Selasa, 03 Januari 2012
RINTANGAN-RINTANGAN MENEGAKKAN KHILAFAH
Wahyudi Ibnu Yusuf
Pendahuluan
Khilafah PASTI akan berdiri. Banyak alasan yang menguatkan keyakinan tersebut. Mulai dari landasan I’tiqadi yaitu janji Allah (an-nur: 55) dan bisyarah Rasulillah melalui banyak hadistnya yang mencapai derajat mutawatir bil ma’na yang diriwayatkan 29 sahabat, 39 tabi’in dan 63 tabi’ut tabi’in. beragam survei baik dalam dan luar negeri juga semakin menegaskan akan terwujudnya janji Allah SWT tersebut. Terlebih peristiwa penggulingan penguasa diktator di beberapa Negara Timur Tengah di sisi lain masyarakat Eropa sendiri telah muak dengan para kapitalis dan sistem kapitalisme yang selama ini telah mereka emban. Bandul sejarah sedang akan mengarah pada perubahan besar dan mendasar yang lahir dari akidah Islam dan sistem paripurna dari penguasa Alam, Allah rabbul ‘alamiin.
Berdirinya khilafah rasyidah yang kedua jelas akan mengguncang dunia. Sebagai mana saat pertama berdirinya. Syaikh Hamdan Fahmi dalam bukunya al-Khilafah ar-Rasyidah al-Mau’udah wa at-Tahadiyat (Khilafah Rasyidah yang telah dijanjikan dan tantangan-tantangannya) menyatakan:
“Peristiwa paling agung dalam sejarah umat manusia sejak nabi Adam as hingga awal tahun pertama sejak hijrahnya Nabi Muhammad saw ke Madinah al munawwarah adalah peristiwa berdirinya Daulah Islamiyah. Karena peristiwa itu merupakan hentakan yang sangat kuat yang gaungnya menguncang dunia beserta umat manusia yang ada di dalamnya”.
Ibnu Hisyam dalam kitab sirohnya menceritakan bahwa saat nabi berbaiat dengan ahlu nusroh yaitu 75 orang dari suku ‘Aus dan Khajraz di bukit ‘Aqabah maka syaitan berteriak memprovokasi musuh-musuh Allah untuk menghalangi tegaknya daulah nabawiyah kala itu. Ka’ab bin Malik menceritakan: “Setelah kami membaiat Rasul saw. Syaitan berteriak dari atas bukit ‘aqabah dengan teriakan yang keras yang bisa aku dengar. Wahai penduduk Jubajib, ketahuilah bahwa mudzammim dan orang murtad yang mengikutinya telah berkumpul untuk memerangi kalian”
Hal yang sama tentu juga akan dilakukan oleh siapapun yang tidak senang tersebarnya cahaya hidayah ini di seluruh alam. Mereka tentu akan menggunakan beragam cara untuk menghalangi tegaknya khilafah. Mulai dari cara yang halus hingga yang kasar. Baik sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Dalam tulisan singkat ini akan dipaparkan rintangan-rintangan yang menghambat tegaknya khilafah ats-tsaniyah tersebut.
Rintangan Tegaknya Khilafah
Secara garis besar rintangan menegakkan khilafah dapat dibagi menjadi dua yaitu rintangan internal umat Islam dan eksternal dari Negara kafir penjajah yang tidak ingin kepentingan politik-ekonomi mereka terganggu. Termasuk rintangan eksternal adalah antek-antek Negara kafir penjajah yang sengaja di tanam di tubuh kaum muslimin untuk melanggengkan penjajahan mereka. Pada kenyataannya baik rintangan internal maupun ekternal keduanya saling berhubungan. Masuknya ide-ide Barat ke tubuh kaum muslimin diantaranya disebabnya lemahnya pemahaman dan pengamalan sistem Islam. Selain itu Barat juga secara massif telah menginjeksi ide-idenya ketubuh kaum muslimin.
1. Bercokolnya pemikiran yang tidak Islami
Pemikiran adalah sesuatu yang sangat menentukan mafahim, maqayis, dan qanaah seseorang. Demikian pula pemikiran adalah salah satu faktor pembentuk masyarakat. Selanjutnya pemikiran jelas sangat menentukan arah kebijakan satu Negara. Barat memahami betul bahwa penjajahan secara fisik tidak akan melanggengkan penjajahan mereka di dunia Islam. Oleh karena itulah mereka mengubah strategi penjajahan mereka dengan penjajahan non fisik yaitu perang pemikiran (ghazwu al-fikri). Diantara pemikiran/ide yang paling menjadi penghalang tegaknya khilafah adalah sekularisme, demokrasi, pluralisme-sinkritisme, dan nasionalisme. Sekularisme adalah paham yang memisahkan urusan keduniaan dengan agama. Sehingga urusan kenegaraan harus steril dari pengaruh agama. Dari paham inilah lahir anggapan tidak ada Negara hindu, Negara budha, bahkan Negara Islam. Ide Negara agama dianggap sebagai ide kampungan. Padahal anggapan seperti ini jelas lahir dari paham sekularisme sekaligus kesesatan dalam melakukan generalisasi. Jika tidak ada Negara hindu, Negara budha, Negara Kristen, atau secara umum Negara agama maka hal tersebut tidak berlaku untuk Islam. Islam adalah satu-satunya agama sekaligus ideologi yang memiliki sistem kehidupan yang paripurna. Demokrasi juga terlanjur dipuja-puja dan diangungkan sedemikian rupa. Bahkan ada yang menganggapnya sebagai agama baru. Demokrasi dianggap sebagai sistem politik terbaik sebagai antithesis dari otoriarisme. Para akademisi tidak jarang meniliai sistem politik secara dikotomis; jika tidak demokratis maka pasti otoriter. Jika dikatakan bahwa Islam bertentangan dengan demokrasi dari sisi bahwa kedaulatan berada ditangan syara atau dari sisi tidak ada pembagaian wewenang khalifah maka langsung saja mereka mengatakan bahwa khilafah adalah sistem yang otoriter. Pluralisme-sinkritisme memandang semua agama adalah sama. Maka tidak boleh ada klaim kebenaran (truth claim). Semua orang memiliki hak yang sama untuk memimpin. Sehingga tidak boleh ada satu agama pun yang berhak memimpin umat agama lain. Bahkan, jika salah satu syarat khalifah adalah muslim. Maka menurut mereka jelas ini adalah sistem yang bertentangan dengan ide pluralisme-sinkritisme. Dengan ide kebangsaan (nasionalisme) lah khilafah ustmaniyah tercerai berai. Nasionalisme ini pulalah yang menjadikan penghalang unifikasi (penyatuan) negeri-negeri Islam saat ini. Nasionalisme yang diwujudkan dalam bentuk Negara bangsa (nation state) telah menjadikan kaum muslimin di Indonesia tidak peduli dengan invasi AS ke negeri negeri Islam seperti Irak dan Afganistan atau penjajahan Israel terhadap saudara kita di Palestina. Mereka mengatakan “untuk apa jauh-jauh mengurusi warga Palestina padahal masih banyak rakyat Indonesia yang hidup dalam kemiskinan”. Saat ada sebagian kaum muslimin yang ingin berjihad ke Irak dan Afghanistan dihalangi sedemikian rupa.
2. Adanya program-program pendidikan yang dibangun berdasarkan asas yang telah ditetapkan penjajah, disertai metode yang digunakan untuk menerapkan kurikulum tersebut di sekolah dan perguruan tinggi. Dimana sekolah dan perguruan tinggi tersebut meluluskan orang-orang yang akan mengatur persoalan-persoalan pemerintahan, menjalankan birokrasi, pengadilan, pendidikan, kedokteran, dan semua persoalan kehidupan dengan pola piker yang khas sesuai keinginan penjajah. Dalam konteks Indonesia program ini dimulai sejak pemerintah Hindia-Belanda menerapkan politik etis. Selain itu Belanda juga membangun sekolah-sekolah untuk menyaingi pengaruh pesantren. Selanjutnya lulusan sekolah-sekolah Belanda tersebut dipekerjakan di kebun-kebun atau perusahaan milik Belanda. Sedangkan alumni pesantren dipersulit untuk mendapatkan pekerjaan.
Pengiriman pelajar dan mahasiswa hingga kini menjadi strategi jitu untuk mengubah pola pikir pemuda-pemuda Islam. Perguruan tinggi-perguruan tinggi seperti: Berkeley, Cornell, MIT (Massachusetts Institute of Technology), Harvard dan lain-lain menjadi sarang dan dapur CIA untuk mencekokkan ilmu-ilmu liberal dan meng-amerika-kan para mahasiswa yang datang dari berbagai negeri itu (termasuk Indonesia) serta menggemblengnya menjadi agen dan kaki tangannya yang setia. Bahkan banyak badan-badan pendidikan dan perikemanusiaan itu sekedar dijadikan kedok semata-mata untuk kepentingan CIA. Alumni dari kampus-kampus inilah yang kemudian disebut Mafia Berkeley. Diantaranya adalah Soemitro Djojohadikusumo, Emil Salim, Boediono dan Sri Mulyani. Merekalah yang banyak menentukan arah kebijakan ekonomi Indonesia hingga saat ini.
Liberalisasi di bidang agama juga dilakukan dengan sedemikian massif. Dengan target utama kampus Islam. Bermula dari seorang Harun Nasution (alumni McGill University) yang berhasil mengarahkan agar buku tulisannya yang sarat dengan ide leberalisme-sekularisme agar menjadi buku wajib mata kuliah pengantar Agama Islam di IAIN seluruh Indonesia. Selanjutnya Nur Khalis Majid melanjutkan menarik gerbong liberalisme di Indonesia.
3. Adanya pensakralan terhadap ilmu-ilmu sosial (ekonomi, hukum, politik, pemerintahan, budaya, pendidikan, psikologi dsb) dan menganggapnya sebagai sains yang bebas nilai.
Ilmu-ilmu sosial tidaklah sama dengan sains. Ilmu-ilmu sosial terkategori tsaqafah yaitu pengetahuan yang digali dari penginformasian dan pengalian dengan pengamatan secara terus menerus. Sedangkan sains adalah pengetahun yang digali dengan percobaan/eksperimen dan pengamatan dengan metode ilmiah . Saat Barat bangkit dan meraih kemajuan di bidang sains. Orang-orang yang silau dengan kemajuan Barat kemudian mengadopsi peradaban Barat tanpa mampu berpikir kritis bahwa tidak ada satu peradaban pun yang bebas nilai.
Menurut Syaikh Taqiyuddin tsaqafah Barat yang paling mempengaruhi para sarjana muslim adalah dibidang sosiologi, psikologi, dan pendidikan. Sebagai contoh di bidang sosiologi, para sosiolog memandang bahwa masyarakat hanya terbentuk oleh individu. Selanjutnya dari individu membentuk keluarga. Keluarga membentuk masyarakat. Masyarkat membentuk Negara. Ringkasnya menurut mereka masyarakat hanya terbentuk dari individu-individu. Padahal kenyataannya tidak demikian. Kumpulan individu semata tidak otomatis akan membentuk masyarakat. Kumpulan penontong bola antara LA Galaxy vs TimNas selection tidak otomatis disebut masyarakat. Demikian pula penumpang kapal dari Banjarmasin-Suarabaya tidaklah layak disebut masyarakat. Masyarakat terbentuk atas individu yang melakukan interaksi secara terus menerus. Sementara interaksi yang terus menerus hanya akan terbentuk jika terdapat kesamaan pemikiran, perasaan, dan sistem yang disepakati bersama. Kesimpulannya masyarakat terbentuk oleh individu, pemikiran, perasaan, dan sistem/aturan.
Definisi yang keliru terhadap masyarakat ini juga membawa dampak bagi metode dakwah yang diadopsi sejumlah kelompok dakwah. Mereka berfokus pada memperbaiki individu tanpa menyentuh aspek sistem sama sekali karena beranggapan bahwa masyarakat hanya terbentuk oleh individu. Kenyataan ini justru akan menjauhkan tercapainya tujuan, yaitu terwujudnya masyarkat Islam dalam naungan daulah Islam.
4. Masyarakat di dunia Islam berada di tengah-tengah kehidupan yang tidak Islami
Ini adalah kenyataan yang sedemikian terang benderang. Kenyataan bahwa umat Islam berada pada kehidupan yang tidak Islami menjadikan kendala tersendiri untuk menegakkan khilafah Islam. Umat Islam hidup pada sebuah masyarakat yang sangat rendah yang belum pernah ada sebelumnya. Istilah Muhammad Qutub kondisi saat ini adalah masa jahiliyah modern. Umat Islam telah terjerumus dalam perangkap 3 S (sex, song, dan sport) serta 3 F (food, fun, dan fashion) yang dipasang musuh-musuh Islam.
5. Jauhnya gambaran umat mengenai kehidupan Islam dalam bingkai khilafah Islam
Barat tidak berhenti sampai meruntuhkan khilafah, akan tetapi mereka juga bersungguh-sungguh untuk menghapus gambaran mengenai khilafah dari benak kaum muslimin. Buku-buku sejarah dibuat untuk mengaburkan kenyataan sejarah. Khilafah digambarkan dengan sistem monarki yang pernuh dengan pertumpahan darah. Dalam konteks Indonesia, tidak satu buku sejarah pun yang secara tegas menyatakan hubungan yang sangat erat baik secara akidah maupun politis antara kesultanan-kesultanan Islam di Nusantara dengan kekhilafahan Islam yang eksis pada saat itu. Padahal kenyataannya keberadaan kesultanan-kesulatan Islam di Nusantara tidak terlepas dari dakwah yang dilakukan khilafah Islam dengan mengirimkan para dai (para wali) ke Nusantara. Kesultanan nusantara adalah setingkat dengan kabupaten atau keresidenan yang berada di bawah kontrol wali (setingkat Gurbernur) di mekkah.
6. Keberadaan para penguasa yang menjadi antek penjajah
Keberadaan penguasa-penguasa dhalim yang menjadi antek penjajah menjadi kendala tersendiri dalam upaya menegakkan khilafah. Kebanyakan dari para penguasa ini adalah orang yang dididik oleh penjajah untuk melanggengkan penjajahan. Selanjutnya mereka memimpin sesuai dengan skenario penjajah. Mereka meloloskan produk UU pesanan penjajah, mereka membuat perjanjian yang merugikan kaum muslimin, mereka membuat opini yang menyudutkan dakwah dan pengemban dakwah Islam, bahkan tidak segan-segan mereka menangkap hingga membunuh aktivis Islam.
7. Intervensi Langsung Negara Penjajah
Barat paham betul bahwa kepentingan mereka akan terganggu dengan tegaknya khilafah. Oleh karena itulah mereka senantiasa berupaya untuk menghalangi kembalinya kekuatan utama kaum muslimin ini. Fakta mutakhir mereka senantiasa menghalangi penggulingan rezim-rezim diktator di Timur Tengah. Namun saat gelombang revolusi tidak dapat dibendung lagi, mereka membajak dengan membelokkan revolusi pada arah yang tidak membahayakan kepentingan mereka. Berbagai cara digunakan Barat untuk membajak arah perubahan ini. Yang terpenting ada 5 (lima) cara, yaitu : Pertama, memanfaatkan politisi boneka. Kedua, memberi bantuan ekonomi (utang). Ketiga, melakukan intervensi militer. Keempat, mempropagandakan Islam moderat. Kelima, mengendalikan media massa guna mempengaruhi opini publik.
Penutup
Demikianlah sebagian rintangan yang akan kita hadapi dalam upaya menegakkan institusi khilafah. Setiap rintangan di atas mesti kita jawab dengan keikhlasan, pengorbanan, dan keistiqamahan dakwah sesuai dengan sunnah Nabi SAW. Ide-ide asing yang bercokol di benak kaum muslimin harus dijelaskan kekeliruannya dengan lugas, jelas, dan terang-terangan. Program pendidikan yang sesuai arahan penjajah harus kita jawab dengan membina pemuda-pemuda Islam dan umat dengan pembinaan-pembinaan di luar sekolah dengan program halqoh intensif. Islam adalah kurikulumnya dan kitalah guru dan dosennya. Selain itu umat harus dijelaskan mengenai kekeliruan penyamaan antara sains dan tsaqafah dengan penjelasan yang memuaskan serta menyentuh kekeliruan metodelogi berpikirnya. Masyarakat juga diarahkan untuk memiliki ketundukan terhadap syariat Islam dan memberikan gambaran yang benar mengenai Negara khilafah baik mengenai konsepnya (struktur khilafah) maupun sejarah yang benar tentang khilafah Islam. Selanjutnya umat mesti dicerdaskan dengan pemahaman politik bahwa pemimpin-pemimpin mereka telah bekerja untuk kepentingan penjajah. Oleh karena itulah maka menjelaskan konspirasi penguasa antek penjajah harus dilakukan secara terus menerus di tengah umat. Jelas resiko dari aktivitas ini SANGAT BESAR & BERAT. Akan tetapi bukankah aktivitas ini adalah setinggi-tinggi jihad di jalan Allah yang pahalanya setara dengan syahidnya penghulu para syuhada, Hamzah bin ‘Abdul Muthalib. Maka, sambutlah seruan Allah dan Rasul-Nya. Wallahu ‘alam bi shawab
Alalak, 30 Muharram 1433 H/24 Desember 2011
NATAL BERSAMA DAN TAHUN BARU Sejarah, Hukum, dan Solusinya
Pendahuluan
Dari Abu Hurairah r.a , Rasulullah saw bersabda:
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِي بِأَخْذِ القُرُونِ قَبْلَهَا، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ»، فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَفَارِسَ وَالرُّومِ؟ فَقَالَ: وَمَنِ النَّاسُ إِلَّا أُولَئِكَ
“Hari kiamat tak bakalan terjadi hingga umatku meniru generasi-generasi sebelumnya, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Ditanyakan, “Wahai Rasulullah, seperti Persi dan Romawi?” Nabi menjawab: “Manusia mana lagi selain mereka itu?” (HR. Bukhory no. 7319)
Dalam riwayat dari Abu Sa’id al Khudri Rasulullah bersabda:
لَتَتْبَعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، شِبْرًا شِبْرًا وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ، حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ تَبِعْتُمُوهُمْ» ، قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، اليَهُودُ وَالنَّصَارَى؟ قَالَ: «فَمَنْ
“Sungguh, engkau akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kalian, sehasta demi sehasta, sejengkal demi sejengkal, hingga kalaulah mereka masuk liang biawak, niscaya kalian mengikuti mereka.” Kami bertanya, “Wahai Rasulullah, Yahudi dan nasranikah?” Nabi menjawab: “Siapa lagi kalau bukan mereka?” (HR. Bukhory no. 7320)
Ibnu Hajar Al Asqalani (w. 852 H) dalam kitabnya, Fathul Bariy, menerangkan bahwa hadist no 7319 berkaitan dengan tergelincirnya umat Islam mengikuti mereka dalam masalah tata negara dan pengaturan urusan rakyat, sedangkan hadist no 7320 berkaitan dengan tergelincirnya umat Islam mengikuti mereka dalam masalah aqidah dan ibadah.
Apa yang telah Nabi saw sampaikan pada dua hadist di atas benar-benar telah terjadi. Di bidang tata Negara dan pengaturan urusan rakyat umat Islam saat ini tidak lagi mengambil sistem pemerintahan yang dicontohkan Nabi, sebaliknya mereka mengadosi demokrasi sistem kufur yang merampas kedaulatan Allah SWT dalam menetapkan hukum. Di bidang akidah dan ibadah umat Islam juga telah terjerumus dalam perangkap Yahudi. Diantaranya adalah perayaan Natal dan tahun Baru. Dengan dalih toleransi dan pluralisme serta kerukunan antar umat Bergama umat Islam menghadiri perayaan natal, mengucapkan selamat, menanti pergantian tahun di jalan-jalan dengan ikhtilath (campur baur) antara laki-laki dan perempuan dsb. Ironisnya lagi pendangkalan akidah ini dipertontokan dan dituntunkan oleh tokoh-tokoh umat dan pejabat-pejabat Negara. Kondisi ini persis seperti apa yang dikabarkan Nabi.
دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا
(di masa keburukan) akan ada para penyeru yang mengajak pada pintu-pintu neraka jahannam. Siapa saja yang membenarkan mereka, maka mereka akan menjerumuskan pada neraka jahannam tersebut (HR. Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud)
Sejarah Natal dan Tahun Baru
Tradisi natal sejatinya bukan asli kepunyaan umat nasrani—bukan ajaran Bibel. Perayaan ini berasal dari kebiasaan masyarakat penyembah berhala yang kemudian dikembangkan oleh gereja Roma. Menurut Catholic Encyclopedia tahun 1911 dibawah judul “Christmas” diterangkan: “natal bukanlah salah satu upacara gereja, upacara ini berasal dari Mesir yang dilakukan pada zaman penyembah berhala. Dari sumber yang sama, Origen, yang merupakan pelopor pendirian lembaga kepasturan mengakui bahwa : “… didalam kitab suci tidak ada seorangpun yang mengadakan perayaan besar-besaran untuk memperingati hari kelahirannya, hanya para penguasa kafir saja—yakni Fir’aun dan Herod—yang berpesta pora merayakan hari kelahiran mereka. Keterangan ini semakna dengan Encyclopedia Brittanica terbitan 1944. Begitu pula menurut analisa geografis dan geofisika, dikota Bethlehem pada tanggal 25 Desember sedang terjadi musim salju. Namun dalam Lukas 2:8 (lebih lengkap dalam Injil Lukas pasal 2 ayat 1 – 20, dan Injil Matius ayat 1-23) dikatakan bahwa pada saat Yesus lahir, para gembala sedang menggembalakan binatangnya. Jadi menurut Al Kitab sendiri Yesus jelas tidak lahir pada musim salju, karena tidak akan ada rumput-rumputan tumbuh pada musim salju.
Mengenai tahun Baru pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM. Tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, ia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM. Pada mulanya perayaan ini dirayakan baik oleh orang Yahudi yang dihitung sejak bulan baru pada akhir September. Selanjutnya menurut kalender Julianus, tahun Romawi dimulai pada tanggal 1 Januari. Kalender Julian ini kemudian digunakan secara resmi di seluruh Eropa hingga tahun 1582 M ketika muncul Kalender Gregorian.
Januari dijadikan sebagai awal tahun karena diambil dari nama dewa Romawi “Janus” yaitu dewa bermuka dua ini, satu muka menghadap ke depan dan yang satu lagi menghadap ke belakang. Dewa Janus adalah dewa penjaga gerbang Olympus. Sehingga diartikan sebagai gerbang menuju tahun yang baru.
Tradisi perayaan tahun baru di beberapa negara terkait dengan ritual keagamaan atau kepercayaan mereka—yang tentu saja sangat bertentangan dengan Islam. Contohnya di Brazil. Pada tengah malam setiap tanggal 1 Januari, orang-orang Brazil berbondong-bondong menuju pantai dengan pakaian putih bersih. Mereka menaburkan bunga di laut, mengubur mangga, pepaya dan semangka di pasir pantai sebagai tanda penghormatan terhadap sang dewa Lemanja—Dewa laut yang terkenal dalam legenda negara Brazil.
Dalam perayaan tahun baru juga sarat dengan kemaksiatan. Laki-laki dan perempuan bercampur baur hingga pesta seks. Na’udzubillah.
Hukum Mengikuti Perayaan Natal Bersama (PNB) dan Tahun Baru
Haram hukumnya umat Islam mengikuti PNB dan tahun baru. Tidak peduli apakah dia pejabat atau rakyat jelata. Keharaman menghadiri PNB dan tahun baru menurut syaikhul Islam Ibnu Taimiyah kembali kepada dua dalil. Yaitu dalil umum dan dalil khusus. Dalil umum adalah larangan menyerupai tradisi/kebiasaan dan ibadah orang kafir. Diantara dalilnya adalah:
من تشبه بقوم فهو منهم
”Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud)
Menurut Syaikhul Islam, Hadîts ini berkonsekuensi akan haramnya menyerupai kaum kuffâr secara mutlak [Iqtidhâ` ash-Shirâthal Mustaqîm].
Selain itu dalam banyak kesempatan Nabi senantiasa memerintahkan umat Islam untuk menyelisi kebiasaan orang kafir. Diantaranya Nabi bersabda:
خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَوْفُوا اللِّحَى
”Selisihilah orang musyrikin, potonglah kumis dan biarkan jenggot kalian.” [HR Muslim].
Ibnu Hajar al atsqalani menyebutkan bahwa terdapat 30 perintah Nabi untuk menyelisihi kebiasaan orang kafir (Fathur Baari)
Sedang dalil khususnya diantaranya adalah sebagai berikut:
Pertama, firman Allah dalam QS. Al Furqan ayat 72 yang menyatakan salah satu sifat hamba Allah (‘Ibâdur Rahmân)
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ …
“dan (hamba-hamba Allah itu) tidak menyaksikan kepalsuan…”
Jumhur mufassirin menafsirkan az zur dengan perayaan kaum musyrikin. Berikut kami kutipkan beberapa penafsiran mengenai ayat ini.
{ لا يَشْهَدُونَ الزُّورَ } وقال أبو العالية، وطاوس، ومحمد بن سيرين، والضحاك، والربيع بن أنس، وغيرهم: هي أعياد المشركين
Abūl ’Âliyah, Thôwus, Muhammad bin Sîrîn, adh-Dhohhâk, Rabî’ bin Anas dan selain mereka, mengatakan bahwa maksud Lâ yasyhadūna biz Zūr adalah (tidak menghadiri) perayaan kaum musyrikîn. [Lihat : Tafsîr Ibnu Katsîr VI/130; lihat pula Iqtidhâ` I/80]
Ketika menafsirkan ayat ini Imam Al Qurthubi (w. 671 H) menyatakan:
لَا يَحْضُرُونَ الْكَذِبَ وَالْبَاطِلَ وَلَا يُشَاهِدُونَهُ. وَالزُّورُ كُلُّ بَاطِلٍ زُوِّرَ وَزُخْرِفَ، وَأَعْظَمُهُ الشِّرْكُ وَتَعْظِيمُ الْأَنْدَادِ.
tidak menghadiri dan menyaksikan setiap kebohongan dan kebathilan. Dan az zûr adalah setiap kebathilan yang dihiasi dan dipalsukan, dan zûr yang paling besar adalah syirik dan pengagungan kepada berhala.
Menghadiri perayaan natal jelas menghadiri kebatilan. Karena menghadiri perayaan pengakuan bahwa Nabi Isa as adalah anak Tuhan. Padahal keyakinan seperti ini adalah keyakinan batil. Sebagaimana firman Allah Allah:
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلَّا إِلَهٌ وَاحِدٌ وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. Maka mengapa mereka tidak bertobat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS al-Maidah [5]: 73-74).
Kedua, Rasulullah SAW bersabda :
إِنَّ لِكُلِّ قَوْمٍ عِيْدًا وَهَذَا عِيْدُنَا
“Sesungguhnya setiap kaum mempunyai hari raya, dan ini (Idul Adha dan Idul Fitri) adalah hari raya kita” (HR. Bukhari dan Muslim dari Aisyah r.a.).
Dalam hadist lain, Dari Anas bin Mâlik radhiyallâhu ’anhu beliau berkata : Rasūlullâh Shallâllâhu ’alahi wa Sallam tiba di Madînah dan mereka memiliki dua hari yang mereka bermain-main di dalamnya. Lantas beliau bertanya, ”dua hari apa ini?”. Mereka menjawab, ”Hari dahulu kami bermain-main di masa jahiliyah.” Rasūlullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam mengatakan :
قَدْ أَبْدَلَكُمْ اللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا : يَوْمَ الْأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْرِ
”Sesungguhnya Allôh telah menggantikan kedua hari itu dengan dua hari yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari idul adhhâ dan idul fithri.” [Shahîh riwayat Imâm Ahmad, Abū Dâwud, an-Nasâ`î dan al-Hâkim.]
Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyah rahimahullâhu berkata :
فوجه الدلالة أن اليومين الجاهليين لم يقرهما رسول الله - صلى الله عليه وسلم - ولا تركهم يلعبون فيهما على العادة، بل قال إن الله قد أبدلكم بهما يومين آخرين، والإبدال من الشيء يقتضي ترك المبدل منه، إذ لا يجمع بين البدل والمبدل منه.
”Sisi pendalilan hadîts di atas adalah, bahwa dua hari raya jahiliyah tersebut tidak disetujui oleh Rasūlullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam dan Rasūlullâh tidak meninggalkan (memperbolehkan) mereka bermain-main di dalamnya sebagaimana biasanya. Namun beliau menyatakan bahwa sesungguhnya Allôh telah mengganti kedua hari itu dengan dua hari raya lainnya. Penggantian suatu hal mengharuskan untuk meninggalkan sesuatu yang diganti, karena suatu yang mengganti dan yang diganti tidak akan bisa bersatu.”
Ketiga, Pada masa pemerintahan Khalifah ‘Umar bin al-Khaththab, beliau juga telah melarang kaum muslim merayakan hari raya orang-orang kafir. Imam Baihaqiy telah menuturkan sebuah riwayat dengan sanad shahih dari ‘Atha’ bin Dinar, bahwa Umar ra pernah berkata,
لَا تَعَلَّمُوا رَطَانَةَ الْأَعَاجِمِ وَلَا تَدْخُلُوا عَلَى الْمُشْرِكِينَ فِي كَنَائِسِهِمْ يَوْمَ عِيدِهِمْ فَإِنَّ السُّخْطَ يَنْزِلُ عَلَيْهِمْ
“Janganlah kalian menmempelajari bahasa-bahasa orang-orang Ajam. Janganlah kalian memasuki kaum Musyrik di gereja-gereja pada hari raya mereka. Sesungguhnya murka Allah swt akan turun kepada mereka pada hari itu.” (HR. Baihaqiy).
Umar bin al-Khaththtab ra juga mengatakan:
اجْتَنِبُوا أَعْدَاءَ اللَّهِ فِي عِيدِهِمْ
“Jauhilah musuh-musuh Allah pada di hari raya mereka.”
Hukum Mengucapkan Natal dan Tahun Baru
Mengucapkan natal dan tahun baru berarti mengakui esensi dari dua kegiatan tersebut yaitu kebatilan dan kemusyrikan. Oleh karena itulah syaikh Abdullah bin baz dengan mengutip pendapat Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa mengucapkan selamat natal hukumnya haram dan telah menjadi kesepakatan ulama. Hanya saja ada sebagian ulama diantaranya syaikh Yusuf al Qardhawi yang menyatakan boleh. Beliau menyatakan:
Aku (Yusuf Al-Qaradhawi) membolehkan pengucapan itu apabila mereka (orang-orang Nasrani atau non muslim lainnya) adalah orang-orang yang cinta damai terhadap kaum muslimin, terlebih lagi apabila ada hubungan khusus antara dirinya (non muslim) dengan seorang muslim, seperti: kerabat, tetangga rumah, teman kuliah, teman kerja dan lainnya. Hal ini termasuk di dalam berbuat kebajikan yang tidak dilarang Allah SWT namun dicintai-Nya sebagaimana Dia SWT mencintai berbuat adil. Firman Allah SWT:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“…Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.” (Qs Al-Mumtahanah 8 )
Terlebih lagi jika mereka mengucapkan selamat Hari Raya kepada kaum muslimin. Firman Allah SWT:
وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا
“Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.” (Qs An Nisa’ 86)
Pendapat yang rajih (kuat) menurut kami adalah pendapat yang mengharamkan karena dua alasan:
Pertama, syaikh Yusuf al Qardhawi menggunakan dalil umum (Qs Al-Mumtahanah 8 ) untuk membangun argumentasi atas pendapatanya. Padahal terdapat dalil-dalil khusus yang melarang kaum muslim melibatkan diri di dalam perayaan hari raya orang-orang kafir, apapun bentuknya. Melibatkan diri di sini mencakup aktivitas: mengucapkan selamat, hadir di jalan-jalan untuk menyaksikan atau melihat perayaan orang kafir, mengirim kartu selamat, dan lain sebagainya. sementara dalam kaidah ushul disebutkan al khashshah muqaddamatun ‘ala al ‘amm (dalil yang khusus dimenangkan atas dalil yang umum).
Kedua, mengenai QS An Nisa’ 86 maka ayat ini berkenaan tentang mengucapkan salam. Imam Nawawi dalam al-adzkar telah mengutip ayat ini dalam pembahasan tata cara membalas salam. Padahala terdapat riwayat dari Abu Hurairah r.a:
لَا تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلَا النَّصَارَى بِالسَّلَامِ
Janganlah kalian mendahului mengucapkan salam kepada orang-orang yahudi dan nashrani … (HR. Muslim)
إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ فَقُولُوا وَعَلَيْكُمْ
Jika ahlul kitab mengucapkan salam kepada kalian, maka jawablah “wa’alaikum” (demikian juga dengan anda) (HR. Muslim dari Anas bin Malik)
Jika mengucapkan salam pada orang kafir yang berisi doa tidak dibenar oleh syariat. Tentu ucapan yang berisi pengakuan atas perayaan mereka juga tidak dibenarkan. Wallahu ‘alam.
Adapun hukum menerima hadiah. Dalam hal ini dibedakan antara non muslim yang hidup dan tunduk dalam sistem hukum Islam (ahludz dzimmah) dengan kafir harbi.
Untuk kafir dzimmiy/ahludz dzimmah dibolehkan memenuhi undangan mereka pada hari raya mereka dan menerima hadiah (yang tidak diharamkan Islam) dari mereka, selama acara yang dihadiri bukan acara ritual dan makanan yang disajikan bukanlah sembelihan untuk persembahan kepada Al Masih atau disajikan di gereja. Begitu pula kegiatan jual beli dengan kafir dzimmi adalah halal. Yang diharamkan adalah menjual atau juga membelikan benda-benda yang terkait dengan syi’ar agama Nasrani, termasuk disini menjual bahan-bahan untuk ritual agama mereka semisal salib dst. Hal ini berdasarkan keumuman hadits-hadits tentang kebolehan bermuamalah dengan mereka. Bahkan kegiatan ritual mereka sama sekali tidak boleh diganggu oleh umat Islam, dalam sebuah hadist dikatakan bahwa mengganggu mereka sama dengan mengganggu Rasulullah SAW.
Diriwayatkan dari Ibnu Syaibah dalam kitab Al Mushannaf bahwa seorang wanita telah bertanya kepada Aisyah r.a. . Wanita itu berkata : “Sesungguhnya orang-orang Majusi (penyembah api) berlaku baik kepada kami dan pada hari raya mereka, mereka memberi hadiah kepada kami”. Maka ‘Aisyah menjawab : “Adapun yang disembelih untuk hari raya mereka, maka janganlah kalian makan, tetapi makanlah apa yang berasal dari pohon-pohon mereka (buah-buahan)”.
Dengan demikian tidaklah apa-apa menerima hadiah dari kafir dzimmi pada hari raya mereka. Dan hukumnya sama saja dengan selain hari raya karena bukan termasuk kedalam syi’ar agama
Solusi Tuntas Pendangkalan Akidah Umat Lewat Natal dan Tahun Baru
Perayaan natal bersama adalah persoalan klasik. Beragam himbauan, ceramah bahkan fatwa telah dikeluarkan untuk menjelaskan kepada umat akan keharaman menghadiri PNB ini. MUI pada 7 Maret 1981 telah mengkaji secara seksama dan mengeluarkan fatwa haramnya PNB ini. Buya Hamka bahkan sampai memilih keluar dari MUI saat diancam untuk mencabut fatwa tersebut. Akan tetapi ajang pendangkalan akidah ini terus berlangsung bahkan dipertontonkan dan dituntunkan oleh para pejabat Negara tidak terkecuali presiden dan wakilnya.
Sejatinya masalah PNB adalah satu dari sekian banyak pelecehan terhadap hukum-hukum Allah. Akar masalahnya adalah karena negeri ini menerapkan sistem sekular dengan pluralisme, sinkritisme, demokrasi, HAM, dsb sebagai turunannya. Sistem inilah yang menerapkan sistem pendidikan materialistik yang melahirkan peserta didik yang tidak paham agamanya dan liar perilakunya, sistem inilah yang melahirkan sistem penyiaran yang mendewakan kebebasan sehingga lahirlah beragam program yang mendangkalkan akidah umat, sistem ini pula yang melahirkan pemimpin pemimpin yang tidak taat pada Allah dan Rasul-Nya dan mencampakkan syariat-Nya.
Solusi total persoalan ini dalah mengganti sistem rusak ini dengan sistem Islam secara tolal dengan mengangkat pemimpin yang senantiasa mengajak dirinya dan rakyatnya untuk taat kepada Allah. Sebagaimana Umar yang melarang rakyatnya yang muslim untuk mengikuti perayaan umat agama lain. Ringkasnya dengan sulthon-lah Islam akan tegak sempurna. Sebagaimana pernyataan Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyah:
يجب أن يُعرف أن ولاية أمر الناس من أعظم واجبات الدين، بل لا قيام للدين إلا بها
Wajib diketahui bahwa wilayatu amri an-nas (kekuasaan) adalah a’dzomu wajibati ad-din (kewajiban agama yang paling agung), karena agama tidak akan tegak tanpa kekuasaan (al-Siyasah al-Syar'iyyah)
Banjarmasin, 5 Shafar 1433 H
Wahyudi Ibnu Yusuf (081351661981/08565362242)
Wawancara Serambi Ummah
Tentang pergantian kelamin baik perempuan ke laki laki kini makin marak. Terutama yang terjadi si kota Kota Besar, lalu bagai mana di Kalsel? Untuk itu Serambi Ummah menghubungi Gugus Tugas Ulama HTI Kalsel, Wahyudi Ibnu Yusuf M.Pd
+Bagai mana fakta ganti kelami ini di Kalsel?
Ganti jenis kelamin secara medis dilakukan dengan operasi. Operasi ganti kelamin ini sudah banyak dilakukan di beberapa daerah. Setahu saya di Kalsel juga pernah dilakukan. Mengenai data lengkapnya saya belum memiliki.
+ Apa faktor yang menyebabkan seseorang menganti kelaminnya?
Ada dua factor utama, faktor bawaan dan faktor lingkungan. Faktor bawaan yang saya maksud adalah seseorang sejak lahir telah memiliki alat kelamin dan alat reproduksi ganda (laki-laki sekaligus perempuan). Sedang faktor lingkungan misalnya seorang anak laki-laki yang sejak kecil telah biasa memakai pakaian perempuan, mainan perempuan dan seterusnya dia merasa nyaman menjadi perempuan dan akhirnya memutuskan untuk menjadi perempuan. Faktor lingkungan ini juga bisa disebabkan trauma psikologis, misalnya seorang anak laki-laki yang melihat sosok ayahnya yang kasar, akhirnya dia benci laki-laki, akhirnya memilih berperilaku seperti perempuan selanjuntnya memutuskan untuk berganti kelamin.
+Lalu bagaimana hukumnya dalam Islam?
Hukum Islam mengenai ganti kelamin bebeda sesuai faktor yang mendasarnya. Bila Faktornya adalah faktor bawaan maka hukum operasi ganti kelamin untuk menentukan satu jenis kelamin tertentu hukumnya wajib. Mengapa? Karena Islam hanya mengenal dua jenis kelamin, laki-laki dan perempuan tidak ada jenis kelamin ketiga misalnya tidak laki-laki dan tidak perempuan atau laki-laki sekaligus perempuan. Kejelasan jenis kelamin ini adalah sesuatu yang sangat penting dalam Islam karena akan berkaitan dengan banyak hukum Islam, misalnya pentuan imam dan makmun shalat, posisi shaf shalat, hukum-hukum pergaulan, pernikan, perwalian, pembagian waris, dan sebagainya. Jika dengan operasi kelamin menjadi jelas pelaksaan hukum Islam atasnya maka operasi kelamin tersebut hukumnya wajib. Sesuai dengan kaidah fikih “tidak sempurna suatu kewajiban karena susuatu maka sesuatu itu hukumnya wajib”
Sedangkan operasi kelamin karena faktor kedua maka sepakat ulama bahwa hukumnya haram karena termasuk merubah ciptaan Allah (taghayyur khalqillah). Padahal mengubah ciptaan Allah termasuk bujuk rayu syaitan untuk menjerumuskan anak cucu nabi Adam. Sebagaimana firman Allah SWT. “dan akan aku (syaithan) suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merubahnya". Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata. (QS. An Nisa: 119). Padahal Allah SWT telah melaknat siapa saja yang merubah ciptaan-Nya. dari Ibrahim dari 'Alqamah dari Abdullah ia berkata, "Allah melaknat Al Wasyimaat (wanita yang mentato) dan Al Mutawatasyimaat (wanita yang meminta untuk ditato), Al Mutanammishaat (wanita yang mencukur alisnya), serta Al Mutafallijaat (merenggangkan gigi) untuk keindahan, mereka merubah-rubah ciptaan Allah. (HR. Bukhari no. 4507)
*Lalu bagaimana solusi Islam terhadap masalah ganti kelamin ini?
Islam mencegah seseorang ganti kelamin. Islam melarang laki-laki menyerupai perempuan dan sebaliknya. Nabi melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan sebaliknya (HR. Ahmad no. 5391). Yang maksud menyerupai dalam hadist ini adalah menyerupai dalam hal cara bicara, berpakaian, berjalan, dan bertingkah laku. Sehingga Islam tidak pernah membiarkan adanya kontes waria, pemilihan waria tercantik dsb. Bahkan Nabi saw dan diikuti para khalifah sesudahnya seperti Abu Bakar dan Umar bin Khaththab telah memberikan hukuman kepada waria dengan mengusir mereka. Untuk kontek sekarang hukumannya dengan diisolasikan agar tidak ditiru oleh yang lain.
Selain itu, secara Psilokogis kelainan perilaku laki-laki yang seperti perempuan dan sebaliknya ini dapat sembuhkan dengan terapi-terapi tertentu. Maka semestinya pemerintah menyediakan tempat rehabilitasi khusus bagi orang-orang yang mengalami kelainan psikologis ini.
Hukum-hukum Islam mengenai hal ini harus terus disosialisasikan. Jika telah disosialisasikan namun masih saja terjadi perlanggaran, maka pemerintah semestinya memberikan sanksi hukum yang tegas dan memberikan efek jera, tentunya sesuai hukum Islam yang ditetapkan diputuskan pemimpin.
(Nurholis Huda, Serambi Ummah)
Langganan:
Postingan (Atom)