Idul Fitri Serentak dengan Khilafah
Secara astronomi, sangat mungkin
kaum muslimin melaksanakan puasa pada hari yang sama, meski berbeda jam
memulainya. Hal ini dengan catatan bahwa satu wilayah dengan wilayah lain masih
berada pada malam yang sama. Sebagai contoh seandainya hilal (bulan baru)
berhasil dilihat di Senegal. Asumsikan hilal terlihat pada jam 6 sore waktu
setempat. Karena Indonesia lebih awal 10 maka di Indonesia sudah jam 4 dini
hari. Meski demikian jika informasinya cepat
maka saat itu pula kaum muslimin dapat berniat puasa untuk besok hari
sekaligus makan sahur. Maka penyatuan awal ramadhan satu hal sangat mungkin
dalam perspektif astronomi. Lain halnya jika hilal berhasil dilihat di wilayah
Amerika. Jika bulan terlihat jam 6 sore maka di Indonesia sudah jam 6 pagi,
maka pada hari itu kaum muslimin tidak bisa berpuasa, karena tidak sempat
berniat puasa. Lain halnya jika yang terihat adalah hilal untuk bulan syawal, maka umat Islam sangat
mungkin merayakan idul fitri pada hari yang sama. Kembali kepada contoh di atas
jika hilal terlihat di wilayah terjauh (misalnya Amerika) yang terpaut 12 jam.
Maka pagi hari kaum muslimin yang sebelumnya telah berniat puasa tinggal
membatalkan puasanya dan melaksanakan sholat idul fitri secara serentak di
seluruh belahan bumi.
Ulasan di atas disampaikan oleh ustadz
DR. Andang Widi Harto, MT dosen Fakultas Teknik UGM sekalgus ketua Gugus Tugas
Intelektual HTI DIY dalam Kajian Jelang Ramadhan yang digelar HTI Daerah DIY
dengan tema: Penetapan awal-akhir Ramadhan: tinjauan astronomi dan fikih Islam.
Acara ini dilaksanakan pada hari Ahad, 1 Juli 2010 dengan mengambil tempat di
Masjid Nurul Ashri jl Deresan 2. Ustadz Wahyudi Abu Syamil sebagai moderator
sekaligus Ketua Lajnah Tasqafah HTI DIY menyampaikan bahwa tujuan digelarnya
acara ini adalah untuk mencari solusi perbedaan mengawali ramadhan dan
mengakhirinya.
Tampak hadir dalam acara ini
jamaah masjid Nurul Ashri dan masyarakat sekitar. Mereka terlihat antusias
dengan melontarkan banyak pertanyaan. Salah seoarang peserta bahkan menyatakan
penjelasan dalam tinjauan astronomi ini sangat logis dan bisa diterima.
Pada sesi kedua al Ustadz KH
Siddiq al Jawi, MSI menyampaikan materi
“Penentuan Awal Bulan Kamariah:Perspektif Hizbut Tahrir Indonesia”. Beliau
memaparkan bahwa metode syar’I untuk menetapkan bulan baru adalah rukyat
(melihat), bukan hisab. Karena hadist-hadist Nabi memerintahkan demikian.
Hadist-hadist Nabi ini harus difahami dengan benar. Berdasarkan kaidah ushul “al
ashlu fil kalami al haqiqah , laa yusharrifu ilal majaazi illa bi qarinatin”
makna asal dari sebuah kalam adalah makna hakikat dan tidak tidak boleh
dialihkan pada makna majas kecuali dengan indikasi tertentu (qarinah). Sehingga
makna rukyat dalam hadist nabi harus difahami dengan rukyat bil ‘ain
(melihat dengan mata) dan tidak dapat dialihkan ke makna majas misalnua rukyat
bil ‘ilmi (melihat dengan ilmu astronomi) karena tidak terdapat qarinah
yang dapat mengalihkan makna tersebut. Hanya saja rukyat yang diadopsi HTI
adalah rukyat global sebagaimana pendapat jumhur ulama. Yaitu jika telah
terlihat hilal di satu wilayah maka berlaku bagi seluruh kaum muslimin.
Sebagaimana pada sesi pertama,
pada sesi kedua ini juga banyak pertanyaannya yang disampaikan oleh peserta.
Salah satunya bertanya tentang sebab ketidakseragaman kaum muslimin dalam
menetapkan awal dan akhir ramadhan. KH Siddiq al Jawi menjelaskan bahwa hal ini
disebabkan oleh tiga sebab, yaitu sebab pemahaman dari mazhab-mazhab yang ada,
sebab ilmu pengetahuan dan teknologi dengan perbedaan penetapan derajat kapan
penetapan bulan baru, dan yang ketiga sebab politis yaitu faham nasionalisme. Beliau
kemudian menegaskan untuk menyelesaikan sebab pertama kaum muslimin harus
mentarjih pendapat yang terkuat, solusi untuk sebab kedua dengan melakukan
pelelitian yang akurat sehingga didapatkan patokan umum pada derajat berapa
biasanya hilal dapat dilihat dan solusi untuk sebab kedua adalah dengan
mencerabut ide nasionalisme dari dada kaum muslimin dan menegakan khilafah.
Khilafahlah yang akan menyatukan kaum muslimin termasuk menyatukan perbedaan
penetapan awal dan akhir bulan kamariah. (WASR LTS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar