Senin, 05 Desember 2011

TRANSPLANTASI ORGAN DALAM TINJAUAN FIKIH ISLAM
Wahyudi Ibnu Yusuf
Peengertian
Transplantasi organ (naqlu al a’dha) adalah pemindahan organ tubuh dari satu manusia kepada manusia lain, seperti pemindahan tangan, ginjal, dan jantung. Trans¬plantasi merupakan pemindahan sebuah organ atau lebih dari seorang manusia --pada saat dia hidup, atau setelah mati-- kepada manusia lain (Zallum, Hukmu asy Syar’I fil istinsaakh hal. 9)
Transplantasi Organ dari Tubuhnya sendiri
Penanaman organ/jaringan yang diambil dari tubuh ke daerah lain pada tubuh tersebut. Seperti, praktek transplantasi kulit dari suatu bagian tubuh ke bagian lain dari tubuhnya yang terbakar atau dalam kasus transplantasi penyumbatan dan penyempitan pembuluh darah jantung dengan mengambil pembuluh darah pada bagian kaki. Masalah ini hukumnya adalah boleh berdasarkan analogi (qiyas) diperbolehkannya seseorang untuk memotong bagian tubuhnya yang membahayakan keselamatan jiwanya karena suatu sebab. (Dr. Al-Ghossal, Naql wa Zar’ul A’dha (Transplantasi Organ) : 16-20, Dr. As-Shofi, Gharsul A’dha:126).
Transplantasi Organ Dari Donor Lain
1. Transplantasi Organ Dari Donor Yang Masih Hidup
Syara’ membolehkan menyumbangkan anggota tubuh seseorang kepada orang lain. Dalilnya adalah adanya kepemilikan dari penyumbang terhadap tubuhnya. Kepemilikan tersebut ditunjukkan dibolehkannya ia memberikan pemaafaan dalam kasus jinayat. Memaafkan kasus jinayat seperti pemotongan tangan atau pencongkelan mata, hakikatnya adalah tindakan menyumbangkan diyat. Sedangkan penyumbangan diyat itu berarti menetapkan adanya pemilikan diyat, yang berarti pula menetapkan adanya pemilikan organ tubuh yang akan disumbangkan dengan diyatnya itu. (Zallum, Hukmu asy Syar’I fil istinsaakh hal. 9)
Allah SWT berfirman:
فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ
"Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudara¬nya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kalian dan suatu rahmat." (QS. Al Baqarah : 178)
Hanya saja terdapat syarat yang mesti diperhatikan:
a. Organ yang disumbangkan bukan organ vital yang jika disumbangkan akan menimbulkan bahaya (dhoror) bagi donor. Termasuk organ vital misalnya: jantung, paru-paru, hati, kedua ginjal, dsb. Hal ini dikarenakan penyumbangan organ-organ tersebut akan mengakibatkan kematian pihak penyumbang, yang berarti dia telah membunuh dirinya sendiri. Padahal seseorang tidak dibolehkan membunuh dirinya sendiri atau meminta dengan sukarela kepada orang lain untuk membunuh dirinya. Allah SWT berfirman :
وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
"Dan janganlah kalian membunuh diri-diri kalian. Sesungguhnya Allah saying terhadap kalian" (QS. An Nisaa' : 29)
Allah SWT berfirman pula :
وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ
"...dan janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar." (QS. Al An'aam : 151)
Keharaman membunuh orang yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) ini mencakup membunuh orang lain dan membunuh diri sendiri. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah RA yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda :
مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِحَدِيدَةٍ فَحَدِيدَتُهُ فِي يَدِهِ يَتَوَجَّأُ بِهَا فِي بَطْنِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا وَمَنْ شَرِبَ سَمًّا فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ يَتَحَسَّاهُ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا وَمَنْ تَرَدَّى مِنْ جَبَلٍ فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ يَتَرَدَّى فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا
"Barangsiapa membunuh dirinya dengan sepotong besi, maka dengan besi yang tergenggam di tangannya itulah dia akan menikam perutnya dalam Neraka Jahanam secara terus-terusan dan dia akan dikekalkan di dalam Neraka. Barangsiapa membunuh dirinya dengan meminum racun maka dia akan merasai racun itu dalam Neraka Jahanam secara terus-terusan dan dia akan dikekalkan di dalam Neraka tersebut untuk selama-lamanya. Begitu juga, barangsiapa membunuh dirinya dengan terjun dari puncak gunung, maka dia akan terjun ke dalam Neraka Jahanam secara terus-terusan untuk membunuh dirinya dan dia akan dikekalkan dalam Neraka tersebut untuk selama-lamanya."
b. Organ yang disumbangkan bukan organ reproduksi yang jika disumbangkan akan menyebabkan kemandulan. Misalnya menyumbangkan kedua testis, indung telur, rahim, saluran rahim dsb. Imam Bukahri meriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud RA, dia berkata :
كُنَّا نَغْزُو مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ لَنَا نِسَاءٌ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَا نَسْتَخْصِي فَنَهَانَا عَنْ ذَلِكَ
"Kami dahulu pernah berperang bersama Nabi SAW sementara pada kami tidak ada isteri-isteri. Kami berkata, 'Wahai Rasulullah bolehkah kami melakukan pengebirian ?' Maka beliau melarang kami untuk melakukannya."
c. Organ yang disumbangkan tidak menimbulkan ketidakjelasan nasab. Misalnya menyumbangkan sebuah testis. Padahal pada testislah diproduksi sperma yang membawa sifat genetik tertentu. Sifat genetik inilah yang akan diturunkan dan berkolaborasi dengan sifat genetik yang ada pada sel telur. Dengan demikian sperma adalah penentu ayah biologis seorang anak. Misalkan testis dipindahkan maka ayah biologis dari anak yang dilahirkan adalah penyumbang testis tsb. Dengan demikian akan terjadi kekacauan nasab. Padahal Islam telah mengharamkan hal ini dan sebaliknya telah memerintahkan pemeliharaan nasab.
Imam Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, dia mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda :
مَنِ انْتَسَبَ إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ أَوْ تَوَلَّى غَيْرَ مَوَالِيهِ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
"Siapa saja yang menghubungkan nasab kepada orang yang bukan ayahnya, atau (seorang budak) bertuan (loyal/taat) kepada selain tuannya, maka dia akan mendapat laknat dari Allah, para malaikat, dan seluruh manusia."
Imam Ibnu Majah meriwayatkan pula dari Utsman An Nahri RA, dia berkata, "Aku mendengar Sa'ad dan Abu Bakrah masing-masing berkata,'Kedua telingaku telah mendengar dan hatiku telah menghayati sabda Muhammad SAW :
مَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ غَيْرُ أَبِيهِ فَالْجَنَّةُ عَلَيْهِ حَرَامٌ
"Siapa saja yang mengaku-ngaku (sebagai anak) kepada orang yang bukan bapaknya, padahal dia tahu bahwa orang itu bukan bapaknya, maka surga baginya haram."
Syarat selanjutnya adalah donatur menyumbangkan organnya dengan sukarela tanpa paksaan dan tidak boleh diperjual belikan, tranplantasi sebagai alternatif satu-satunya bagi penyembuhan penyakit pasien dan benar-benar darurat dan kemumgkinan keberhasilan transplantasi tersebut peluangnya optimis sangat besar. (Lihat hasil mudzakarah lembaga fiqh islam dari Liga Dunia Islam/Rabithah Alam Islami, edisi Januari 1985 M.)

2. Transplantasi Organ Dari Donor Yang Telah Meninggal
Ulama berbeda pendapat mengenai hukum transplantasi organ dari donor yang telah meninggal. Sebagian besar ulama seperti Syaikh Abdurahhaman bin as Sa’di , Syaikh Yusuf al Qardhawi serta beberapa lembaga fatwa memperbolehkan transplantasi jenis ini. Sedangkan sebagian ulama sperti Syeikh As-Sya'rowi (harian Alliwa edisi 226, 27/6/1407), Al-Ghomari (dalam bukunya ttg. haramnya transplantasi), Assumbuhli (Qodhoya fiqhiyyah mu'ashiroh, hal.27), Syaikh Abdul Qadim Zallum mengharamkannya. Pangkal perbedaan mereka adalah apakah seorang yang telah meninggal masih memiliki hak atas jenazahnya dan hukum kehormatan mayat. Menurut Syaikh ‘Abdul Qadim Zallum meninggalnya seseorang menjadi sebab hilangnya kepemilikan terhadap tubuhnya. Tidak pula ahli warisnya. Dengan demikian seseorang tidak boleh seseorang mewasiatkan organ tubuhnya. Terlebih ahli warisnya juga tidak memiliki hak untuk mendonorkannya. Termasuk dalam hal ini adalah dokter ataupun Negara tempat dia tinggal. Maka haram hukumnya jika ada Negara yang melegislasi UU mengenai bolehnya transplantasi organ mayat.
Mengenai kemubahan mewasiatkan sebagian hartanya, kendatipun harta bendanya sudah di luar kepemili¬kannya sejak dia meninggal, hal ini karena Asy Syari' (Allah) telah mengizinkan seseorang untuk mewasiatkan seba¬gian hartanya hingga sepertiga tanpa seizin ahli warisnya. Jika lebih dari sepertiga, harus seizin ahli warisnya. Adanya izin dari Asy Syari' hanya khusus untuk masalah harta benda dan tidak mencakup hal-hal lain
Mengenai hak ahli waris, maka Allah SWT telah mewaris¬kan kepada mereka harta benda si mayit, bukan tubuhnya. Dengan demikian, para ahli waris tidak berhak menyumbangkan salah satu organ tubuh si mayit, karena mereka tidak memi¬liki tubuh si mayit, sebagaimana mereka juga tidak berhak memanfaatkan tubuh si mayit tersebut.
Adapun hukum kehormatan mayat dan penganiayaan terha¬dapnya, maka Allah SWT telah menetapkan bahwa mayat mempun¬yai kehormatan yang wajib dipelihara sebagaimana kehormatan orang hidup. Dan Allah telah mengharamkan pelanggaran terha¬dap kehormatan mayat sebagaimana pelanggaran terhadap kehor¬matan orang hidup. Allah menetapkan pula bahwa menganiaya mayat sama saja dosanya dengan menganiaya orang hidup.
Diriwayatkan dari A'isyah Ummul Mu'minin RA bahwa Rasulullah SAW bersabda :
كَسْرُ عَظْمِ الْمَيِّتِ كَكَسْرِهِ حَيًّا
"Memecahkan tulang mayat itu sama dengan memecahkan tulang orang hidup." (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Hibban).

Imam Ahmad meriwayatkan dari 'Amar bin Hazm Al Anshari RA, dia berkata,"Rasulullah pernah melihatku sedang bersandar pada sebuah kuburan. Maka beliau lalu bersabda :
لا تؤذ صاحب القبر
"Janganlah kamu menyakiti penghuni kubur itu !"
Tindakan mencongkel mata mayat, membedah perutnya untuk diambil jantungnya, atau ginjalnya, atau hatinya, atau paru-parunya, untuk ditransplantasikan kepada orang lain yang membutuhkannya, dapat dianggap sebagai mencincang mayat. Padahal Islam telah melarang perbuatan ini. Imam Bukhari telah meriwayatkan dari Abdullah bin Zaid Al Anshari ra, dia berkata:
نهى النبي صلى الله عليه و سلم عن النُهْبَى والمُثْلَة
"Rasulullah SAW telah melarang (mengambil) harta hasil rampasan dan mencincang (mayat musuh)."
Dengan demikian transplantasi organ terhadap mayat hukumnya haram karena tindakan membedah mayat untuk diambil organnya termasuk pelanggaran dan penganiyayaan terhadap kehormatan mayat.
Keadaan Darurat
Bolehkah alasan darurat menjadi dalil dibolehkannya transplantasi organ dari orang yang telah meninggal?
Darurat adalah kondisi dimana seseorang tidak mungkin hidup tanpa melakukan sesuatu yang dapat menyelamatkan dirinya. Meskipun Sesuatu yang dia lakukan hukum asalnya adalah haram, misalnya memakan daging babi.
Apakah boleh mengqiyas kebolehan transplantasi organ dari mayat dengan alasan darurat? Jika organ yang ditranpantasi bukan organ vital yang sangat dibutuhkan penerima donor, misalnya sebuah ginjal (karena hanya ginjalnya yang satu masih sehat) maka jelas fakta ini tidak termasuk dalam hukum darurat. Sehingga transplantasi dalam kondisi ini hukumnya haram. Sedang jika yang diperlukan adalah organ vital yang sangat menentukan kehidupannya, maka perlu ditinjau:
Pertama, 'Illat yang terdapat pada masalah cabang (trans¬plantasi) --yaitu menyelamatkan dan mempertahankan kehidu¬pan-- tidak selalu dapat dipastikan keberadaannya, berbeda halnya dengan keadaan darurat. Sebab, tindakan orang yang terpaksa untuk memakan makanan yang diharamkan Allah SWT, secara pasti akan menyelamatkan kehidupannya. Sedangkan pada transplantasi jantung, hati, dua paru-paru, atau dua ginjal, tidak secara pasti akan menyelamatkan kehidupan orang pene-rima organ. Kadang-kadang jiwanya dapat diselamatkan dan kadang-kadang tidak. Ini dapat dibuktikan dengan banyak fakta yang terjadi pada orang-orang yang telah menerima transplantasi organ. Karena itu, 'illat pada masalah cabang (transplantasi) tidak terwujud dengan sempurna.
Kedua, Ada syarat lain dalam syarat-syarat masalah cabang dalam Qiyas, yaitu pada masalah cabang tidak dibenarkan ada nash lebih kuat yang bertentangan dengannya (ta'arudl raa¬jih), yang berlawanan dengan apa yang dikehendaki oleh 'illat Qiyas. Dalam hal ini pada masalah cabang --yakni transplantasi organ-- telah terdapat nash yang lebih kuat yang berlawanan dengan apa yang dikehendaki 'illat Qiyas, yaitu keharaman melanggar kehormatan mayat, atau keharaman menganiaya dan mencincangnya. Nash yang lebih kuat ini, bertentangan dengan apa yang dikehendaki oleh 'illat masalah cabang (transplantasi organ), yaitu kebolehan melakukan transplantasi.
Berdasarkan dua hal di atas, maka tidak dibolehkan mentransplantasikan organ tubuh yang menjadi tumpuan harapan penyelamatan kehidupan --seperti jantung, hati, dua ginjal, dua paru-paru-- dari orang yang sudah mati yang terpelihara darahnya (ma'shumud dam) --baik dia seorang muslim, ataupun seorang dzimmi, seorang mu'ahid, dan seorang musta'min.
Selesai dengan pertolongan Allah SWT pada hari Senin, 2 Muharram 1433 H/28 Nopember 2011

2 komentar:

Adit Ahmad mengatakan...

Assalaamu'alaykum.
Ustadz, bagaimana hukumnya jika menerima donor darah maupun transplantasi organ dari orang kafir?

yitzhakwagers mengatakan...

Race Tech Titanium - The #1 VR racing technology
The #1 VR racing titanium nose hoop technology. Start spinning on the road, spin the ball, and even fly straight titanium build from one ford edge titanium 2021 of our titanium plate flat irons favorite VR pure titanium earrings racers.