Rabu, 05 November 2014
TAAT MEMBAWA RAHMAT
KHUTBAH SHALAT ISTISQA’
اَسْتَغْفِرُ الله َ العَظِيْمَ الذي لاَ اله اِلاَّ هُوَ الحَيُّ القَـيُّومُ وَاَ تُوْبُ اِلَيْهِ ( 9 كالي )
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَةً لِّقَوْمٍ يَسْمَعُونَ. اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى عَبْدِكَوَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ اتَّقُوْا اللهَ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Kita berkumpul di halaman PDAM Bandarmasih ini untuk mengakui betapa lemahnya kita di hadapan Allah ‘azza wa jalla, mengakui betapa kecilnya kita dihadapan ke-Mahabesaran-Nya. Allah lah pemilik alam semesta beserta isinya. Bahkan diri kita pun milik Allah. Allah lah yang menggerakkan angin, menurunkan hujan, dan semuanya bergerak sesuai dengan perintah-Nya. Betapa tak berdayanya kita ketika Allah mencegah turunnya air dari langit.
Di antara sebab ditahannya hujan dari langit adalah maksiat yang kita lakukan.
Imam Ibnu Majah meriwayatkan dari Abdullah ibnu Umar, Rasulullah s.a.w bersabda :
يَا مَعْشَرَ المُهَاجِرِيْنَ خَمْسٌ إِذَا ابْتَلَيْتُمْ بِهِنَّ وَأَعُوْذُبِاللهِ أَنْ تُدْرِكُوْهُنَّ ……وَلَمْ يَمْنَعُوْا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلا مُنِعُوْا القَطْرَ مِنَ السَّمَآءِ وَلَوْ لا البَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوْا……
Wahai kaum Muhajirin! Ada 5 perkara di mana jika telah menimpa kalian maka tiada lagi kebaikan bagi kalian. Dan aku berlindung dengan Allah S.W.T agar kalian tidak menemui zaman itu. Antaranya…. Dan tidak menahan mereka akan zakat mal melainkan ditahan juga untuk mereka air hujan dari langit. Jika tiada binatang yang hidup di muka bumi ini niscaya tidak diturunkan hujan (HR. Ibnu Majjah no. 4009 dinyatakan hasan oleh syaikh Albani dalam silsilah ash-shahihah)
Lihatlah di negeri kita ini! bukankah membayar zakat tidak begitu digalakkan sebagaimana membayar pajak. Jika ada iklan ‘hari gini ngak bayar pajak, apa kata dunia’. Tapi kita tidak pernah mendengar atau melihat iklan ‘hari gini ngak bayar zakat apa kata dunia’ atau ‘hari gini ngak bayar zakat apa kata agama (islam)’. Sungguh terbalik, pajak dalam islam hukum asalnya adalah haram. Pajak hanya diperbolehkan dalam kondisi darurat, itu pun hanya dipungut dari yang mampu. Sementara zakat adalah termasuk satu pilar dari pilar-pilar islam. Khalifah pertama kaum muslimin, Abu bakar as siddiq sampai memerangi orang murtad karena enggan menunaikan zakat.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Ditahannya hujan yang menyebabkan kekeringan, kebakaran, kabut asap, dll hanyalah satu dari sekian banyak kerusakan (fasad) yang melanda negeri ini. kefasadan yang sedemikian nyata di daratan dan di lautan yang disebabkan kemaksiatan kita kepada Allah. Sebagai contoh, ada puluhan bahkan ratusan juta rakyat negeri ini hidup di bawah garis kemiskinan karena kita tidak menerapkan system ekonomi dari Allah (system ekonomi Islam), sebalik malah mengambil system ekonomi kapitalis. Riba dianggap kebutuhan, seks bebas dan perzinaan dianggap biasa, para elit negeri melalaikan rakyatnya dan sibuk mempertontonkan adegan politik yang memalukan. Bahkan yang paling parah di negeri ini manusia menjadikan manusia lain sebagai tuhan-tuhan selain Allah. Bukankah yang berhak menentukan baik-buruk, terpuji-tercela, halal-haram hanyalah Allah SWT? Tapi di negeri ini, hak Allah dirampas. Manusia dapat menghalalkan yang diharam Allah dan sebaliknya mengharamkan yang dihalalkan Allah atas nama demokrasi dan suara terbanyak. Bukankah ini semua kemaksiatan. Padahal Allah berfirman:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. Ar-rum: 41)
Karena itu hadirin, solusi bagi beragam kefasadan termasuk tidak diturunkannya hujan adalah kita kembali kepada Allah. Bertaubat dengan taubatan nashuha dengan memperbanyak beristigfar/memohon ampun kepada Allah.
Dari Asy Sya’bi, ia berkata, “’Umar bin Al Khottob radhiyallahu ‘anhu suatu saat meminta diturunkannya hujan, namun beliau tidak menambah istighfar hingga beliau kembali, lalu ada yang mengatakan padanya, ”Kami tidak melihatmu meminta hujan.” ‘Umar pun mengatakan, “Aku sebenarnya sudah meminta diturunkannya hujan dari langit”. Kemudian ‘Umar membaca ayat,
اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا, يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا
“Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat” (QS. Nuh: 10-11)
Umar pun lantas mengatakan,
وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا
“Wahai kaumku, mintalah ampun kepada Rabb kalian. Kemudian bertaubatlah kepada-Nya, niscaya Dia akan menurunkan pada kalian hujan lebat dari langit.” HR. Al Baihaqi (3/352)
Selain istighfar, bukti taubat kita adalah melaksanakan syari’ah Allah secara kaffah dan istiqamah.
Allah Ta’ala berfirman,
وَأَنْ لَوِ اسْتَقَامُوا عَلَى الطَّرِيقَةِ لَأَسْقَيْنَاهُمْ مَاءً غَدَقًا
“Dan bahwasanya: jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezki yang banyak).” (QS. Al Jin: 16)
Di antara tafsiran ulama mengenai surat Jin ayat 16 yaitu: Seandainya mereka berpegang teguh dengan ajaran Islam dan terus istiqomah menjalaninya, maka mereka akan diberi minum air yang segar, yaitu dilapangkan rizki. (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14/152-153)
Allah juga telah berjanji, bahwa Allah akan menurunkan berkah dari langit termasuk air hujan dan mengeluarkan berkah dari bumi bagi hamba-hambanya yang benar imannya dan senantiasa taat dengan menjalankan syariat Allah. Allah berfirman:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS. Al A’raf: 96)
Di negeri ini, shalat memang tidak di larang, bulan ramadhan memang semarak, jama’ah haji dan umroh setiap tahun meningkat. Tapi bagaimana dengan system pemerintahan kita, system ekonomi termasuk pengeolaan sumber daya alam kita, system pendidikan kita, system sanksi dan peradilan, politik luar negri kita? Apakah sudah sesuai dengan syariat Allah? Jika jawabannya belum, maka wajar jika beragam kerusakan begitu lekat dengan negeri kita. Sebagai penutup khutbah yang pertama ini, mari kita renungkan firman Allah.
وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ
Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat. (QS. An Nahl: 112)
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ وَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الُمْسِلِمْينَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ فَيَا فَوْزَ المُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْنَ
Khutbah kedua
اَسْتَغْفِرُ الله َ العَظِيْمَ الذي لاَ اله اِلاَّ هُوَ الحَيُّ القَـيُّومُ وَاَ تُوْبُ اِلَيْهِ ( 7 كالي )
الحَمْدُ ِللهِ الَّذِى جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَّكُمْ ۖ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّـهِ أَندَادًا وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ , وَأَشْهَدُ أَنْ لا إِلهَ إِلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ , اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى عَبْدِكَوَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ اتَّقُوْا اللهَ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ
وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِين . الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ يَفْعَلُ مَا يُرِيْدُ ، اللَّهُمَّ أَنْتَ اللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ . أَنْتَ الْغَنِّيُ وَنَحْنُ الْفُقَرَاءُ ، أَنْزِلْ عَلَيْنَا الْغَيْثَ وَاجْعَلْ مَا أَنْزَلْتَ عَلَيْنَا قُوَّةً وَبَلاًغًا إِلَى حِيْنَ
اللَّهُمَّ اسْقِ عِبَادَكَ وَبَهَائِمَكَ وَانْشُرْ رَحْمَتَكَ وَأَحْىِ بَلَدَكَ الْمَيِّتَ .للَّهُمَّ أَغِثْنَا ، اللَّهُمَّ أَغِثْنَا ، اللَّهُمَّ أَغِثْنَا
اللّهُمَّ إِنَّا نَسْتَغْفِرُكَ إِنَّكَ غَفَّارًا فَأَرْسِلِ السَّمَآءَ عَلَيْنَا مِدْرَارًا اللّهُمَّ إِنَّا نَعُوْذُبِكَ مِنَ الذُّنُوْبِ الَّتِي تَمْنَعُ غَيْثَ السَّمَآءِ وَ نَعُوْذُبِكَ مِنَ الذُّنُوْبِ الَّتِي تُذِلُّ الأَعِزَّ وَ تُدَلِّلُ الأَعْدَاء, اللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ الأحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَقَاضِيَ الحَاجَاتِ وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ , اللّهُمَّ لا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لايَخَافُكَ وَلا يَرْحَمُنَا , َرَبَّنَا لاتُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّاب رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِسبُحْاَنَكَ اللّهُمَّ وَتَحِيَّتُهُمْ فِيْهَا سَلامٌ وَآخِرُ دَعْوَاهُمْ أَنِ الحَمْدُ ِللهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ
Minggu, 02 November 2014
APAKAH WANITA YANG TAK MENUTUP AURAT SEMPURNA TIDAK AKAN MASUK SURGA?
Terdapat hadist yang diriwayatkan Imam Muslim.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128)
Mengenai redaksi tidak akan masuk surga, berikut al faqiir kutipkan syarah hadist dari Imam Nawawi asy Syafi'i.
قَوْله صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّة ) يُتَأَوَّل التَّأْوِيلَيْنِ السَّابِقَيْنِ فِي نَظَائِره أَحَدهمَا : أَنَّهُ مَحْمُول عَلَى مَنْ اِسْتَحَلَّتْ حَرَامًا مِنْ ذَلِكَ مَعَ عِلْمهَا بِتَحْرِيمِهِ ، فَتَكُون كَافِرَة مُخَلَّدَة فِي النَّار ، لَا تَدْخُل الْجَنَّة أَبَدًا .
وَالثَّانِي : يُحْمَل عَلَى أَنَّهَا لَا تَدْخُلهَا أَوَّل الْأَمْر مَعَ الْفَائِزِينَ . وَاَللَّه تَعَالَى أَعْلَم .
Adapun sabda Nabi saw. Bahwa pelakunya tidak akan masuk surga dapat ditakwil (dialihkan pada pengertian yang tidak menimbulkan pertentangan dengan pemahaman yang lainnya) pada dua pentakwilan. Pertama, mungkin karena pelakunya menghalalkan yang jelas-jelas diharamkan, padahal ia tahu keharamanya. Maka jadilah ia orang kafir yang kekal di neraka. Tidak akan masuk surga selamanya. Pentakwilan kedua adalah bahwa ia tidak termasuk kelompok pertama yang masuk surga (tapi akhirnya ia tetap masuk surga setelah bersih dosanya, pent). Wallahu ta’ala a’lam (dikutip dari Syarah Hadist Imam Muslim karya Imam Nawawi asy Syafi’I juz 9 hal 240, Maktabah Syamilah)
al Faqiir ila Allah Wahyudi Ibnu Yusuf
Senin, 10 Muharram 1436 H
UJIAN DIMATA ORANG BERIMAN VS ORANG MUNAFIK
UJIAN DIMATA ORANG BERIMAN VS ORANG MUNAFIK
Wahyudi Ibnu Yusuf (Renungan di kota Saraba Kawa, Tanjung)
Sesungguhnya Allah menjadikan ujian agar jelas siapa yg imannya 24 karat. Allah dan Rasul-Nya telah menjanjikan kemenangan kaum beriman atas bangsa Persia dan Romawi. Namun ketika janji kemenangan itu terasa 'menjauh'. Yang terjadi dan nampak di hadapan mata adalah bahwa kaum muslimin akan dilumat pasukan ahzab (koalisi yg dipimpin suku Quraisy).
Orang2 munafik dan yg berpenyakit hatinya tertipu dengan pandangan mata dhahir dan melupakan kepastian janji Allah dan Rasul-Nya. Mereka mengatakan bahwa janji Allah dan Rasul-Nya hanyalah tipu daya, padahal sesungguhnya merekalah yg tertipu dengan diri mereka sendiri
Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang hatinya berpenyakit[9] berkata, "Yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada Kami hanya tipu daya belaka (QS al Ahzab:12)
Sementara orang beriman, orang yang pandangannya dengan mata bathin (bashirah) tidaklah kepungan pasukan ahzab membuat mereka sedikit pun ragu akan janji Allah dan Rasul-Nya. Ujian dan tantangan itu tidak lain justru menambah iman dan ketundukan mereka.
Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata: "Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita". Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan.
(QS: Al-Ahzab Ayat: 22)
Sahabat, sesungguhnya perjuangan meninggikan izzul islam wal muslimin dengan tegaknya khilafah rasyidah yg kedua jelas perjuangan yg penuh tantangan, hambatan, bahkan gangguan dan ancaman. Ada para pencibir yang pandir, bahkan para penentang yg juga bekerja siang malam untuk menghadang. Tapi bashirah (pandangan bathin) yg terlahir dari keimananlah yg membuat kita tegar bertahan. Selamat Berjuang saudaraku. Berilah yg terbaik dari yg bisa kita berikan. Khilafah PASTI KEMBALI
Langganan:
Postingan (Atom)