pada lubang yang sama. Tapi kenyataannya mereka telah terjatuh pada lubang yang sama, tidak hanya dua kali tapi sudah berulang kali. Semestinya mereka sadar bahwa PBB tidak lebih sebuah alat untuk memuluskan kepentingan-kepentingan sekelompok negara. Semestinya mereka sadar bahwa PBB adalah ‘bidan’ yang melahirkan Negara Isreal sekaligus yang ‘mengaborsi’ hak rakyat Palestina.
Tentu kita tidak akan pernah lupa, bahwa pada 29 September 1947, PBB mengeluarkan resolusi nomor 181 yang kemudian menjadi titik awal legitimasi Israel atas hak tanah Palestina. PBB membagi Palestina menjadi dua wilayah; antara Yahudi dan Arab. Resolusi yang sangat tidak adil karena mempersilahkan maling mencaplok kue pemiliknya dengan membagi dataran suci itu antara 43% bagi muslim Palestina dan 53% untuk bangsa bengis Yahudi. Dan dari Resolusi PBB No. 181 itulah mereka mengantarkan David Ben Gourion untuk memproklamirkan negara Yahudi dengan Ideologi zionisme sebagai asasnya pada 14 Mei tahun 1948.
PBB adalah satu-satunya lembaga yang gemar mengoleksi resolusi. Ya sekali lagi, resolusi! Resolusi yang hanya bisa mengecam, mengkritik, mengutimatum Zionis Laknatullah tanpa ada realisasi berarti. Seperti Resolusi 106: The Palestine Question (29 Maret 1955) yang 'mengutuk' serangan israel untuk Gaza. Resolusi 111 yang 'mengutuk' Israel karena serangan di Suriah yang menewaskan lima puluh enam orang". Resolusi 162yang 'mendesak' Israel untuk mematuhi keputusan PBB". Atau Resolusi 237 yang lagi-lagi hanya meminta Israel untuk mengizinkan kembalinya pengungsi Palestina tahun 1967 dan masih banyak lagi. Maka melihat resolusi-resolusi itu Israel tetap bergeming.
Melanggar relosuli PBB bagi Israel adalah hal yang remeh. Jangankan resolusi buatan manusia hukum Allah saja yang jelas-jelas hukum tertinggi di muka bumi mereka langgar bahkan para Nabi utusan Allah pun mereka tidak segan untuk membunuhnya. Allah berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِآَيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّينَ بِغَيْرِ حَقٍّ وَيَقْتُلُونَ الَّذِينَ يَأْمُرُونَ بِالْقِسْطِ مِنَ النَّاسِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
"Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para Nabi tanpa alasan yang benar, dan membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil, maka gembirakanlah mereka dengan siksa yang pedih". (QS. Ali ‘Imran [3]: 21)
Berharap pada PBB tidak lebih seperti berharap belas kasihan pada pimpinan mafia saat ada anggota mafia tersebut merampas hak dan kehormatan kita. Jelas mereka tetap tidak akan bergeming. Karena telah jelas kebencian dari mulut-mulut mereka, dan kebencian yang ada di dada-dada mereka lebih besar lagi. Allah berfirman:
قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآَيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ
Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya (QS: Ali ‘Imron [3]: 118
Haram Hukumnya bergabung dalam PBB
Dalam kitab muqaddimah ad-dustur aw al- asbaabu al-mujibatu lahu pada bagian yang kedua pada pasal yang ke-191 disebutkan:
المنظمات التي تقوم على غير أساس الإسلام، أو تطبيق أحكام غير أحكام الإسلام، لا يجوز للدولة أن تشترك فيها، وذلك كالمنظمات الدولية مثل هيئة الأمم، ومحكمة العدل الدولية، وصندوق النقد الدولي، والبنك الدولي. وكالمنظمات الإقليمية مثل الجامعة العربية
(Pada) organisasi-organisasi yang berdiri dengan asas yang tidak Islami atau menerapkan hukum yang tidak Islami maka Negara khilafah tidak boleh bergabung di dalamnya. Baik organisasi-organisasi internasional seperti PBB, Pengadilan Internasional, IMF, Bank Dunia, maupun organisasi-organisasi regional seperti Liga Arab. (Muqaddimah ad-dustur aw al- asbaabu al-mujibatu lahu juz 2 hal. 210-211)
Mengapa haram bergabung dengan oranisasi-organisasi semacam ini? Karena organisasi ini berasaskan ideologi dan sistem kapitalislisme yang kufur. Terlebih organisasi-organisasi ini hanyalah alat yang digunakan oleh Negara-negara besar untuk melanggengkan kepentingan politik-ekonomi mereka. Bergabungnya negeri muslim kedalam lembaga seperti ini adalah langkah untuk memuluskan tercapainya kepentingan mereka. Jelas hal ini adalah sesuatu yang dimurkai Allah SWT, karena Allah saja tidak pernah memberikan jalan kepada orang kafir untuk menguasai orang-orang beriman. Allah berfiman:
وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا
dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman (QS: An-Nisa [4]:141)
Lafazd sabiila dalam ayat di atas berupa isim nakirah. Sedang ayat ini di awali dengan huruf lan (huruf nashab yang berfungsi menafikan). Dalam kaidah penafsiran al-quran disebutkan:
إذا وقعت النكرة في سياق النفي أو النهي أو الشرط أو الاستفهام دلت على العموم
jika isim nakirah terletak pada susunan penafian, larangan, syarat, atau tanya maka isim nakirah tersebut menunjukkan konotani umum. (Qawa’idul hisan fi tafsiril qur’an karya Syaikh Abdurrhaman as sa’di hal. 9)
Lafadz sabiila dalam ayat di atas adalah lafazd umum. Sehingga jalan apapun yang dapat menghantarkan pada penguasaan orang kafir terhadap kaum muslimin hukumnya haram.
Dalil lain haramnya berharap pada PBB adalah firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَتُرِيدُونَ أَنْ تَجْعَلُوا لِلَّهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا مُبِينًا
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?" (QS An Nisaa':144)
Jihad dan Khilafah Solusinya
Solusi bagi masalah Palestina bukanlah dengan mengemis kemerdekaan pada PBB atau AS . Apalagi pelanggaran terhadap puluhan resolusi PBB sejatinya menunjukkan bahwa Israel dan pendukungnya AS hanya mengerti bahasa perang. Maka jihad akbar adalah jawaban atas sikap bebal dan congkak yang dipertontonkan keduanya. Jihad adalah afdholul ‘amal sekaligus solusi jitu untuk mengembalikan kedaulatan bumi mi’raj ini.
Sudah semestinya para penguasa kaum muslmin memiliki sedikit keberanian untuk mengirimkan tentaranya dan persenjataan militer yang mereka miliki untuk memusnahkan bangsa keturunan kera, Yahudi laknatullah. Jika AS berada di kubu Israel maka yakinlah dengan pertolongan Allah dan potensi yang besar yang Allah berikan kepada negeri-negeri kaum muslimin. Kekuatan militer negeri-negeri muslim jika digabungkan hampir mencapai 6 juta personil atau 1/2 juta lebih banyak daripada yang dimiliki anggota tetap dewan keamanan PBB. AS yang bertindak sebagai polisi dunia hanya memiliki 1,5 juta personil militer aktif, Rusia 1 juta, Cina 2 juta, dan 2 anggota permanen Dewan Keamanan PBB lainnya yaitu Prancis dan Inggris masing-masing hanya memiliki kurang dari ½ juta personil militer aktif.
Selain itu, dunia Islam memegang monopoli cadangan minyak dunia, yakni sekitar 72% dari cadangan minyak dunia. Sehingga dengan potensi ini saja, cukup dengan embargo minyak maka jet-jet tempur milik AS akan mogok, tank-tank mereka tidak dapat beroperasi, dst.
Namun jika kalian engan mengobarkan jihad, maka kami akan mengobarkan ‘jihad’ untuk menggantikan kalian dengan seorang pemimpin yang dibaiat umat untuk menerapkan syariat Islam dan mengobarkan jihad untuk membebaskan negeri-negeri Islam. Dialah khalifah dengan sistem khilafah. Khilafah yang akan berdiri dalam waktu yang tidak lama lagilah yang akan menhimpun segenap potensi yang dimiliki negeri-negeri Islam. dengan demikian khilafah akan menjadi Negara adidaya dalam waktu yang singkat. Dan mengenyahkan bangsa Israel hanya soal waktu saja . Nabi bersabda:
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ فَيَقْتُلَهُمْ الْمُسْلِمُونَ حَتَّى يَخْتَبِئَ الْيَهُودِيُّ وَرَاءَ الْحَجَرِ أَوْ الشَّجَرَةِ فَيَقُولُ الْحَجَرُ أَوْ الشَّجَرُ يَا مُسْلِمُ يَا عَبْدَ اللَّهِ هَذَا يَهُودِيٌّ خَلْفِي فَتَعَالَ فَاقْتُلْهُ إِلَّا الْغَرْقَدَ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرِ الْيَهُودِ
"Tidak akan terjadi hari kiamat sehingga kalian memerangi orang-orang Yahudi, kaum muslimin akan memerangi mereka sehingga ada seorang yahudi bersembunyi di balik batu atau pohon, lalu batu atau pohon tersebut berkata; 'Wahai muslim, wahai hamba Allah, ini ada seorang yahudi bersembunyi di belakangku, kemari dan bunuhlah ia, ' kecuali pohon gharqad, karena ia adalah pohon yahudi." (HR. Ahmad no. 9029)
Dan palestina akan menjadi negeri yang damai bahkan menjadi salah satu kota yang menjadi pusat Negara khilafah. Ibn Hawalah menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah berkata:
لَتُفْتَحَنَّ لَكُمْ الشَّامُ ثُمَّ لَتُقْسَمَنَّ لَكُمْ كُنُوْزُ فَارِسِ وَالرُّوْمِ وَلَيَكُوْنَنَّ ِلأَحَدِكُمْ مِنَ الْمَالِ كَذَا وَكَذَا حَتَّى إِنَّ أَحَدَكُمْ لِيُعْطَى مِائَةَ دِيْنَارٍ فَيَتَسَخَطَهَا ثُمَّ وَضَعَ يَدَهُ عَلَى رَأْسِى فَقَالَ يَا اِبْنَ حَوَالَةَ إِذَا رَأَيْتَ الْخِلاَفَةَ قَدْ نَزَلَتِ اْلأَرْضَ الْمُقَدَّسَةَ فَقَدْ أَتَتْ الْزَلاَزِلُ وَالسَّلاَسِلُ وَاْلبَلاَبِلُ وَالْفِتَنُ وَاْلأُمُوْرُ اْلعِظاَمُ وَالسَّاعَةُ أَقْرَبُ إِلَى النَّاسِ مِنْ يَدِي هَذِهِ إِلَى رَأْسِكَ
“Sungguh Syam akan ditaklukan untuk kalian. Kekayaan Persia dan Roma akan dibagikan kepada kalian. Kemudian salah seorang dari kalian akan memiliki harta begini dan begini hingga salah seorang akan diberi harta seratus dinar, tetapi ia marah karenanya.” Kemudian Beliau meletakkan tangannya di kepalaku dan bersabda, “Jika engkau telah melihat Khilafah menempati tanah yang disucikan (Palestina) maka akan datanglah saatnya banyak gempa, guncangan, fitnah dan perkara-perkara besar. Saat itu Kiamat lebih dekat dari manusia daripada tanganku ini dari kepalamu.” (HR Ahmad, Abu Dawd, ath-Thabrani, al-Hakim, al-Baihaqi dan adh-Dhiya).
Al Faqiir ila Allah Wahyudi Abu Syamil Ramadhan
Banjarmasin, 9 Oktober 2011
Langganan:
Postingan (Atom)