Selasa, 26 April 2011
Bagaimana hukumnya guru perempuan menjadi iman sholat anak-anak TK yang di dalamnya ada anak laki-laki? (Anto, Yogyakarta)
Telah terjadi perbedaan pendapat mengenai hal ini. Jumhur ulama menyatakan terlarang (haram) seorang perempuan menjadi imam bagi laki-laki, baik laki-laki tersebut telah baligh maupun belum baligh (anak-anak). Imam Nawawi asy Syafi’i menyatakan:
واتفق أصحابنا –أي الشافعية- على أنه لا يجوز صلاة رجل بالغ ولا صبي خلف امرأة ، وسواء في منع إمامة المرأة للرجال صلاة الفرض والتراويح وسائر النوافل ، هذا مذهبنا ومذهب جماهير العلماء من السلف والخلف رحمهم الله ، وحكاه البيهقي عن الفقهاء السبعة فقهاء المدينة والتابعين وهومذهب مالك وأبي حنيفة وسفيان وأحمد وداود.
Sahabat-sahabat kami (Ulama Mazdhab Syafi’i) telah sepakat bahwa tidak boleh laki yang baligh dan anak-anak sholat dibelakang (bermakmum) pada perempuan. Larangan perempuan memjadi imam bagi laki-laki berlaku baik untuk sholat wajib, tarawih, dan seluruh sholat sunat. Ini adalah mazdhab (pendapat) kami dan pendapat mayoritas ulama baik salaf maupun khalaf -semoga Allah mengasihi mereka-. Imam Baihaqi menceritakan dari ahli fikih yang tujuh yakni ahli fikih Madinah, tabi’in, demikian pula ini merupakan pendapat Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Sufyan ats Tsauri, Imam Ahmad, dan Dawud. (Al Majmu’ Syarhul Muhadzdzab li an-Nawawi 4/136)
Imam asy Syafi’I rahimahullahu menyatakan:
وإذا صلت المرأة برجال ونساء وصبيان ذكور فصلاة النساء مجزأة وصلاة الرجال والصبيان الذكور غير مجزأة لأن الله عز وجل جعل الرجال قوامين على النساء ، وقصرهن عن أن يكن أولياء، ولا يجوز أن تكون امرأة إمام رجل في صلاة بحال أبدا
Jika seorang perempuan mengimami laki-laki, wanita, dan anak-anak laki-laki, maka sholat perempuan (makmumah) sah, sedangkan sholat laki-laki, dan anak laki-laki (belum baligh) tidak sah. Alasannya karena Allah ‘azza wa jalla menjadikan laki-laki sebagai pemimpin para wanita meskipun mereka lebih mulia, tidak boleh (haram) hukumnya menjadikan perempuan sebagai imam bagi laki-laki dalam sholat dalam kondisi apapun (Al Umm li asy-Syafi’i 1/145)
Syaikh Mahmud abdul latif uwaidhah juga menyatakan:
ولم يَرِدْ أن امرأة قد أمَّت الرجال، فتُقتصر إمامة المرأة على النساء فحسب
Tidak ada dalil yang menceritakan bahwa perempuan (diperbolehkan) mengimami kaum lelaki. Oleh karena itu seorang perempuan diangkat sebagai imam, terbatas untuk kaum wanita saja (Jami’li ahkamis ash-shalah 2/489)
Sebagian ulama yang lain menyatakan bolehnya perempuan menjadi imam bagi anak laki-laki. Di antara Imam al Muzaniy, Abu Tsaur, dan ath Thabari. Hanya saja mereka hanya membolehkannya untuk shalat tarawih itupun dengan syarat tidak ada yang lebih baik hafalan al qurannya (Nailul authar li asy-Syaukani 3/173, Subulus salam li ash-shan’ani 2/357). Sedangkan Iman Syaukani dan Imam Shan’ani menyatakan bolehnya wanita menjadi imamah bagi anak laki-laki tanpa membatasi hanya untuk shalat tarawih saja. Landasan dalilnya adalah hadist dari Ummu Waraqah, ia berkata:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهَا أَنْ تَؤُمَّ أَهْلَ دَارِهَا
Sesungguhnya Nabi saw, memerintahkan ummu waraqah untuk menjadi imam bagi pnghuni rumahnya (HR Abu Dawud, ad-Daruquthni, al hakim, dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)
Menurut Imam Syaukani, Latar belakang hadist ini adalah ketika Nabi saw berangkat menuju perang Badar. Ummu Waraqah bertanya: apakah engkau mengizinkan aku untuk turut bersamamu? Kemudian Nabi memerintahkannya untuk menjadi imam bagi penghuni rumahnya dan menjadikannya seorang mu’adzin yang mengumandangkan adzan untuknya, termasuk yang bermakmum padanya (ummu waraqat) adalah anak laki-laki dan perempuannya (Nailul authar li asy-Syaukani 3/173, Subulus salam li ash-shan’ani 2/357).
Menurut kami pendapat yang lebih kuat –wallahu ‘alam- adalah pendapat yang membolehkan dengan alasan dalil yang digunakan jumhur adalah dalil umum sedangkan pendapat yang membolehkan dibangun berdasarkan dalil khusus, yaitu kebolehan wanita menjadi imamah bagi penghuni rumahnya temasuk anak laki-laki. Padahal kaidah menyatakan: أن الخاص مقدم على العام artinya: al khas didahulukan/diutamakan atas al ‘aam
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa boleh hukumnya guru perempuan menjadi imamah bagi siswa TK laki-laki. Wallahu ‘alam bishowab.
Yogyakarta, 23 April 2011
Wahyudi Abu Syamil Ramadhan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar