Selasa, 03 Januari 2012
Wawancara Serambi Ummah
Tentang pergantian kelamin baik perempuan ke laki laki kini makin marak. Terutama yang terjadi si kota Kota Besar, lalu bagai mana di Kalsel? Untuk itu Serambi Ummah menghubungi Gugus Tugas Ulama HTI Kalsel, Wahyudi Ibnu Yusuf M.Pd
+Bagai mana fakta ganti kelami ini di Kalsel?
Ganti jenis kelamin secara medis dilakukan dengan operasi. Operasi ganti kelamin ini sudah banyak dilakukan di beberapa daerah. Setahu saya di Kalsel juga pernah dilakukan. Mengenai data lengkapnya saya belum memiliki.
+ Apa faktor yang menyebabkan seseorang menganti kelaminnya?
Ada dua factor utama, faktor bawaan dan faktor lingkungan. Faktor bawaan yang saya maksud adalah seseorang sejak lahir telah memiliki alat kelamin dan alat reproduksi ganda (laki-laki sekaligus perempuan). Sedang faktor lingkungan misalnya seorang anak laki-laki yang sejak kecil telah biasa memakai pakaian perempuan, mainan perempuan dan seterusnya dia merasa nyaman menjadi perempuan dan akhirnya memutuskan untuk menjadi perempuan. Faktor lingkungan ini juga bisa disebabkan trauma psikologis, misalnya seorang anak laki-laki yang melihat sosok ayahnya yang kasar, akhirnya dia benci laki-laki, akhirnya memilih berperilaku seperti perempuan selanjuntnya memutuskan untuk berganti kelamin.
+Lalu bagaimana hukumnya dalam Islam?
Hukum Islam mengenai ganti kelamin bebeda sesuai faktor yang mendasarnya. Bila Faktornya adalah faktor bawaan maka hukum operasi ganti kelamin untuk menentukan satu jenis kelamin tertentu hukumnya wajib. Mengapa? Karena Islam hanya mengenal dua jenis kelamin, laki-laki dan perempuan tidak ada jenis kelamin ketiga misalnya tidak laki-laki dan tidak perempuan atau laki-laki sekaligus perempuan. Kejelasan jenis kelamin ini adalah sesuatu yang sangat penting dalam Islam karena akan berkaitan dengan banyak hukum Islam, misalnya pentuan imam dan makmun shalat, posisi shaf shalat, hukum-hukum pergaulan, pernikan, perwalian, pembagian waris, dan sebagainya. Jika dengan operasi kelamin menjadi jelas pelaksaan hukum Islam atasnya maka operasi kelamin tersebut hukumnya wajib. Sesuai dengan kaidah fikih “tidak sempurna suatu kewajiban karena susuatu maka sesuatu itu hukumnya wajib”
Sedangkan operasi kelamin karena faktor kedua maka sepakat ulama bahwa hukumnya haram karena termasuk merubah ciptaan Allah (taghayyur khalqillah). Padahal mengubah ciptaan Allah termasuk bujuk rayu syaitan untuk menjerumuskan anak cucu nabi Adam. Sebagaimana firman Allah SWT. “dan akan aku (syaithan) suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merubahnya". Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata. (QS. An Nisa: 119). Padahal Allah SWT telah melaknat siapa saja yang merubah ciptaan-Nya. dari Ibrahim dari 'Alqamah dari Abdullah ia berkata, "Allah melaknat Al Wasyimaat (wanita yang mentato) dan Al Mutawatasyimaat (wanita yang meminta untuk ditato), Al Mutanammishaat (wanita yang mencukur alisnya), serta Al Mutafallijaat (merenggangkan gigi) untuk keindahan, mereka merubah-rubah ciptaan Allah. (HR. Bukhari no. 4507)
*Lalu bagaimana solusi Islam terhadap masalah ganti kelamin ini?
Islam mencegah seseorang ganti kelamin. Islam melarang laki-laki menyerupai perempuan dan sebaliknya. Nabi melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan sebaliknya (HR. Ahmad no. 5391). Yang maksud menyerupai dalam hadist ini adalah menyerupai dalam hal cara bicara, berpakaian, berjalan, dan bertingkah laku. Sehingga Islam tidak pernah membiarkan adanya kontes waria, pemilihan waria tercantik dsb. Bahkan Nabi saw dan diikuti para khalifah sesudahnya seperti Abu Bakar dan Umar bin Khaththab telah memberikan hukuman kepada waria dengan mengusir mereka. Untuk kontek sekarang hukumannya dengan diisolasikan agar tidak ditiru oleh yang lain.
Selain itu, secara Psilokogis kelainan perilaku laki-laki yang seperti perempuan dan sebaliknya ini dapat sembuhkan dengan terapi-terapi tertentu. Maka semestinya pemerintah menyediakan tempat rehabilitasi khusus bagi orang-orang yang mengalami kelainan psikologis ini.
Hukum-hukum Islam mengenai hal ini harus terus disosialisasikan. Jika telah disosialisasikan namun masih saja terjadi perlanggaran, maka pemerintah semestinya memberikan sanksi hukum yang tegas dan memberikan efek jera, tentunya sesuai hukum Islam yang ditetapkan diputuskan pemimpin.
(Nurholis Huda, Serambi Ummah)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar